Senin, 29 September 2014

Rok Biru Tua

Yay..
Akhirnya setelah sekian bulan tidak memposting yang berlabel sewing, bisa juga ya nulis post ini. Sebenarnya ada beberapa baju yang sudah saya jahit semenjak post jahitan terakhir. Ada seragam batik atasan dan rok untuk  acara perpisahan sekolah bulan Juni kemarin, ada pula baju kutung tanpa lengan untuk di rumah. Sayangnya saya nggak sempat nge-post di mari. 

Dan... menyentuh mesin jahit lagi itu seru banget. Dari kemarin-kemarin, saya merasa tidak punya waktu menjahit seragam. Padahal, rok biru yang sejatinya (halah) dipakai setiap kali mengajar HW (2 kali seminggu) sudah "mbladus" dan nggak layak pakai. Eh, layak sih, wong masih bagus, jahitannya juga masih oke. Cuma ada sebagian warna saja yang berubah warna menjadi agak orange, walah..  

Alhamdulillah.. 
Bersyukur banget, gara-gara bete dan stress merajalela belakangan ini (cieh, curcol ), saya jadi bisa melampiaskannya ke kain biru dongker ini. Pertama-tama saya menggambar desain dan mengukur badan sendiri. Dengan cara begini, memudahkan saya untuk memotong kain tanpa harus membuat pola terlebih dulu.
Desain Awal
Setelah desan jadi, saya pun mulai menggambar pola langsung di atas kain. Begini cara saya meng-abuse si kain.
Hasil melamun selama beberapa waktu
The first is the hardest. Mungkin quote ini yang paling cocok buat saya. Mengawali menjahit itu butuh mood yang oke. Sedangkan saya sedang dalam keadaan stress (Haish, stress kok bangga, hehe...) Mengkira-kira dan memotong kain tanpa pola itu susah buat saya. Kira-kira saya menghabiskan waktu 2 jam untuk membayangkan, menggambar desain, mengukur badan sendiri, menuangkan gambarnya di atas kain dan memotongnya sampai siap dijahit. 

Setelah beberapa jam bergaul dengan mesin jahit, sekitar jam 10 malam akhirnya saya selesai menjahit. Tidak benar-benar selesai sih, tinggal meng-obras saja. Tapi, karena saya belum (pengen punya ) punya mesinnya, maka saya harus cukup puas membiarkan sisa-sisa kain menjuntai tidak rapi. Gemes banget deh. Tapi mau bagaimana lagi 
Stress yang berbuah manis 
Sebenarnya saya pengen bikin tutorial menjahit rok. Tapi siapalah saya, bukan expert, jadi nggak usah saja ya, hehe.. Rok ini memang rangkaian seragam HW, tapi karena kegiatan HW less formal (lagipula saya tidak suka yang berbau-bau resmi) maka  roknya pun jauh dari kata resmi. Rok ini semi A-line tanpa resleting. Ban pinggang depan agak lebar dan berkancing dan bagian pinggang belakang diberi karet.

Hmmm... Sepertinya saya jadi pengen buru-buru melanjutkan menjahit kain yang lain. Kain yang ini itu masih teronggok di tas jahit. Moga-moga besok ada waktu lebih lagi untuk menjahit lagi ya. Aamiin..

Jumat, 26 September 2014

Teaching Booster

Sore kemarin, saya agak malas-malasan mengajar private. Kadang-kadang, kalau malasnya kumat, saya meng-cancel les dan menggantinya di hari lain. Murid saya sore itu adalah siswa kelas 1 yang minta ditemeni belajar baca tulis. Haduh.. jujur saya tidak terlalu bisa mengajari baca tulis. Tapi apa daya, Fitri maunya belajar sama saya. Saya sudah kenal bocah ini dari tahun lalu, saat saya mengajar kakak sepupunya. Dari dulu dya antusias pengen belajar, eh, ato cuma pengen ketemu saya saja ya  *ge-er

Di antara kemalasan saya, bocah ini memberi saya satu alasan agar saya berpikir 1000x lagi untuk meng-cancel les. Kemarin dya bercerita, dengan bahasa jawa medhoknya:
Fitri : "Mbak, aku mau bengi ora iso turu lho"
Aku : "Lha ngopo?"
Fitri : "Lha kelingan nek sesuk arep les karo mbak Endang"
Aku : *kaget, pengen ge-er, tapi kok lebay 
Maunya pasang muka marah, tapi nggak bisa, hihihi
Saya sering gemes setiap kali mengajar Fitri. Celotehnya kadang membuatku marah sekaligus tertawa. Seperti saat minggu lalu saya menaikkan nada suara untuk memintanya fokus belajar, dya dengan muka lempeng ngomong "Sik sabar yo mbak". 
Tawa saya meledak seketika itu juga. She slap me on my face. Saya diingatkan untuk sabar oleh Fitri, jadi malu   
Saya pun membalasnya sambil ngelus dada, "Iyo fit, mbak Endang ket wingi sabaaaaar" 
Fiuuh..

Saya jadi teringat dengan satu murid saya yang sudah saya ajar semenjak dya kelas 1 sampai sekarang dya kelas 5. Dulu, saya begitu entengnya meng-cancel les. Sampai suatu hari (saat si anak masih kelas 2), ibu dan neneknya bercerita kalau bocah ini menangis saat saya tidak bisa datang mengajar. Speechless.. saya benar-benar hanya bisa senyum saat itu. My bad... punya penyakit kok "malas".

Memang saya akui, kedekatan antara murid, keluarga murid dan guru itu penting. Bisa dibilang saya sendiri merasa sangat dekat dengan dua bocah tadi. Mereka memberiku suntikan semangat untuk lebih rajin lagi mengajar  . Minimal, lebih rajin mengajar mereka . Muridnya saja semangat belajar, masak gurunya nggak semangat sih? 

Sedikit demi sedikit saya meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya berangkat mengajar karena ada yang membutuhkan ilmu yang saya punya. Setahu saya, ilmu yang saya tularkan nanti akan membawa saya masuk surga. Selama.. murid-murid saya mengamalkan ilmu yang saya ajarkan. Syukur-syukur bisa mem-forward ilmunya ke orang lain lagi.

Bismillah... Nggak mau kalah sama syetan malas. Apapun pekerjaannya, sebelum mulai perlu diniatkan karena ibadah deh..
 
Don't Skip Me Blog Design by Ipietoon