Baru saja kemarin ngepos foto anak-anak yang lagi asyik belajar Bahasa Inggris. Loh, sekarang sudah dibikin nyengir sama Ibu – ibu guru yang lagi membahas kurikulum 2013 yang paliiiiiiing baru dan akan segera diimplementasikan. Mereka tak kalah nyengirnya denganku dong. Kemudaian, tau-tau bu Anif bilang “Aku mesakke mbak Endang sesuk piye, ning ngomah kepikiran terus”. Walah, aku jadi kaget plus terharu. Nasibku sampai dipikirkan orang lain juga, mereka peduli banget sama aku, hiks hiks..
Eh, pada bingung ya aku ngomong apa?
Boleh flashback dulu ya, biar nggak ngegantung gini.
Jadi, sekilas penjelasan dari bu retno tadi, mulai tahun ini dan selanjutnya, pelajaran di SD sampai SMA akan berbentuk tematik. Semua mata pelajaran akan terintegrasi. Bisa jadi dalam 1 jam pelajaran, tanpa terasa anak sudah mempelajari Matematika, Bahasa Indonesia sekaligus IPA. Eh, IPA sama IPS bakal dihapus diganti istilah apa gitu. Nggak ngerti aku.. yah, kira-kira begitulah tematik yang aku tahu.
Kurikulum terbaru ini berdampak pada menurunnya jumlah mata pelajaran dan meningkatnya jam pelajaran tertentu dalam 1 minggu. Bahasa Indonesia akan dipelajari 10 jam/minggu. Sedangkan Bahasa Inggris akan digeser dan dipelajari diluar jam mengajar wajib, singkatnya sebutlah ekskul.
Jadi ingat..
Beberapa bulan yang lalu, sewaktu ngobrol dengan pak kepsek, beliau juga menyampaikan wacana bahasa Inggris SD akan dihapus, yang sebenarnya aku sudah tahu lama. Beliau dan pak Karti, kepsek SD Sumberragung 1 yang dekat denganku (eits, don’t be suudzon. He is my uncle’s friend. I consider him as my uncle) khawatir akan nasibku.
Akhir-akhir ini juga rekan sesama guru bahasa Inggris dari SD Sumberragung 2 yang sudah PNS sering sms dan curhat kegalauannya. Ada wacana (dan kayaknya bakal terwujud) kalau bahasa Inggris di SD akan dihapus. Boleh ada, tapi dalam bentuk extrakurikuler. Nah masalahnya, guru PNS dan guru bersertifikasi harus punya jam mengajar sebanyak 24 jam dan bukan extra (correct me if i’m wrong ya). Temenku ini bingung mau gimana lagi. Kalau alih jenjang, pindah ngajar di SMP atau SMA, beliau merasa tidak mampu. Sementara kalau mau menjadi guru kelas, berarti akan menggeser guru kelas non PNS yang ada di sekolahnya. Yah, bingung lah beliau. Sementara aku (untungnya belum PNS jadi tidak terlalu mikirin) tidak bisa banyak kasih masukan.
Tadi ada “rasan-rasan” (bisik-bisik kali ya), guru yang sudah sertifikasi harus diutamakan. Maksudnya, aku bisa dialihkan jadi guru kelas, dengan konsekuensi harus mengeser guru kelas yang baru. Big No No lah kalau harus mengorbankan teman lain. Sudah jelas-jelas punya pekerjaan sebagai guru kelas, masak iya aku musti nge-cut pekerjaan dia.
Memang, sewaktu ibu pengawas ngobrol-ngobrol denganku beberapa waktu lalu, beliau melarangku pindah sekolah selama belum ada kejelasan. Guru bersertifikasi itu tanggungan negara, jadi harusnya negara yang akan mengatur bagaimana nasib “guru” ini. Beliau juga memberikan pandangan kalau guru bahasa Inggris mungkin akan alih jenjang menjadi guru kelas. Itu artinya aku akan diwajibkan bergelar S1 PGSD. That's really not my passion. Saya minatnya di bidang bahasa Inggris, kenapa harus terpaksa berpindah minat hanya demi "uang".
Sebenarnya aku nggak begitu mempermasalahkan nasib “guru” ku ini. Toh, nasib dan rezeki ku sudah ada yang mengatur. Misal, misal ya.. Bahasa Inggris benar-benar harus dihilangkan, selama aku masih boleh kerja di SD aku sudah cukup senang. Tidak masalah kalau tunjangan sertifikasiku di hapus. Tidak masalah juga kalau insentif kabupatenku hilang asal aku masih boleh bekerja disini, dan aku dapat gaji atas kerjaku ini. Kalaupun penghasilanku (boleh pake istilah ini kan ya? ) menurun drastis, yang penting aku bisa mencukupi kebutuhanku tanpa minta pada orang tua. Nggak bisa mengajar di SD pun aku masih bisa mengajar via private course. Itu namanya juga pekerjaan kan ya. Kalo ada yang nawarin jadi sopir taxi pun tak jalani deh.
Mungkin, dengan adanya kebijakan baru ini aku malah bisa mencari pekerjaan yang lain. Kemarin-kemarin mau coba-coba mendaftar CPNS di luar kota tidak berani karena punya tanggungan ngajar di SD. Sekarang, justru ini kesempatanku. Kalau punya pekerjaan di luar SD, bakal mengurangi kekhawatiran guru-guru soal nasibku kali ya.
Bekerja bagiku bukan melulu urusan besar kecilnya gaji. Tapi lebih karena aku bisa membuktikan kalau aku ini mandiri. Lagi pula aku ini perempuan. Bukan kewajibanku menfkahi keluarga (ku kelak, hehe), tapi boleh bekerja selama tidak mengganggu kodratku sebagai perempuan. So, ngapain bingung mikirin bahasa Inggris SD dihapus ato tidak, ngapain bingung jabatanku akan jadi guru atau cuma karyawan biasa? Selama aku masih punya pekerjaan dan selama aku punya penghasilan, why should I be sad?