Sabtu, 31 Januari 2015

Menjadi Korban si Nyamuk


Alkisah..
Jumat minggu yang lalu aku merasa badanku tak karuan. Nyeri di punggung tembus ke dada. Bukan dada sih, tepatnya dibagian bawah cekungan leher (eh, itu masuk dada bukan ya). Gerak sedikit saja sakitnya ampun-ampunan. Seperti mau rontok dada ini. Efeknya, saya jadi susah gerak, pengennya tiduran dan tiduran. Malamnya, badan saya makin panas, pusing, mual dan badan semakin sakiiiit. Nafas sih masih normal, tapi.. ya begitulah rasanya. Sudah di keroki (obat e wong ndeso) ibu, tapi nggak ngaruh. 

Alhamdulillah, melihat kenyataan bahwa saya memang terkapar tak berdaya menahan sakit, bapak dengan sigap membawa peralatan tempur untuk memijat saya. Beliau memijat saya dari ujung kaki sampe kepala. Sebenernya pagi sebelum berangkat skolah juga sudah memijat bahu saya seadanya. Tapi sakitnya cuma berkurang sedikiiit. Nah, pijatan malam ini nih yang paling mantab. Badan saya jadi lumayan enteng. Panas badan tetep, tapi pegel dan nyerinya berkurang. Bapak bilang ini ada urusannya sama lambung juga. Iya, bapaku memang bisa meramal penyakit, lewat pijatan tentunya, hihihihi

Malam berikutnya, saya baru pergi ke dokter. Bukan apa-apa, tapi melihat badan saya adem panas nggak hilang-hilang, khawatir juga dengan keadaan saya. Masak iya mau berhari-hari lemes gak bisa beraktifitas normal. Paling tidak kalo ke dokter jadi tahu keadaan saya bagaimana. Sayangnya, dokter di IGD kurang bersahabat sama saya. Irit ngomong, padahal saya sudah tanya saya sakit apa, bahkan tanpa disuruh pun saya cerita keluhan saya. Setelah saya desak-desak (padahal ruang IGD longgar lho), dokter cuma bilang "lambungnya" tak lama setelah saya ngoceh, dia ngomong lagi "iya, pegel2 kan?". Udah.. lah.. *palmface

Hari berganti, saya perhatikan, badan saya seperti menghitam. Muka saya boook.. kayak habis main di sawah seharian. Temen-temen nyadar juga kalo saya sakit. Wong muka lemes dan itemnya masih keliatan. Soon saya sadar bahwa itu karena sekujur badan saya muncul bercak merah. Bukan bercak yang mirip DB, tapi mirip penyakit grabagen. Gatel minta ampun, tapi saya tahan untuk tidak menggaruk dibagian muka. Kalo bagian lain, hajar bleh, hehehe

Hampir 1 minggu sakit, saya hanya mbatin kenapa badan masih adem panas, muncul merah-merah dibadan yang gatel, benjol (sebesar kelereng) di daerah leher dan lipatan-lipatan tubuh, rasa lemes dan pengennya tiduran terus. Setelah ngobrol-ngobrol dengan penderita yang sama (mbaku, ibuku, temanku) barulah saya tahu bahwa penyakit saya ini bukan semata sakit lambung. Tapi chikungunya.. olala.. 

Sumber Nyamuk

Kemana pak dokter kemarin ya? Dia tahu penyakit saya, tapi tidak memberitahukan penyakit ini. Saya, pasien, kan punya hak untuk tahu penyakit yang di derita, ckckckck
Chikungunya berasal dari bahasa Swahili, berdasarkan gejala pada penderita yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung, ini mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia). Nyeri sendi ini menurut lembar data keselamatan (MSDS) Kantor Keamanan Laboratorium Kanada, terutama terjadi pada lutut, pergelangan kaki serta persendian tangan dan kaki. Selain kasus demam berdarah yang merebak di sejumlah wilayah Indonesia, masyarakat direpotkan pula dengan kasus chikungunya. Gejala penyakit ini termasuk demam mendadak yang mencapai 39 derajat celsius, nyeri pada persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit. Terdapat juga sakit kepala, conjunctival injection dan sedikit fotofobia. -- Wikipedia --
Pengalaman menjadi korban nyamuk Aides Aigepty ini pengalaman yang sangat berharga bagi saya. Disyukuri saja lah penyakit ini,bersabar sambil garuk-garuk badan. Paling tidak lain kali saya bisa mengedukasi penderita Chikungunya lain bahwa penyakit ini tidak berbahaya, dan tanda-tanda yang seperti saya alami itu normal. 
Bismillah.. semoga sakit saya ini menghapus dosa-dosa saya di masa lalu. Aamin..

Jumat, 16 Januari 2015

Menjahit Celana Santai


Minggu kemarin saya dan teman jalan-jalan ke Sunmor UGM. Disana saya lihat banyak celana pendek dengan harga miring, 25 ribu sajah ibuk-ibuk. Memangnya segitu gampangnya ya jahit celana, sampai-sampai boxer harga segitu saja penjual dan penjahit sudah dapat untung. Padahal, kalo ibu menjahitkan celana panjang untuk saya, pasti ada saja yang nggak pas. Pokoknya nggak nyaman dipakai. Jadi asumsi saya, menjahit celana itu susah. Karena itulah saya dari dulu bertekad pengen bisa menjahit celana. Tantangan bagi saya nih..

Untuk awalan, nggak perlu lah saya belajar bikin pola, kan bisa menjiplak celana yang sudah nggak terpakai. Tapi, saya memilih mendownload pola celana dari craftpassion, lalu diprint terus disambung jadi pola celana. Kebetulan, di web tersebut, ada tutorial menjahitnya lengkap dengan foto-foto prosesnya. Nah, karena saya ini makhluk visual (bilang saja nggak pinter baca bahasa tulisan ), jadi saya hanya melihat foto-foto tersebut untuk mempelajari step-step menjahitnya. 
Print and cut the pattern
Selesai pola disambung, saya memotong pola tersebut sesuai garis potongnya kemudian memindahkannya ke atas kain. Pola ini sudah dilebihkan sekitar 1cm jadi saya benar-benar memotong kainnya sesuai pola.
Draw and cut the fabric
Untuk mendapatkan celana dengan jahitan yang rapih (maklum, saya kurang bisa menjahit dengan rapi), pada bagian jahitan yang agak susah, saya menjahitnya dengan tangan dulu. Tidak perlu menjahitnya dengan benar, toh bakal dijahit ulang dengan mesin. Keliatan kan jarak jahitan soom-nya panjang-panjang itu.
Sew the fabric
Setengah hari menjahit, kira-kira beginilah hasil jahitan saya. 
The shorts is ready
Bagaimana bagaimana?
Jangan dilihat motifnya ya. Asli saya beli kain ini di toko kain bukan hasil motong kain sarung.
Celana ini mempunyai empat kantong. Dua kantong di depan dan dua kantong di belakang. Sebenarnya kantong-kantog ini kurang berfungsi karena hanya akan dipakai di dalam rumah saja, tapi nggak ada salahnya menjahit celana full aksesoris. Siapa tahu saya jadi kepikiran memproduksi celana yang banyak lalu dijual ke toko-toko, hehe

Oh iya, karena tadi judulnya pengen tahu apakah 25rb untuk harga celana pendek itu worthy, jadi kayaknya saya perlu menjembrengkan berapa biaya yang saya habiskan untuk membuat boxer ini.
  • Kain katun Rp. 10.000  (kain 0.33kg seharga 29rb, bisa untuk 3 celana)
  • Benang Rp. 1.000
  • Kolor 50cm Rp. 1.200
Total Biaya Rp. 12.200

Tetep ya, lebih murah jauh dari yang dijual di sunmor. Kalo saya jual dengan harga 20rb, jasa jahitku dihargai Rp. 7.800 (murah banget ya). Kasihan penjahitnya dong. Untung saya produksi celana ini untuk dipakai sendiri. Jadi seneng-seneng aja sih jahitnya 

Kamis, 15 Januari 2015

From Sprei to Gorden Part 2


Hai..
Hari ini saya masih akan memposting yang berbau jahit-mejahit. Mood saya untuk menyentuh mesin jahit ternyata tidak berhenti di awal tahun saja lho. Saya masih bersemangat menjahit sampai hari ini. Senangnya.. 

Ditambah lagi Apip, yang baru pindahan rumah, meminta saya untuk menjahitkan gorden. Dengan senang hati saya menyanggupi. Apalah susahnya menjahit gorden. Tanpa pola pun saya bisa langsung memotong kain sesuai keinginan. Saya hanya perlu mengukur bingkai jendela dan jumlah jendela yang ada di rumah Apip.

Nah, saya menyarankan Apip untuk membeli kain sprei saja agar lebih irit. Saya hanya tinggal menyediakan velcro sebagai bahan tambahan. Bingkai jendela rumah apip berukuran sekitar 85cm x 150cm sejumlah 4 buah. Dengan estimasi lebar kain sprei 2m, maka Apip perlu membeli kain sprei sepanjang 4m saja.
Desain Gordennya
Pertama, saya menggambar desain godennya. Gorden ini terdiri dari 3 bagian yaitu, badan gorden, rumbai dan tali berperekat velcro. Setelah selesai menggambar desain, saya segera mengeksekusi kain ini. Saya membentangkan kain dan melipatnya menjadi empat (karena saya akan membuat 4 buah gorden). Setelah menentukan kain bagian mana yang akan saya gunakan sebagai badan gorden, saya kemudian memotongnya selebar 176cm, sehingga saya mendapatkan kain dengan ukuran 176cm x 4m. Sisa kain sprei saya gunakan sebagai tali dan rumbai gorden. Satu gorden terdiri dari 9 buah tali, dengan ukuran @10cm x 20cm. Rumbai gordennya saya buat dengan lebar 17cm, dengan panjang menyesuaikan.
Potong kain sesuai desain
Tahap selanjutnya adalah tahap penjahitan. Saya lebih suka menjahit tali gorden bagian atas terlebih dahulu. Saya tidak terlalu suka jika harus sebentar-bentar memotong benang jahit. Karena itulah saya menjahitnya sambung menyambung untuk menghemat waktu. Tak lupa salah satu ujung tali ini diberi velcro.
Jahit bagian tali gorden
Tali yang sudah setengah jadi saya sisihkan. Saya selanjutnya menjahit badan gorden dengan cara melipat sisi-sisi kain. Sebenarnya ada sepatu jahit khusus untuk melipat sisi kain. Namun, karena saya belum menemukan hemming foot yang cocok untuk mesin vintage, maka saya harus rela melipat kain secara manual. Bagian atas gorden sengaja tidak dilipat karena akan dijahit bareng rumbai dan tali gorden.
Jahit badan gorden
Setelah dua hari menjahit, akhirnya, tadaaaaaa..
Selesai sudah gorden pesanan Apip. Cakep kan? Apalagi kalo pinter milih motif kain spreinya. Saya mencobanya di jendela ruang tamu saya untuk memastikan gorden ini enak dipandang mata. Ehm.. sebenarnya sekalian biar bisa foto-foto juga sih, hihihihi
Gorden siap dipajang
Secara keselurahan, gorden ini menghabiskan biaya sekitar 60rb (sudah termasuk velcro) saja. Bayangkan jika harus membeli di Sunmor UGM, harga segitu belum dapet 4 gorden lho. 

Jadi, gimana? Masih tetap pengen beli gorden di Sunmor atau milih jahit sendiri? Hayo, coba dipikir-pikir dulu..

Senin, 12 Januari 2015

Sewing Wishlist


Salam.. Back to me again..

Kali ini saya sedang ingin menulis Wishlist saya di tahun 2015. Sebenernya saya tidak suka menuliskan wishlist ke dunia maya, takut ada yang baca trus bantuin mewujudkan, hihihi.. *padahal ngarep

Wishlist yang mau saya tulis ini berkaitan dengan hobby jahit menjahit saja. Tema yang lainnya biar saya dan Allah saja yang tahu, hehe..
  1. Pengen jahit tas dari kain kanvas, kembaran sama duo ponakan centil.
  2. Pengen jahit Face Cover alias masker muka yang banyak, jadi tiap tas dikasi face cover masing-masing.
  3. Pengen bisa jahit celana, udah nyicil download pattern-nya. (sudah terwujud)
  4. Pengen beli spidol kain "Giotto" yang 6 warna aja deh, buat ngegambar tas / kaos biar gak lugu-lugu amat (red: polos).
  5. Pengen punya sepatu mesin yang lengkap tapi minimal ruffle ato hemming foot dulu (udah dapet heeming foot tapi belum pinter pakenya)
  6. Pengen bikin (ato beli kalo murah) lampu untuk mesin jahit.
  7. Pengen punya mesin obras second yang mureh-mureh deh. Ada yang mau nyupport? Hihihi..

Sampun.. untuk sementara itu dulu wishlist saya. Moga-moga benar-benar bisa saya wujudkan di tahun ini. Aamiin..

Senin, 05 Januari 2015

Tote Bag - Kantong Ajaib


Holaaaaa..
Tahun 2015 nih. 
Selamat Tahun Baru. Selamat ganti kalender baru juga..

Di libur tahun baru sekaligus liburan sekolah ini saya agak kurang senang karena tidak menghasilkan sesuatu. Karena itulah di penghujung liburan, tepatnya kemarin Ahad, saya punya resolusi yang nggak muluk-muluk. Resolusi pertama saya adalah... eng ing eng... menyentuh mesin jahit lagi

Saya hampir lupa kapan terakhir kali saya menjahit. Selain karena nggak sempat, dua mesin jahit juga sedang rewel. Mesin butterfly yang vintange (mo bilang jadul kok nggak tega), masih sering nyetrum, apalagi tangan dan kaki saya kerap berair (a.k.a berkeringat). Sedang mesin Juki, roda mesinnya macet cet. Saya tidak tahu harus kemana mencari tukang servis mesin jahit. Jadi saya ikhlas memakai mesin vintage dengan banyak kekurangannya. Maklum deh ya, sudah sepuh..

Projek saya kali ini ialah membuat Tote Bag. Idenya muncul saat hari sabtu kemarin saya jalan-jalan ke Galeria, saya tertarik dengan tote bag yang dijual di toko aksesoris. Simpel dan bagus. Cuma sayang, tidak ada resletingnya. Karena itulah saat Ahad kemarin saya tidak kemana-mana, saya memutuskan menjahit Tote Bag sendiri. Begini penampakannya..
Tote Bag dan Model wannabe-nya
Tas yang saya mau yang banyak kantong di dalamnya. Saya sering kesel harus mengaduk-aduk isi tas demi mencari kunci motor. Suka keselip-selip diantara barang-barang di dalam tas gitu.
Bagian dalam tas banyak kantongnya
Untuk memulainya, saya terlebih dahulu menggambar desain tas yang saya inginkan, sekaligus menuliskan ukurannya. Tak lupa saya gambar juga ukuran tali tas, kantong bahkan brisban-nya. Hal ini sangat penting karena akan mempercepat proses menjahit.
Desain dan sebagian bahan
Tahap selanjutnya, saya memindahkan gambar desain ke atas kain yang saya inginkan dan memotongnya. Detil potongannya ada banyak ya..
Memotong kain sesuai pola
Kemudian, saya menyambung kain luar tas dengan teknik tindas. Eh, ada nggak sih teknik ini? hehe.. Saya menyebutnya begitu karena jahitannya saya tindas dengan jahitan lagi agar terlihat rapi.
Menyambung outer tas
Next, saya meletakkan kain keras di belakang kain tersebut, kemudian menyetrikanya. Kain keras yang saya pakai yang ada lemnya, jadi dengan disetrika kain keras akan menempel pada kain dan tidak akan bergeser saat dijahit. Mumpung setrika masih panas, saya juga menyetrika tali dan brisbannya. Saya membuat lipatan-lipatan yang saya perlukan. Lipatan ini nantinya akan membantu saya menentukan letak benang jahitan.
Proses pengeleman
Setelah semua selesai di setrika, proses menjahit kemudian benar-benar dimulai. Saya mulai dengan menjahit kantong-kantong ajaib di dalam tas. Kantong ini saya jahit membujur. Dibagian atas, kantong terdiri dari 3 sekat, dan dibagian bawah terdiri dari 2 sekat. Sesudahnya, saya menyatukan puring tersebut agar mendapatkan kantong yang lebih besar lagi, yakni kantong utama. Tak lupa saya jahit resleting di puring. Puring yang sudah jadi saya sisihkan. Saya kemudian fokus menjahit tas bagian luar lengkap dengan talinya. Lalu, tas luar dan puring saya jahit menyatu di bagian atas.
Menjahit kantong
Nah, selesai menjahit semuanya, tinggallah yang terakhir menjahit brisban untuk menutupi sisa kain bagian atas yang tidak rapi. Pada bagian ini, kebetulan sekali mesinku makin rewel, tidak mau menggigit benang bahkan benangnya jadi gampang putus. Asumsi ibu, nomor jarum tidak sesuai dengan kain. Kumpulan dari sisa-sisa kain-nya terlalu tebal sih. Karena itulah saya memilih menjahitnya dengan tangan. Jahitannya nggak yang rapi-rapi amat sih, tapi tidak apa, karena bagian ini nanti akan tersembunyi. Pada saat-saat tertentu saya memang lebih suka menjahit dengan tangan. Lebih santai, bisa sambil menonton TV atau sambil tiduran. Asli tadi siang saya menjahit brisban ini sambil tiduran big grin
Jahitan tanganku
Setelah tahap jahitan brisban selesai, maka selesai pulalah tugas menjahit saya. Seneng banget punya hasil karya murah tapi berguna. Iya, saya memang kepengen  beli tas untuk jalan-jalan, tapi belum nemu yang pas di kantong. Jiwa ngirit tapi bukan pelitnya lagi nongol je. Tas ini, tentu, harganya jauh lebih murah dari yang dijual di toko. Kalo saya hitung-hitung, secara kasar, bahan  yang saya beli berikut yang tersedia di rumah, saya hanya akan menghabiskan uang sebesar:

Kain katun jepang 1/2 meter Rp. 11.500
Kain katun polos 10 cm Rp 4.000
Kain blacu 50 cm x 1 meter Rp. 5.000
Kain keras 1/2 meter Rp. 8.500
Resleting Rp 1.800
Benang Rp. 1.500
Total Rp. 32.300

Lebih murah daripada membeli di toko kan? Makanya, jahit sendiri aja yuuuuk thumbs up
 
Don't Skip Me Blog Design by Ipietoon