Selasa, 27 Agustus 2013

Handmade - Kalep Jam tangan

Jam tangankuhhhh..............

Aku menjerit dalam hati, eh salah, beneran menjerit (tapi jeritan tertahan) saat tali jamku copot sebelah. Ini satu-satunya jam tangan yang tahan air, dan satu-satunya jam tangan pemberian. Yak, betul. Ini pemberian dari istri guruku yang abstrak tesisnya aku translate.

Jam tangan ini, kata Indri, kalepnya susah dicari. Kalaupun ada, kalepnya asli dengan harga 75 ribu ke atas. Mahal? Iya lah, biasanya beli kalep nggak lebih dari 25ribu euy. Bener-bener dilema deh. Jam tangannya masih bagus, tapi belum rela beli kalep  mahal, hehe.. *pelit dot com 

Setelah beberapa lama teronggok di kamar, akhirnya suatu hari terlintas di pikiranku untuk membuat handmade watch strap. Kan lagi model tuh, strap yang bisa di gonta ganti sesuai warna baju. Jadi, kenapa nggak aku tiru juga?! Perca kain batik di rumah ada banyak, jadi bisa bikin beberapa motif dan tinggal comot strap yang motifnya sama dengan motif bajuku 

So, here is the story...... (Yeah, I like the word "story")
Material
Bahan yang digunakan:
# 2 Kain keras  (masing-masing berukuran 1,3 x 20 cm)
# 1 Kain batik 4 x 22,5 cm
# 1 Kain keras 0,7 x 4,5 cm untuk sabuk kalep eh, apa ya istilahnya?? )
# 1 Kain batik 1,7 x 6 cm
# 2 Gantungan Metal (atau kepala jam)
# Benang jahit

Alat:
# Jarum jahit
# Setrika

My Handmade Batik Strap
Langkah-langkah:
1.  Ambil kain batik lipat 1 sisi ke dalam untuk tempat menjahit, kemudian setrika.
2.  Letakkan kain keras di tengah kain.
3.  Bungkus kain keras dengan kain batik, dengan sisi lipatan di atas.
4.  Atur dan setrika kain hingga terlihat rapi.
5.  Jahit sisi lipatan kain dengan teknik tusuk jelujur.
6.  Pasang gantungan metal di ujung satunya.
7   Lakukan hal yang sama untuk sabuk kalep.
8.  Jahit ujung-ujungnya hingga terbentuk lingkaran.
9.  Selesai

Sudah nggak sabar pengen "nganyari" jam tanganku, aye....... 

Photoshop dan Penjaga Rental

Suatu hari Selasa yang terik minta ampun, aku dan Indri berkelana mencari kios  percetakan foto.  

What's the story behind? 
Kami   sedang, eh, akan mengurus SKCK dan diharuskan membawa foto 4x6 dengan background merah. Sebenarnya kami sudah dengan pede-nya datang ke Polsek dengan membawa foto ber-background biru, tapi sukses ditolak, hahaha.. 

Untung kami sudah sedia payung sebelum hujan, membawa file foto meski masih backgroudnya biru. Tak perlu berlama-lama, kami segera meluncur ke rental komputer tak jauh dari Polsek. Di kios dengan  papan bertulis B*LA KOMPUTER dan CETAK FOTO DIGITAL kami melangkah masuk. 

Indri      : "Mas, mau cetak foto"
Penjaga : "Oh, iya mbak. Mana filenya?"
Indri      : "Ini. Tapi backgroundnya masih biru, diganti merah ya."
Penjaga : "Aduh, saya gak bisa kalo suruh ganti background"

Gubrakkkkk
Itu gubrak yang pertama ternyata.
Rasanya pengen bilang sama si mas penjaga rental
"Ngapain pasang papan CETAK FOTO kalo ngedit foto aja gak bisa?!"

Untung kami cukup sabar dan sopan untuk menahan emosi, halah.. 
Oh iya, dan untung kami terbiasa bergaul dengan Photoshop dan CorelDraw, hehe

Nah, ternyata cerita masih berlanjut. Saat Indri mulai mengedit foto dan memindahkannya di Corel untuk kemudian di bentuk sesuai ukuran 4x6, si mas penjaga rental berkata
Penjaga : "Kok pake Corel?"
Indri      : "Lha emangnya pake apa?"
Penjaga : "Biasanya aku pake Word mbak"

Gubrakkkk
Ini dya gubrak keduanya.
Aku dan Indri saling pandang-pandangan. Terus gimana cara mengatur ukuran pas fotonya dong? Masak iya fotonya ditarik ke kanan kiri. Bisa tiba-tiba chubby dong pipiku . Ah, manual sekali si mas ini. Kemudian Indri kembali menatap layar PC.  
"Yo sik yo mas, tak lakukan sesuai caraku wae. Aku biasane pake Corel"

Our opinion, at the end, kayaknya si mas penjaga rental bener-bener cuma bisa ngetik dan ngeprint foto pake Word. In other words, dya cuma bisa pake Word (apaseh). Hmmm.... 

Belajar Photoshop dan Corel itu gak sulit lho. Aku bisa men-touch up foto dengan Photoshop dan mem-power clip foto di Corel hanya dengan belajar dari Internet. Coba deh tanya pada mbah gugel, semua pelajaran dari bercocok tanam sampe bergaul dengan PC semuanya ada disana. What more you need? Tinggal ketik dan tadaaaaaa.. Silahkan pilih link yang kamu suka. Dengan catatan, nggak ada kata MALES untuk belajar.

If you have no time to surf, intip nih cara singkat mengganti background foto. Contohnya sengaja bukan pasfotoku 
1.  Buka foto dengan Adobe Photoshop
2.  Double klik file Background di pojok kanan bawah,
     Ketika muncul New Layer, klik OK
 
3.  Pilih Magic Wand di toolbar sebelah kanan atas. Klik di area background.
 
 4.  Pilih Paint Bucket dan warna yang diinginkan. Klik di area background.

5.  Selesai....

Mudah bukan? Ini  baru cara singkat lho, jadi jangan langsung buka kios Cetak Foto kalo cuma bisa mengganti background foto. Masih ada banyak cara untuk mengedit foto atau mengatur foto agar bisa di cetak se-ukuran pas foto.  Yah, pokoknya keep learning ya 

Jumat, 23 Agustus 2013

From Sprei to Gorden


Sudah lama sebenarnya pengen punya gorden untuk menutup jendela di ruang tamu. Bentuk jendela yang panjang dan berjejer membuat ruang tamu seperti aquarium. Niatnya pengen bikin gorden sendiri dengan warna yang sesuai dengan cat tembok. Setelah mengukur bingkai jendela, maka meluncurlah ke toko kain. Eh tapi, setelah sampai di lokasi, sambil memegang hape as kalkulator, kok ya eman-eman punya kain bagus buat dijadikan gorden. Maka saat ada papan bertulis "SPREI 12.000", aku iseng memilah milih sprei yang kira-kira bisa dijadikan gorden .

Atas bantuan SPG, pulanglah aku dengan membawa kain seprei selebar 2 meter sepanjang 4 meter dengan harga 48 rebu saja. Tentunya saat si SPG bertanya "kok banyak amat mbak? Sekalian sarung bantal sama gulingnya ya?", aku hanya senyum-senyum. Tentulah, masak iya aku jawab "bukan, buat gorden mbak". Malu dooooong...

 That was the history, and here's the story.
Membuat gorden cukup simple, apalagi kalau jendelanya memiliki bentuk pasti, semisal persegi atau persegi panjang. Untuk gorden jendela ukuran kira-kira 85 cm x 143 cm, aku cukup memotong kain dengan 100 cm x 150 cm.Tepian kain dilipat seperlunya kemudian ditambahkan tali berperekat (velcro) dibagian atasnya. Setiap 1 piece gorden, diperlukan 5 tali dan 5 pieces velcro
The making of "Gorden"
Begini nih bentuk jendela before dan after dihias dengan gorden. Rel gorden menggunakan sisa rel jaman bahuleak.
The New Look
Setelah gorden terpasang rapi, kain seprei tersisa 50cm x 3,5m (note: setelah dipotong untung tali). Sayang kalau sisa kain dibuang. Tapi, karena motifnya beda sangat dengan motif yang digorden jadi tidak bisa dipakai untuk hiasan gorden. Setelah dipikir-pikir, tidak ada salahnya punya rok dari bahan sprei 
Dan jadilah tiga rok pendek berkolor di pinggang dengan ukuran berbeda: 1 dewasa (untukku), 1 ukuran anak SD (untuk Fia), dan 1 ukuran anak TK (untuk Naura). Demi kenyamanan bersama, hanya foto Naura yang layak dipajang, hehehe 
Preman berhati cengeng nih
Maafkan atas ketidaksiapan foto model, baik penampilan maupun expresinya. Tadinya aku dan Naura foto berdua dengan rok yang kembar. Tapi, sepertinya hanya Naura yang lulus sensor, hihihi 

Eits, what did I do?!
Niatnya kan mau memajang from sprei to gorden-ku. Kok malah jadi curcol. 
In conclusion, membuat gorden bisa dengan kain apa saja. Tinggal pinter2nya (oh, jadi aku pinter ya?) si tukang jahit memilih motif kain  saja. Sekian dan see ya..  


Sabtu, 10 Agustus 2013

Jangan Jadi Guru yang Money Oriented

Bekerja di sekolah itu pilihan. 
Pilihan untuk mengabdikan hidupnya demi mencerdaskan anak bangsa. Memilih untuk menguras tenaga dan pikirannya demi kepentingan anak-anak yang bahkan bukan hanya anaknya sendiri. Tidak salah jika banyak yang menggunakan istilah "pahlawan" untuk menyebut guru. Bukan karena guru menjadi penolong di setiap kesulitan, tapi karena guru layaknya pahlawan dalam perang yang berjuang agar masyarakat menjadi lebih cerdas dan beradab guna melawan kebodohan yang menyengsarakan.

Selayaknya pahlawan, guru sewajarnya ikhlas dan tidak mengharap pamrih apapun untuk tugasnya. Namun, pemerintah dan sekolah memiliki cara masing-masing untuk menghargai jasa guru. Bahkan seorang guru private pun diberikan penghargaan oleh orang tua wali berupa gaji. Seperti yang sudah diketahui khalayak umum, gaji seorang guru tidak seberapa dibanding gaji pegawai behind the desk. Bahkan rata-rata gaji seorang guru tidak tetap (non - PNS) cuma 10-50% gaji guru PNS. Dengan gaji yang dibilang pas-pas an ini, seorang guru masih tetap semangat mengajar para anak didiknya.

Sayangnya sebagian guru dan karyawan di sekolah masih menghitung "jasa" yang diberikannya dengan rupiah. Di sekolah negeri, pada umumnya, guru berlomba menghitung berapa jam dya mengajar di luar jam pelajaran, berapa lembar jawab yang telah di koreksi, berapa besar tenaga yang tercurah selama menjadi panitia suatu acara di sekolah. Kemudian, hitungan-hitungan itu dikalkulasikan dan di kurskan dalam bentuk rupiah. Sebagian guru dan karyawan menuntut hak mereka dengan tidak tahu malunya. Tanpa ampun menyindir ato bahkan mencecar bendahara sekolah yang belum mengucurkan uang lelahnya. Yah, seharusnya guru, karyawan dan bendahara sama-sama tahu lah. Ibaratnya keluarga miskin, tak mungkin kan kita meminta uang jajan sementara orang tua sedang pusing memikirkan cara menanak nasi tanpa beras. Tapi sebaliknya, ibarat keluarga kaya, tak mungkin pula orang tua membiarkan anaknya kelaparan sedangkan nasi lauk pauk tersedia di meja makan.

Di sekolah saya misalnya, dana BOS yang diterima benar-benar digunakan untuk menggaji guru/karyawan dan menutup kebutuhan siswa (let's say, fotokopi worksheet yang tiap guru menghabiskan 4 - 6 ribu per kelas per mata pelajaran). Lalu apa kabar dengan uang UKM (uang kebaktian murid) yang tiap bulan rutin dibayarkan siswa? Aah, jangan ditanyakan besarnya karena jumlahnya tak seberapa. Dana itu untuk membiayai kegiatan sekolah lain yang tidak tercover BOS. Murid-murid kami dari golongan menengah ke bawah. Maka ukm yang terkumpul tidak lebih banyak dari 6juta/bulan. Andai saja para guru ditempat kami menghitung waktu lembur, waktu mengkoreksi dan waktu les dengan hitungan pasti sesuai ketetapan pemerintah, maka sekolah kami mungkin akan jatuh miskin. Dari mana sekolah bisa membayar uang lelah itu? Tak mungkin sekolah membebankannya kepada murid-murid. Sedangkan tidak sedkit dari mereka yang menunggak ukm.

Beberapa kasus yang saya dengar, justru sekolah-sekolah berpotensi terjadi perpecahan antar guru. Siapakah biang keladinya? Tak lain tak bukan adalah "uang". Hanya karena uang dan gengsi, maka terciptalah gap antara GTT/PTT dan PNS di sekolah-sekolah tertentu. Ambillah contoh, saat guru GTT/PTT menerima tunjangan yang nilainya cuma 10% dari gaji PNS sebulan, maka akan terjadi perang dingin antara kedua grup tersebut hanya karena para GTT/PTT tidak berbagi dengan guru PNS. Lalu, apakah saat guru PNS menerima gaji ke-13 para GTT/PTT meminta bagian? Oh tidak.. Kami para GTT/PTT sudah terbiasa "nrimo". Benarkah "nrimo"?

Ambillah contoh saat saya bergabung di Grup Operator sekolah. Banyak info yang sangat membantu disana. Tapi suatu saat saya menemukan satu member di Grup itu (membernya either guru ato TU) yang mengupload file persetujuan guru untuk membayar operator. Oke, operator (termasuk saya) dibayar juga boleh karena memang ada juknisnya. Tapi mata saya terbelalak saat membaca isi draft persetujuan tersebut. Tak tanggung-tanggung, GTT wajib membayar 50rb dan PNS sebesar 200-250 ribu kepada operator. Kalo di sekolahku ada 5 PNS dan 17 GTT dan PTT, maka saya akan mendapatkan 1 juta 850 ribu rupiah sekali mengisi data. Gilak!!!

Saat itu, panas ada di ubun-ubun. Maka saya tanggapi statusnya dengan kritikan dan leave the page as soon as possible. Aku nggak habis pikir kenapa ada orang yang money oriented seperti itu. Tunjukkan loyalitas untuk sekolah dan jangan banyak menuntut. Sekolah bisa saja membayar jasanya (since my principal offered it too, but we refused it). Silahkan kalau sekolah atau PTK berkenan membayar jasa si operator. Tapi I never like begging the money for any reason. Mengemis itu bukan sifatku. For me, kalau tidak mau kerja dengan bayaran sedikit, simply leave your school, find another job! Never ever dream of earning much much much money in the school. We (baca: school teachers and staffs) suppose working at school for the sake of students' quality.

Jadi, anda termasuk guru atau staff  yang money oriented ato bukan?
 
Don't Skip Me Blog Design by Ipietoon