Sabtu. Hari yang cukup menyenangkan.
"This is weekend, ending my week of teaching" pikirku.
Harus bangun pagi-pagi karena aku akan mengajar tepat pukul 07.00. Jam pertama sangat tidak menyenangkan bagiku. Mesti ngebut mandi, dandan, plus ngebut naik sepeda sampe sekolah. Cuma nyepeda aja pakai acara ngebut ya, hehe..
Beberapa menit
kemudian, aku sudah sampai di kelas 1A. Ekstra pikiran,
ekstra tenaga dan ekstra semangat yang aku perlukan. Menit-menit pertama, aku
harus bisa menkondisikan muridku agar siap belajar. Anak-anak ini masih
terbiasa main di TK, jadi butuh sesuatu yang menyenangkan untuk mengawali hari
mereka di sekolah. Ujung-ujungnya agar mereka mau berpartisipasi aktif di
kelasku. Jika aku sudah kekurangan ide, biasanya aku hanya perlu senyum lebar
dan bertingkah enerjik. Semuanya kulakukan agar mereka ketularan enerjik. Mauku
sih, hihihi...
Memasuki kelas 1A, aku
sudah disambut anak-anak kecil ini. Mereka menghampiriku dan mencari
perhatianku. Segera aku menyuruh mereka untuk duduk dan mulai berdoa. Namanya
juga anak-anak, berdoa saja harus di awasi. Kadang aku harus menggelitiki
mereka atau pura-pura galak menyuruh mereka duduk menggunakan isyarat tangan.
Usai mereka berdoa,
seperti biasa, aku mengajar mereka ngobrol dulu. Maka dengan antusias mereka
menyahut dan kelas jadi riuh. Salah satu anak menghampiriku di depan kelas.
“Bu, ini surat dari Isal
lho,” kata Pinky sambil menunjukkan secarik kertas berwarna biru padaku.
“Masa? Coba lihat.” Aku
melirik Isal dan mencoba meraih kertas yang di pegang Pinky.
“Nanti bu, aku baca
dulu,” sahut Pinky.
Ia menjauhkan kertas itu dari jangkauanku. Kulihat Isal
hanya tersenyum.
“Bukan kok bu,” selanya
malu-malu.
“Sini, ibu saja yang
baca,” pintaku kemudian.
Selesai membaca kertas
itu, Pinky memberikan kertas tersebut padaku. Kertasnya bekas di sobek dan dilipat
kecil. Di atasnya tertulis “Hai, bu Endang. Dibaca ya.”
Penasaran isinya.
Beberapa kali anak kelas 1 menulis surat padaku, isinya ada yang memujiku, ada
yang minta dibuatkan PR, atau minta ijin ke belakang. Lucu banget cara mereka
mengungkapkan isi hati mereka. Mungkin mereka malu jika harus berbicara
langsung.
Aku tersenyum dan
segera membuka kertas itu. Isal, si anak kelas 1 SD ini menulis begini:
“Bu Endang teremakasih
pelajaran ini asik.”
Sedikit kaget dan
terharu membaca isi tulisannya. Meski tulisannya salah, dan huruf b tertukar
dengan huruf d, tapi aku tidak tertawa. Aku ingin menangis karenanya. Tak
kusangka anak sekecil ini kepikiran menulis seperti ini. Anak kelas 6 saja
belum pernah berterimakasih secara langsung padaku.
Spontan aku teriak.
“Aaaah.... Terimasih, Isal.
Suratnya bagus sekali.”
Aku mendekatinya dan
menyentuh bahunya. Ingin aku peluk, tapi apa kata anak-anak yang lain nantinya.
Aku benar-benar tak menyangka Isal mendengarkan omonganku di awal kelas tadi. Bahkan langsung
menanggapinya dengan tindakan. Tapi aku benar-benar tidak menyangka, anak ini
kreatif. Kelak kamu akan jadi anak yang berhasil. Semoga kreatfitasmu ini bisa mengantarmu menuju kesuksesan. Amin.
Hari ini semangatku
untuk mengajar tumbuh kembali. Di saat aku sedikit bosan mengajar, Allah
mengirim anak ini untuk menegurku. Aku malu pada-Nya telah menyia-nyiakan kesempatan
untuk beribadah. Mengajar, apalagi mengajar anak orang lain, merupakan hal yang
sangat mulia. Dan aku hampir melupakan hal ini.
Alhamdulillah,
terimakasih ya Allah. Kau masih perduli padaku.