Sabtu, 28 Februari 2015

MLM, Mendekatkan atau Menjauhkan Teman?


Hayo.. siapa yang pernah kena prospek MLM? Ngacung...
Atau, malah anda yang sedang gethol-getholnya nyari downline

Pertama-tama, maaf kepada semua member MLM dengan merk apapun itu. Saya bukan (lagi) member MLM tertentu. Saya hanya ingin menuangkan uneg-uneg saya karena saya sudah bosan dengan yang namanya iklan MLM. Why? Why? Cause I lost some of friends hanya karena MLM. Nggak totally lost, cuma, ehm.. saya kurang nyaman dengan cara berpikirnya sehingga saya memilih "sedikit" menjauh. Daripada kita jadi bersitegang terus.

Kata member nya, MLM itu mendekatkan yang jauh. Tapi sebagian calon prospekan (istilah apa ini) yang gagal direkrut, MLM itu menjauhkan yang dekat. Lah, terus mana yang benar? Coba saya bantu kasih ilustrasi dua-duanya.

MLM itu mendekatkan yang jauh

Setelah 9 tahun tahun tak pernah bertegur sapa dengan seorang teman SMA, saya agak
amaze saat dia mengirimkan pesan via FB. Waktu dapat pesan itu, saya pikir dia hanya mau lebih deket saja. Apalagi dia tanya-tanya soal sekolah yang cocok untuk anaknya. Dan saya kebetulan sedikit tahu soal sekolah-sekolah yang dia tanyakan. Kemudian, ujungnya benar-benar nggak ngenakin. Dia menawari saya bergabung di satu MLM. Saya menolak dengan halus, karena saya memang enggak (catet: ENGGAK) tertarik dengan dunia MLM. Teman saya merayu saya mati-matian, sampai akhirnya saya nggak enak (catet lagi: ENGGAK ENAK) menolak. Saya bilang ke teman kalo saya mau bergabung dengan MLM tersebut dengan catatan saya cuma mau dapat harga member. Saya nggak bisa kalo harus jualan, that's not my passion at all 

But then, the disaster began..
Setiap hari saya di tag untuk semangat promosi, tapi saya nggak ada waktu untuk mantengin laptop ato hp tiap hari, dan yang paling penting enggak ada duit. Dua-tiga-empat member mulai menambahkan saya di daftar teman FB. Hampir setiap hari status mereka soal MLM. Kemudian, ada hari dimana saya mendapat kiriman pesan dari upline saya. Dia mengingatkan saya untuk tutup point untuk bisa dapat bonus. Tutup point ini kan bukan sekedar nutup kaleng, harus pake duit setengah jeti cyin. Eman-eman lah.. 

Maka saya menolak, mejelaskan alasan saya dengan tegas (udah nggak pake basa basi lagi) namun masih sopan. Hari lain, member yang lain ikut mengirimkan pesan yang serupa tapi tak sama. Lagi-lagi saya tegas menolak dan menyebutkan di awal bahwa saya dulu bergabung karena ingin dapat harga member saja. Dan, finally bye bye MLM.. Bye bye juga teman. Dia sudah tak pernah chatting lagi. Mungkin karena saya sudah bukan prospek yang menjanjikan kali ya. Saya pikir MLM ini akan mendekatkan yang jauh, tapi ternyata saya jauh juga sama dia.


MLM itu menjauhkan yang dekat

Saya mempunyai teman dekat (jaman kuliah dulu) yang saya akui jiwa bisnisnya jempol. Dia semangat banget berbisnis dalam bentuk apa saja. Saya salut dan ngiri sama semangatnya. Beberapa kali dia curhat tentang kehiduapannya atau bisnisnya padaku. Dan saya memberikan masukkan sebisa saya. Namun sayang, semenjak dia bergabung dengan salah satu MLM, saya jadi agak-agak gimana gitu. Saya (dan ternyata teman-teman lain juga) kurang nyaman dengan cara dia promosi entah via FB atau BBM. Mungkin saya saja yang terlalu sensitif. Cie.. sensitif..

Ada juga satu teman yang curhat via BBM soal teman MLM ini. Lebih membingungkan lagi, teman MLM saya ini juga curhat tentang banyaknya orang yang nyinyir soal bisnisnya. Aduh.. Saya jadi pusing. Saya seperti makan buah simalakama. Jujur saya dan teman-teman kurang suka dengan cara promosinya, tapi saya juga tidak bisa jujur bilang ke teman MLM ini. 


Misalnya soal dia sering memajang foto isi rekeningnya. Kemarin, teman saya ini memajang foto isi rekeningnya yang gendut. Tidak tidak.. saya tidak kepengen dengan duitnya (walopun iya pengen punya tabungan sendiri). Saya ikut senang dia bisa menghasilkan duit banyak dalam waktu sebentar. Cuma, sepertinya kurang etis kalo sampai duit saja di pamerkan (kasarnya). Iya, saya tahu dia tidak bermaksud pamer ato sombong, hanya pengen berbagi semangat bahwa bisnisnya memang menghasilkan duit banyak. Tapi saya miris. Memang itu hak dia, tapi kok kayaknya kurang pas gitu. 
She forgets about the polite way when living in this society, and being a muslim to be exact.  Where were you baby? the humble woman who didn't like showing off?

Malamnya, saat dia mengeluhkan sesuatu, saya memberanikan diri untuk berkomentar. Awalnya saya hanya iseng, namun akhirnya saya mengeluarkan uneg-uneg saya secara implisit. Jujur saya jadi nggak enak, agak
awkward jadinya. Tapi ya nggak papalah, semoga dia paham maksud saya. Saya hanya terlalu sayang untuk kehilangan dia, makanya saya harus ngomong jujur padanya. Kalo dia tidak merasa perbuatannya sedikit merugikan dirinya sendiri (terutama soal image) juga nggak papa, toh itu bukan urusan saya lagi. Yang penting sudah mengingatkan. Bukankah teman yang baik yang bisa mengingatkan temannya? 

Nah, pada akhirnya.. Saya jatuhkan kesimpulan seperti ini:
MLM tidak mendekatkan yang jauh, tidak juga menjauhkan yang dekat. MLM akan mendekatkan teman yang tertarik menjadi member. Tapi akan menjauhkan teman yang anti MLM. Saya termasuk satu dari banyak anti MLM. Karena itulah, saya kurang nyaman dengan cara pikir mereka yang (maaf), seolah-lah sukses artinya punya banyak duit. Kadang saya eneg juga dengan orang yang dikit-dikit ngomongin duit. Yang saya baca, yang ada dalam pikiran mereka adalah bagaimana caranya mendapatkan downline yang banyak agar bonus duitnya juga banyak. Maaf benar-benar maaf, tapi begitu bukan? 

Kalo ada yang mau membantah bahwa semua orang pasti butuh duit untuk sukses, saya nggak mau berdebat. Tidak semua orang punya pikiran mengejar duit saja lho, jadi tolong jangan samakan kami. Sini saya kasih link, silahkan dibaca sendiri 
Tulisan Pandji Pragiwaksono soal sukses ini. 

Salam sukses.. Lho?! 

Senin, 16 Februari 2015

Ketep Pass


What a day..
Minggu kemarin ini tak sengaja ada yang ngajak saya ke Ketep Pass. Padahal cuma karena saya tak sengaja melontarkan kepengenan kesana. Menurut teman-temen, tempatnya bagus karena ada gardu pandangnya jadi bisa melihat gunung Merapi dan Merbabu dalam jarak yang lumayan deket, daripada dari Bantul . Nah, saya ini belum pernah sama sekali ke ketep. Jadi penasaran kan. Banyak yang kesana, tapi aku kok belum pernah.

Sampai disana, beginilah bentuknya..
Tampak Depan
Sebelum masuk lokasi, kami harus membeli tiket masuk seharga 7 ribu/orang dan jasa raharja seribu, belum termasuk parkir motor atau mobil. Nggak mahal sebenarnya, tapi jadi tampak mahal karena dengan harga segitu kita cuma melihat pemandangan gunung saja lewat gardu pandang atau gubug-gubug derita, eh, warung-warung yang ada di tepian objek wisata.
View-nya bagus ya?
Selain gardu pandang, ada juga Ketep Volcano Theater. Bioskop ini menampilkan film berupa sejarah dari Gunung Merapi yang meliputi peristiwa terbentuknya Gunung Merapi, jalur-jalur pendakian, penelitian di puncak Garuda, letusan dahsyat Gunung Merapi, dan berbagai peristiwa yang terjadi dalam rentetan waktu tertentu. Durasi dari film ini cukup pendek, hanya sekitar 25 menit. (source: Wikipedia)
Maap, ini asal jepret, ternyata ketutup orang lewat
Kemarin saya tidak tertarik menonton di bioskopnya, apalagi antriannya panjang dan isinya anak-anak sekolah yang lagi wisata. Males tho nek desek-desekan sama bocah-bocah. Mungkin karena hari libur, jadi isi objek wisata ini kebanyakan anak-anak remaja. Kita mah sudah kelewat kadaluarsa kalo disebut remaja. Karena itu, saya memilih turun ke bawah, foto-foto dan nongkrong di warung.
Yak, itu saya pake gamis ya, bukan daster. hiks..
Setelah mengitari lokasi, sepertinya saya tidak terlalu tertarik dengan Ketep Pass ini. Hawanya memang sejuk, seger, meski ada sinar mataharinya, tapi ya cuma bisa melihat pemandangan saja. Masih bagus kaliurang, ada air terjunnya. Yah, setidaknya saya sudah tidak penasaran lagi dengan yang namanya Ketep. Kalo temen-temen mo membahas Ketep, saya jadi bisa ikut nimbrung, halah..

Kayaknya segini dulu cerita nggak jelas saya soal gardu pandang Ketep. Maaf kalo review nya asal-asalan. Tapi itu jujur lho dari lubuk hati saya yang paling dalam 

Senin, 09 Februari 2015

Hilangnya Sensitivitas






Dulu, saya pikir orang Indonesia pada umumnya, dan orang Jawa pada khususnya adalah orang yang paliiiiing sopan dan ramah se-dunia. Mereka pinter ngomong pake basa-basi. Setelah saya belajar bahasa Inggris, saya baru sadar bahwa basa-basi nya orang jawa itu kadang-kadang enggak sopan -- kepo, tanya-tanya soal kehidupan pribadi seseorang gitu. Eh.. Betul, saya enggak mengada-ada. Kalo orang jawa di luar sana nggak tahu norma kesopanan, bisa dikasih buku lima, alias bogem sama londo-londo.


Saya sering dapat pertanyaan tentang kehidupan pribadi. Iya iya, lebih banyak yang bertanya "Kapan nikah?" sih. not listening

Does it hurt me? Sometimes it does. Kalo lagi waras, saya dengan santainya senyum-senyum sambil menjawab
"Doanya" ato "InsyaAllah, semoga secepatnya".


Males dapat pertanyaan lebih lanjut.
Tapi, kalo pas nggak-waras-ku kumat, tetep sih dijawab begitu, sambil nahan gondhok di hati. Keliatan nggak kalo saya-nya kesel?



Oh, enggak ya? Pinter juga ya saya nyimpen perasaan, hehe big grin
Padahal saya kan aslinya sedih dapat pertanyaan begitu. Seolah-olah saya ini tidak sempurna karena belum ketemu jodoh, hiks.. crying


What's wrong with you guys?
Saya agak heran ya. Kenapa dengan orang-orang di masa kini? 
Do they lost their sensitivity upon single ladies?

Terus terus.. ada yang lebih menarik lagi soal ketidak-sensitifan orang. Beberapa kali saya berkenalan dengan orang baru (entah itu saat mengantri, menunggu atau di kendaraan umum), saya sering tersenyum kecut ketika mereka ber-ramah tamah sambil melontarkan pertanyaan ini:

  1. Sudah menikah, mbak?
  2. Kenapa belum menikah?
  3. Kapan nikah?
  4. Sudah punya pacar?
  5. Umurnya berapa sih?
  6. Dan lain-lain

Kalo saya pasang muka jutek trus jawab "Siapa lu? Mo tau aja sih!"
Gimana, hayo??

Terus, berdasarkan ingatan saya yang agak-agak tajam, 80% kenalan baru saya ini sudah menikah makanya berani ngepo-in kehidupan saya. Padahal, saya paling anti menanyakan pertanyaan pribadi kepada orang lain baik yang sudah ato belum nikah lho. Kecuali kalo mereka sendiri yang bercerita soal kehidupan mereka dengan ikhlas. Itu kan pertanyaan sensitif. Eh, kecuali juga pada temen yang memang jelas-jelas sedang merencanakan pernikahannya ding. Saya terlalu takut menyinggung orang lain, meskipun mereka ternyata lupa sama perasaan saya. Saya kan masih punya hati teman-teman. Sedihnya broken heart

To those who loves hurting single ladies with a boring and so-last-year question "Kapan Nikah?" dan teman-temanya, saya pengen deh merespon pertanyaan dan komentar kalian tentang hidup saya. Mungkin setelah postingan ini dipublish, saya bakal copy url-nya, dan siap mengirim url ini pada siapa saja yang membutuhkan jawaban saya. Bercandapeace sign
  1. Nunggu apa  lagi? Keburu umur 30 tahun lho --> Nunggu jodoh lah, nunggu dia datang melamar. Nggak usah diingatkan kalo saya sudah tua deh ya, hiks
  2. Pengen nikah nggak sih? --> Who doesn't? Semua cewek-cewek pengen nikah dong. Tapi, bukan saya yang mengatur di umur berapa saya ditakdirkan menikah. Allah does..
  3. Kapan nikah?  --> Ehmmmm.. Kalian pasti juga tahu kan saya nggak punya kuasa untuk menjawab kapan Allah akan mengizinkan saya menikah. Mungkin ada di antara kalian yang lebih tahu? peace sign
  4. Udah ada calonnya? --> Calonnya sih ada, tapi Allah belum kasih tunjuk yang mana calon saya cool
  5. Makanya jangan milih-milih cowok --> Ew.. kalian pernah beli ikan? Pilih ikan yang matanya bening cling-cling ato yang matanya buthek? Pilih yang udah bau busuk ato masih amis? Pilih yang seger buger ato yang berformalin? Oh... sama kalo gitu, kita sama-sama pemilih.
  6. Kurang usaha kali, jodoh juga kudu dicari --> Iya, saya tahu. Makanya saya nggak putus-putusnya berdoa dan memperbaiki diri biar Allah makin melihat sejauh apa kesiapan saya. Saya juga nggak menutup diri lho, bergaul seluas-luasnya. Tapi ogah juga kalo kudu obral asal nyari cowok. Nehi nehi.. Saya percaya kalo jodoh itu tak kan lari dikejar, tunggu saja dia ngejar praying
  7. Kamu terlalu mandiri sih --> Hey.. What's wrong with mandiri? Kalo dikit-dikit minta bantuan kalian, nanti kalian ilfil kan sama saya? Pada waktu-waktu tertentu memang saya tidak bisa sendiri, tapi Allah Maha Penyayang, masih banyak teman yang mau menemani saya.
  8. Makanya jangan ngoyo nyari duit mulu --> Ah iya.. lalu saya cuma ndekem di rumah saja nunggu mas jodoh datang membawa segepok duit? Rugi dong. Saya bekerja ini cuma sambilan kok. Sambil nunggu gaji dibayarkan jadi bisa ngasih ibu, sambil bersosialisasi, sambil mengasah otak, sambil mentransfer ilmu pada yang membutuhkan, dan top of the top, sambil menunggu jodoh datang.
  9. Belum bisa move on kali? --> Saya mah realistis, enggak suka mengingat-ingat masa lalu. Dulu ya dulu, sekarang ya sekarang. Kasihan jodoh saya nanti kan kalo saya belum bisa move on.
  10. Ya sudah, semoga cepet nikah --> Aamiin.. Dari tadi kek di doainnya, jadi kan nggak perlu perdebatan panjang hee hee

Saya sadar betul kalo yang menanyakan hal di atas ini hanya ingin mengungkapkan rasa sayang dan perhatiannya ke saya. Makanya tidak mau melewatkan kapan saya akan menikah. Saya juga tahu, mereka tidak sengaja menyentuh sisi sensitif saya sehingga "agak" menyinggung perasaan lembut saya (halah). Tapi please, sabar ya, tidak perlu bertanya berlebihan, tunggu saya yang memberi kabar saja. Mari menyerahkannya semua pada Allah. Saya saja percaya sama Allah soal jodoh ini lho, jadi kalian juga harus ikutan percaya bahwa jodoh saya hanya belum datang saja. Jangan khawatir ya big grin

Eventually, kepada yang pernah "tak sengaja" menyinggung para single, Ingatkah bahwa kami ini punya sifat sensitif yang kalian juga punya? Kemana hilangnya sensitivitas kalian?

Last but not least, please don't take this personally ya. Jangan sakit hati sama omongan saya di atas atas, karena kami (the singles) juga nggak sakit hati kok ditanya yang begituan.


Eh.. Boong diiiiiing.. whistling


 
Don't Skip Me Blog Design by Ipietoon