Jumat, 01 Februari 2013

Upah a.k.a Gaji



Aku paling malas membicarakan gajiku dan gaji orang lain. Hidup terlalu singkat untuk membahas duit. Lagi pula kalau selalu dibahas, aku akan merasa selalu dalam keadaan kekurangan. Syukur-syukur aku dapat gaji yang cukup untuk ukuran single seperti ini. Bahkan kadang aku masih bisa “sok kaya” mentraktir sabun mandi dan odol untuk ibuku.

Kadang aku tak habis pikir, bagaimana seseorang tega membandingkan gajinya dengan orang lain. Iya aku pernah membandingkan gaji guru-guru karena aku seorang pembantu bendahara dan kadang dimintai pendapat bendahara umum tentang gaji guru dan karyawan. Bagiku bertanya dan membahas gaji orang lain itu tidak sopan, tabu malah, jadi aku tidak pernah sengaja membahas ini dihadapan orang yang tidak berkepentingan. Dengan harapan, tidak ada yang melakukan hal serupa terhadap aku. Karena aku tidak suka dan paling malas menanggapi seseorang yang bertanya berapa gajiku. Sekalinya orang lain tahu berapa gajiku, mereka dengan nada nyinyir meremehkan masa depanku dengan gaji yang tak seberapa. Siapa beliau berani mengatur hidup ku? Hidupku sudah diatur oleh Allah. Dan aku bersyukur aku tidak terpengaruh untuk memikirkan berapa gajiku, tapi pahala yang bakal aku dapat.

Uang saku semasa SD
Upah kerja a.k.a gaji adalah penghargaan atas kerja seseorang. Secara agama, gaji ini harus dibayarkan sebelum keringat si pekerja kering. Dalam artian, jangan sampai menunda membayarkan gaji, karena si pekerja membutuhkannya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Kalau gaji pekerja kantoran, asal tiap bulan gaji terbayar cukup sesuai aturan agama lah.

Gaji, in my opinion, wajarnya dibayarkan sesuai keahlian dan tingkat kesulitan kerjanya. Tidak jarang gaji dua orang dengan keahlian yang sama berbeda jumlahnya. Wajar, karena loyalitas juga patut diperhitungkan dalam menentukan jumlah gaji ini. Jadi, jangan mengharapkan gaji yang terlalu tinggi sebelum kamu bisa menunjukkan seberapa pantas kamu dihargai. Bekerja saja belum lama, sudah menuntut gaji tinggi.

Sayangnya, kebanyakan yang terjadi di masa sekarang oleh seorang bukan pekerja keras adalah tidak betah bekerja lama di suatu tempat kerja karena gaji yang didapat tidak sesuai harapan. Beberapa kali aku menemukan kasus seseorang, entah itu pria maupun wanita, berganti-ganti pekerjaan seenak udelnya. Yah, memang bekerja dan memilih pekerjaan itu hak pribadi. Tapi jangan hanya karena gaji sedikit lantas memilih berhenti bekerja. Bekerja kan tidak melulu harus diukur dengan materi. Ada kepuasan tersendiri saat hasil kerja berbuah kesuksesan. Setidaknya lihat diri sendiri dulu. Seberapa pantas kamu digaji tinggi. Setelah itu, bandingkan dengan hasil kerja dan loyalitasmu terhadap perusahaan atau instansimu.

Di sekolah tempatku bekerja, gaji pokokku tidak lebih dari 6 digit. Itu gaji pokok di sekolah, jadi insentif dan tunjangan sertifikasi tidak dihitung ya . Bertahun-tahun lamanya gajiku bertahan di angka itu. Dan 1 tahun yang lalu sekolah memberi kebijakan untuk menaikkan gaji pokok para guru. Bahasanya bukan gaji, tetapi insentif sekolah. Ini terkait dengan dana BOS (andalan sekolah swasta) yang tidak selamanya turun pada waktu yang seharusnya. Kemudian, insentif ini di berikan setelah kami mengadakan rapat dengan Wali Murid dan Dewan Sekolah. Yang menentukan besaran insentif tiap guru pun bukan kami, tapi peserta rapat. Besarnya insentif tergantung pada masa kerja, loyalitas dan tingkat kesulitan kerja dengan tetap memperhitungkan insentif dan tunjangan pemerintah yang sudah di dapatkan tiap guru.

Aku, misalnya, hanya mendapatkan insentif dengan jumlah setengah lebih sedikit daripada insentif guru yang belum bersertifikasi. Guru yang belum bersertifikasi mendapatkan satu bagian utuh. Sedangkan karyawan biasa mendapat insentif  ¾ bagian saja. Lalu bagaimana dengan guru yang baru bekerja dengan masa kerja dibawah 1 tahun? Maaf, tapi beliau sepertinya harus menunjukkan kemampuannya dulu baru menuntut hak insentif ini. Loyalitas terhadap sekolah belum terbukti, kemampuan kerja pun belum terlihat. Sekolah tidak mau mengambil resiko dengan memberikan gaji beliau sama besarnya dengan gaji guru yang lebih lama masa kerjanya. Kecemburuan pasti ada, tapi akan lebih bijaksana kalau menyingkapi kecemburuan ini dengan meningkatkan kemampuan kerjanya saja.

Jika ada yang merasa tidak adil atas kebijakan sekolah ini, sekali lagi, itu hak tiap orang untuk tetap bekerja atau memilih resign di sekolah ini. Bukan sekolah tidak menghargai beliau, tapi mungkin beliau yang belum tahu cara menghargai kami para guru dan karyawan yang jauh lebih lama bekerja disini  cool

0 komentar:

Posting Komentar

Your comment, please. Whether it is good or bad... ^_^

 
Don't Skip Me Blog Design by Ipietoon