Rabu, 23 Juli 2014

Being Bossy Via "Klakson"


Klakson.. Iya klakson..
Seberapa sering kamu memencet tombol klakson?
Skuter ini ada klaksonnya juga lho

Saya lumayan jarang lho. Bagi saya, klakson hanya dibunyikan kalau… ada kendaraan yang kemungkinan tidak melihat keberadaan saya dan memungkinkan terjadi kecelakaan, memperingatkan kendaraan dari arah berlawanan yang melewati garis marka dan memasuki jalur saya atau menyapa teman yang ketemu di jalanan. Itu fungsi klakson bagi saya. Tapi, pantangan bagiku untuk meng-klakson sepeda atau becak meski mereka berada di situasi yang saya gambarkan tadi. Kasian men, kalo kaget kan bisa berabe. Mending saya saja yang bersabar dan memperlambat laju motor 

Sedangkan menurut mas Wiki, klakson adalah terompet elektromekanik yang gunanya untuk membuat pendengarnya waspada. Biasanya klakson dibunyikan untuk menunjukkan eksistensi sebuah kendaraan, contohnya sepeda motor, mobil, bus, truck bahkan kereta. Di Negara maju, klakson digunakan untuk memperingati pengendara yang kurang tertib atau jika pengendara lain diprediksi akan menyebabkan kecelakaan. Sedang di negara berkembang seperti negara kita ini, klakson fungsinya untuk memberi tahu pendengarnya bahwa ada kendaraan yang datang, mengingatkan akan kemungkinan bahaya yang terjadi, ingin mendahului, atau menyatakan perasaan emosional (termasuk tidak sabar kalau ada kendaraan yang jalannya pelaaaaan banget). Makanya sering kan ada kejadian tidak mengenakan di jalanan, lalu kendaraan tersebut saling berbalas klakson.

Nah, soal klakson ini, saya suka terganggu kalau dibunyikan di malam hari di tengah kampong. Kalau di Jakarta, ada tukang sate yang tidak menggunakan lonceng untuk menarik massa, melainkan menggunakan klakson. Bunyinya? Brisiiiiiik.. Tapi karena keadaan yang seperti ini sudah wajar, maka tidak ada masyarakat yang protes. Dan beberapa malam selanjutnya saya sudah terbiasa dengan soundtrack sate itu. Ah.. Klakson sudah beralih fungsi ternyata 
Di sinetron atau film Indonesia misalnya (kalo film Hollywood jarang terjadi), kebanyakan orang membunyikan klakson di depan pintu gerbangnya. Maksudnya, agar pembantu yang di dalam rumah bisa keluar dan membukakan pintu gerbang untuknya. Apa pintu gerbangnya terkunci sehingga perlu dibukakan?
Bukaaaaan.. manja saja sepertinya. Orang Indonesia kan mental bos nya tinggi. Buat apa susah-susah turun dari mobil atau motor untuk membuka pintu kalau ada orang yang mau membuka pintu untuknya. Sok nge-bos-i kan? 

Sekarang, kembali ke Jogja, di kampong saya. Tiap malam, saya selalu “nyepadake” tentang disfungsi klakson yang dilakukan oleh 2 tetangga saya. Di atas jam 9 malam, selalu ada suara klakson sepeda motor di depan rumah tetangga kiri dan depan saya. Di sebelah kiri saya, seorang bapak yang pulang larut malam dan sering kali istrinya sudah tidur jadi beliau membunyikan klakson agar sang istri membukakannya pintu garasi. Di depan rumah saya, seorang remaja putri yang kerja sampai jam 10 malam dan membunyikan klakson dengan maksud yang sama. Adu du duh.. masih muda kok malah memerintah orang tua nak nak.. 
Lalu, pertanyaan saya, apa susahnya membuka engkel pintu sendiri ya? Kalaupun pintunya terkunci, bisa mengetuk pintu rumah juga kan?

Ada lagi nih, satu teman bapak yang sudah sepuh (tapi masih sepuh bapak sih). Setiap kali beliau berkunjung ke rumah dan hendak mencari bapak, beliau tidak pernah turun dari motor kemudian mengetuk pintu. Yang beliau lakukan adalah, menggeber motor dan membunyikan klakson berkali-kali sampai si tuan rumah keluar. Capek deh..
Alhamdulillah ya, si bapak ato ibu hanya sedikit ngomel dan tetap dengan sopan menyapa sang tamu. Lah, anaknya memang kemana? Anaknya males keterlaluan kayaknya!
Saya selalu tidak paham dengan orang-orang yang menyalahgunakan klakson dengan maksud memerintah, sok ningrat bingitz. Hayo.. sekarng diinget-inget, pernah nggak nge-bossy dengan cara mencet-mencet klakson sembarangan?
Please be wise menggunakan klakson ya.. 

Selasa, 15 Juli 2014

Problem: Dilema Shaf dan Kiblat

Ramadhan tahun ini..
Malam kemarin, saya dan adikku ingin merasakan suasana ramadhan yang lain daripada yang lain. Kami berdua ingin merasakan sholat tarawih di masjid di luar kampung. Bahasa gaulnya, Safari Tarawih. Kami biasa menjalankan sholat tarawih 11 rokaat (di masjid dalam atau luar kampung), tapi tidak ada salahnya kan kalau kami ingin juga sholat tarawih 23 rokaat.
Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (QS: Ar-Ruum: 31 – 32) 

Foto temen-temen saat di Garut

Masjid yang kami pilih tahun ini adalah masjid di kampung tetangga. Letaknya dipinggir jalan raya, sehingga bisingnya tak terkira. Tapi, kebisingan itu nggak terlalu jadi masalah. Jumlah rokaat dan adat sholat yang berbeda dengan kampungku pun tak jadi masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika kami dihadapkan dengan jamaah yang shaf nya tidak sesuai petunjuk masjid. Saat itu, kami sholat bukan di masjid utama, melainkan di serambi yang letaknya di sebelah kiri masjid utama. Jadi ada lorong antara masjid utama dan serambi. Di serambi ini kebanyakan diisi oleh jamaah yang sudah sepuh dan anak-anak. Shaf depan terdiri dari 3 orang, kemudian jamaah lain berbanjar ke belakang mengikuti arah tikar. Disini, terdapat garis shaf yang arahnya serong ke utara. Saya dan adik datang belakangan dan bagian kami tanpa tikar, sehingga terlihat jelas garis shaf yang menghadap kiblat. Namun, entah kenapa, jamaah di serambi ini sholatnya tidak serong mengikuti garis shaf, melainkan lurus mengikuti arah bangunan.

Selama ini kami sering menjumpai shaf kosong di bagian depan, atau belakang, atau shaf yang dimulai dari kanan dan kiri. Sedang kasus seperti ini kami belum pernah menjumpai sama sekali. Kecuali saat melihat film “Sang Pencerah” dimana diantara jamaah Masjid Kauman, hanya Kyai Ahmad Dahlan saja yang sholatnya serong menghadap kiblat yang diyakininya. Kami jadi bingung sendiri. Padahal sholat sudah dimulai dan tidak cukup waktu untuk menimbang-nimbang apakah kami harus menggelar sajadah sesuai shaf jamaah yang kurang benar atau sesuai kiblat masjid. Maka dengan pengetahuan dangkal, dan dengan pertimbangan kami berada di bagian paling belakang dan pinggir kiri sehingga tidak mengganggu jamaah di samping kiri kami, kami sholat mengikuti petunjuk kiblat Masjid tersebut. Arah sholat kami serong dan jadi berbeda dengan jamaah di sebelah kanan kami. 

Sebenarnya nggak enak juga dengan masyarakat, takut jadi masalah, apalagi kami ini pendatang yang numpang sholat. Walaupun untungnya, jamaah disebelah kami ya tidak komplain.  Tetap, hati kami bergejolak (taelah) karena kami tidak lurus dengan shaf jamaah, padahal lurusnya shaf menjadi kesempurnaan sholat. Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu:

"Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya kelurusan shaf adalah bagian dari kesempurnaan shalat.” [HR Muslim (433)] 

Kemudian, sepulangnya dari masjid, kami mengadu pada bapak. Beliau berkata bahwa syarat sah shalat yang harus dilakukan sebelum melaksanakannya di antaranya adalah menghadap kiblat Dari sumber iniJika suatu jamaah merasa kesulitan mengubah posisi kiblat, karena masjid agak terlalu jauh untuk dimiringkan dan sangat sulit, atau bahkan akan membuat kondisi masjid malah menjadi sempit, maka selama itu masih antara arah utara dan selatan, posisi kiblat tersebut dianggap sah. Akan tetapi, jika mungkin kita mampu mengubah arah kiblat seperti pada masjid yang baru dibangun atau untuk tempat shalat kita di rumah, selama itu tidak ada kesulitan, maka lebih utama kita merubahnya.

Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al Baqarah: 144)

Tadi, seorang guru agama di sekolah pun mengatakan hal yang sama dengan bapak. Permasalahannya, di masjid sudah ada garis shaf yang sesuai kiblat, namun jamaah tidak membuat shaf sesuai arah kiblat. Dengan begitu, maka tidak salah kalau kami sholat mengikuti petunjuk kiblat. Alasannya karena adanya petunjuk kiblat berarti sudah ada kesepakatan antara Takmir dan Jamaah Masjid tentang arah kiblat yang mendekati benar. Adapun jamaah yang tidak mengikuti petunjuk shaf, itu menjadi tanggungjawab Takmir Masjid untuk menyampaikan kesepakatannya.

Jawaban bapak dan teman guru saya tidak serta merta memuaskan rasa penasaranku. Semalam saya juga bertanya pada seorang teman yang lain. Darinya saya diberi pengertian bahwa meluruskan shaf itu lebih utama. Sehingga, meski tidak sesuai dengan petunjuk kiblat masjid, maka lebih baik sholat dengan meluruskan shaf agar tidak menggangu kekhusyukan dan menghindari perselisihan dengan jamaah lain.

Dalam suatu bahasan di sini disebutkan bahwa ketika berada di suatu tempat yang tidak memungkinkan mereka untuk mengetahui arah qiblat, seperti mereka dalam perjalanan sedang cuaca penuh dengan awan dan mereka tidak dapat mengetahui qiblat, maka jika mereka shalat dengan berhati-hati (berusaha agar mereka menghadap arah yang tepat) kemudian (setelah selesai shalat) ternyata mereka tidak tepat pada arah qiblat, maka tidak ada kewajiban apapun bagi mereka, karena mereka telah bertaqwa kepada Allah sesuai dengan kemampuan mereka.

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah, sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmatnya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah : 115)


“Apabila rasa takut lebih dari ini, maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan dengan menghadap kiblat atau pun tidak.” (Ibnu Umar)

Namun, ketika mereka berada di tempat yang memungkinkan mereka untuk bertanya tentang arah qiblat yang tepat akan tetapi mereka lalai dan meremehkan (tidak bertanya), maka dalam keadaan seperti ini mereka wajib mengqadha shalat yang mereka laksanakan dengan tidak menghadap qiblat. Baik mereka mengetahui kesalahan tersebut setelah habisnya waktu shalat itu atau sebelum habisnya waktu sholat. Hal ini dikarenakan mereka salah dan sengaja salah tidak menghadap qiblat serta meremehkan dengan tidak bertanya tentang qiblah tersebut. Meski begitu, perlu diketahui bahwa miring sedikit dari arah qiblah adalah tidak membahayakan
Antara timur dan barat adalah qiblah. (HR.Tirmidzi)

Berdasarkan bahasan tersebut di atas, saya mendapati dua opini yang berbeda yang berkaitan dengan kegusaran saya. Dua opini tersebut punya dasar masing-masing, sedangkan pengetahuan saya terlalu dangkal untuk memilih opini mana yang akan saya ikuti. Lain kali, saya akan memilih sholat selain di masjid itu daripada kebingungan soal shaf dan kiblat ini muncul kembali. Ke depannya, saya masih akan mencari opini lain dari orang yang lebih ahli daripada saya. Dan untuk sementara waktu, jika menemukan kasus yang sama, saya berpedoman bahwa menghadap kiblat lebih utama daripada meluruskan shaf. Dengan catatan saya tetap mengikuti arah kiblat yang disepakati takmir masjid setempat. Wallahualam..

“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak  menghendaki kesukaran bagimu”
(QS. Al-Baqarah: 185)

Refrensi:

PS: saya akan sangat sangat berterimakasih kalau ada yang dengan suka rela berbagi pendapat tentang masalah yang saya temui ini.

Sabtu, 12 Juli 2014

Berbeda itu Menyenangkan


Dari dulu saya hanya tahu bahwa persamaan pendapat itu sesuatu yang bagus. Ketika saya dan teman memiliki kesamaan pendapat, kami hanya membahas kenapa seharusnya begini dan begitu. Tapi lupa untuk menilik dari sudut pandang yang lain. Kadang-kadang malah kami hanya diam setelah saling tahu bahwa pendapat kami sama. Lha mau ngomong apa lagi? Kan sama..

Saya dan kebanyakan teman berbeda aliran (ya keles aliran sungai). Tradisi di masing-masing aliran itu berbeda. Yang penting kami saling menghargai kok. Mereka tahu kalau saya tidak tahu menahu dan tidak menjalankan tradisi mereka, tapi mereka tidak memaksakan kehendak. Meski demikian, saya cenderung diam saja ketika berbagai pertanyaan muncul di kepala saya berkaitan dengan perbedaan tradisi ini. Yet, we do agree to disagree.

Memangnya kalo berbeda pendapat kami harus bermusuhan?
Nggak juga.  Harus pintar-pintar membawa hati saja.  Saya justru tidak pernah menyangka lho kalau berbeda pendapat itu akan semenyenangkan ini.
Kok bisa?

Suatu saat saya terlibat pembicaraan soal agama dengan seorang teman. Muncullah berbagai pertanyaan yang dulu saya pendam. Saya dengan pendapat A dan dya dengan pendapat B. Masing-masing pendapat kami utarakan dari sudut pandang masing-masing, dan voila..
Saya jadi tahu kenapa muncul pendapat B. Memang saya masih belum menerima perbedaan pendapat ini, namun saya jadi tahu dari sudut pandang yang lain kan.

Ilmu saya jadi makin berkembang dengan adanya perbedaan ini. Coba kalo pendapat saya dan teman sama, mana mungkin saya akan buka buku ato internet untuk mempertahankan pendapat. Pasti saya hanya puas dengan ilmu yang segitu saja. Makanya kalau di kelas, guru akan menyuruh kami mengeluarkan pendapat kami masing-masing. Dari Pendapat kami inilah pembahasan di mulai. Itu baru permulaan dari pengetahuan yang akan kami pelajari lho. Masih banyak harta karun yang belum digali..

Dulu saya terlalu picik, menyangkal adanya perbedaan pendapat dan sengaja mencari-cari dukungan dari orang sekufu. Seiring waktu berjalan, dilihat dari segi bertambahnya ilmu pengetahuan yang akan saya dapat, saya jadi sadar bahwa berbeda itu menyenangkan.
Saya suka perbedaan..

"Perbedaan itu bukan untuk dipersamakan tapi untuk dipersatukan"


#Eh, kecuali perbedaan pilihan Capres ini. Too much Black Campaign, jadi saya milih lari dari perbedaan saja. Nggak mau tahu..
 
Don't Skip Me Blog Design by Ipietoon