Tampilkan postingan dengan label islamic. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label islamic. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 04 Juli 2015

Insya Allah dan In Shaa Allah


Beberapa hari lalu, seorang mantan murid saya terlibat perbincangan dengan teman saya.
Murid  : Mbak, sik bener nulis Insya Allah opo In shaa Allah?
Teman : Nek aku In shaa Allah, pake s-h. Soale aku wis tau krungu penjelasane, sik intine pake s-h

Saat itu saya hanya diam saja, karena saya malah jadi ragu dengan penjelasan teman saya. Saya tidak menyalahkan dia karena saya anggap dia punya pedoman sendiri, tapi saya nggak suka saja kalo cara penulisan saya jadi disalahkan, kan saya juga punya pedoman sendiri. Maka dari itu, saya buru-buru browsing dan mencari tahu mana yang benar dan mana yang salah. Saya mah gitu orangnya, nggak sabar kalo lagi penasaran, hehe big grin

Kenapa saya hanya terdiam mendengar perbincangan tersebut?
Karena menurut saya, yang biasa nulis Insya Allah, tulisan saya juga nggak salah. Secara bahasa Indonesia, شَا pada إِنْ شَاءَ اللَّهُ dapat ditulis -sy. Sedangkan -sh untuk menuliskan ص. Itu mungkin pendapat saya saja karena sejak dulu saya mentranslate tulisan arab dengan huruf seperti itu. Wis  nempel di otak gitu pokoke. Dan, beberapa buku juga mentranslate-nya begitu. Sama halnya dengan gambar berikut. Gambar ini saya print-screen dari aplikasi tajwid yang ada di laptop. Sayang, meski saya sudah punya dari dulu, tapi tidak tahu downloadnya dari mana. Maaf ya pak.. *ngomong sama sang creator <-- ceritanya begitu

Maaf, nggak tahu sumber downloadnya..

Dari hasil riset (cieh.. riset) di website yang lebih kompeten dan meyakinkan, saya jadi tahu kenapa ada yang merasa penulisan Insya Allah itu salah. Kebanyakan orang takut  إن شاء الله yang artinya "bila Allah menghendaki" akan tertukar dengan إنشاء الله yang artinya "menciptakan Allah", naudzubillahi min dzalik..

Hal ini dikarenakan keduanya sama-sama memiliki susunan huruf yang sama, hanya saja yang satu nun dan syin dalam kata yang berbeda, sedang satu lagi nun dan syin dalam satu kata. Lalu apa beda syin keduanya? Toh sama-sama ada tiga titiknya di atas. Tidak mungkin kan yang satu ditulis -sh sedang yang satu lagi -sy. Itu namanya tidak konsisten. Sama halnya ketika saya menulis Colour untuk ejaan British English atau Color untuk ejaan American English. Tidak mungkin saya menulis 1 kata dengan 2 ejaan yang berbeda saat mengajar. Bisa dimarahi dosen deh karena nggak konsisten dan bikin bingung murid.

Nah, ternyata begini penjelasannya.
 إن شاء الله   "bila Allah menghendaki" ---> dibaca “InsyaAllahu
 إنشاء الله    "menciptakan Allah"       ----> dibaca “Insyaullahi
Sudah kelihatan kan bedanya yang atas dan bawah? 

Lalu, soal Insya Allah dengan -sy dan In Shaa Allah dengan -sh bagaimana?
Mari balik lagi ke paragraf 3, saya sudah menuliskan tentang ejaan arab yang digunakan di Indonesia seperti juga yang ada digambar tersebut. Maka ejaan Insya Allah itu sudah sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia. Sedangkan ejaan In Shaa Allah, biasa digunakan oleh orang Inggris dan Amerika. Sah-sah saja kalo orang Indonesia mau menggunakan ejaan Indonesia maupun Inggris, selama punya alasan tersendiri kenapa nulisnya begitu, dan yang terpenting tetap bisa dibaca إن شاء الله. Tapi inget, jangan nyalahin orang kalo penulisannya beda denganmu yak (selama maknanya sama lho). Soalnya yang kayak gini nggak guna untuk diperdebatkan. Wong semuanya bener kok. Kalo mau aman sih, tulis saja dengan ejaan arab. Dijamin bener pake banget deh winking

Terus.. Karena saya orang Indonesia, saya cenderung suka menulis dengan ejaan Indonesia, yaitu Insya Allah. Saya kan konsisten, takut digethok palanya sama dosen, aih.. Alasan lainnya, karena ejaan In Shaa Allah, dalam kepala saya jadi إن صاء الله. Kacau kan jadinya. Untuk ejaan di hape, saya setting Auto correct, sehingga ketika saya menulis InsyaAllah, sudah keluar tulisan إن شاء الله. Nah, dijamin yang membaca nggak bingung tuh. kecuali kalo hapenya belum support font Arab big grin

Nah, mari membiasakan diri berguru sebelum mengeluarkan statement yang berbau-bau religi. Karena salah-salah bisa menjerumuskan orang lain. Kalo nggak sempet ketemu guru untuk bertanya, maka tanyalah sama mbah Google. Beliau punya banyak partner yang siap membantu kamu thumbs up



References:

Sabtu, 30 Mei 2015

Problem: Wanita Muslimah dan "Tamu" Bulanan


Siapa yang sudah sholat? *diem
Siapa yang nggak sholat? *ngacung..


Kalo ini ditanyakan sewaktu TPA, yang ngacung bisa di sentil sama pak Ustadz nih, hihihi.. Padahal pertanyaan terakhir punya banyak makna lho. Yang nggak sholat tapi ngacung, mungkin memang nggak mau sholat, atau sedang dapet tamu bulanan jadi nggak boleh sholat. Nah lho... saya termasuk yang mana? 

Yang kedua tentunya, hihihihi..big grin Jadi wanita itu memang istimewa. Ada masanya kami tidak boleh sholat. Jadi mo tidur lewat dari waktu sholat juga nggak papa (lho?! Larinya kok ke tidurtongue). Tapi, kami jadi kehilangan moment untuk lebih dekat sama Allah. Duh, padahal wanita itu sering galau je, dan paling enak curhat galau-nya sehabis sholat gitu. Selain itu, kan ceritanya saya sering lagi semangat-semangatnnya rutin tadarusan, ternyata besoknya haid. Sayang banget kan jadi kehilangan rutinitas. Apalagi seperti sekarang, hafalan juga baru nyampe surat Al Balad, mana belum gitu hafal lagi, raised eyebrows huhuhu... Apa masih boleh lanjut hafalan? 
Juz 'Amma saku
Nah, mengenai wanita haid bolehkah menghafal al Qur'an, ada dua pendapat berbeda yang kedua-duanya mempunyai pedomannya masing-masing. Saya bukan ahli-nya dalam hal ini, tapi pada kesempatan kali ini saya kepengen berbagi uneg-uneg saya yang selalu mengganjal di hati. Berbagi-nya tidak sekedar berbagi ya, tapi inilah pendapat dan sikap saya setelah saya berdiskusi secara fisik dengan kakak dan orang-orang yang kompeten serta rujukan dari internet. Uneg-unegnya tentang apa?

  • Bolehkah wanita haid menyentuh Al Qur'an?
لا يَمَسُّهُ إِلا الْمُطَهَّرُونَ 
“Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan.” (Qs. Al-Waaqi’ah: 79)
Ada pendapat ulama yang melarang wanita untuk menyentuh mushaf dan ada pula yang membolehkan. Mushaf disini secara sederhana diartikan Al Qur'an yang isinya tidak ada translasinya, benar-benar hanya tulisan arab saja. Sementara yang ada translasinya masih boleh dipegang. Yang menarik, ada beberapa pendapat ulama yang mengartikan bahwa larangan pada Qs. Al Waaqi'ah adalah ditujukan pada orang-orang musyrik bukan wanita muslimah yang sedang haid.

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَنْجُسُ
“Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis.” [Hadits shahih. Riwayat Muslim]

Disini saya pernah agak ragu untuk menyentuh al Qur'an. Tapi bagaimana jika itu darurat, semisal al Qur'an-nya jatuh dan saya tidak mungkin menunggu orang lain untuk mengambilnya? Karena itulah, kalo menyentuh saja saya masih nggak apa-apa, asal ada kepentingan di baliknya. Namun, jika itu tidak darurat, maka saya tidak menyentuhnya. Untuk lebih berhati-hati, saya tidak menyentuh mushaf secara langsung, bisa menggunakan kain sebagai perantaranya.

  • Bolehkah wanita haid membaca al Qur'an?
Dari penggalan ayat pada Al Waaqi'ah, disebutkan bahwa hanya orang yang bersuci lah yang boleh menyentuh mushaf. Ini bisa diartikan bahwa menyentuh saja tidak boleh, apalagi membacanya.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا تَقْرَأُ الحَائِضُ وَلَا اْلجُنُبُ شَيْئاً مِنَ القُرْآنِ - رواه الدارقطني

“Dari Ibnu Umar ra ia berkata: Rasulullah saw bersbada: Tidak boleh orang yang haid dan orang yang dalam keadaan junub membaca ayat Al-Qur`an” (H.R. Ad-Daruquthni)

Namun demikian di sini juga di sini disebutan bahwa wanita haid masih boleh membaca al Qur'an selama ada tujuannya misal mengajar atau membenarkan hafalan yang salah. Meski begitu, lebih diutamakan jika dalam keadaan suci. Jika tidak ada tujuannya, maka tidak boleh. Tetapi, sepertinya tidak ada orang yang membaca Al Qur'an tanpa tujuan. Iya kan?

Terus, bagaimana jika seorang ustadzah punya masa haid 7 hari. Apa iya, beliau harus libur mengajar ngaji selama 7 hari padahal ada banyak santri yang menjadi tanggungjawabnya? Tentu saja, dalam hal ini, diperbolehkan bagi wanita haid untuk tetap membaca al Qur'an karena tujuannya jelas untuk mengajar. Apabila dia menghindari membaca al Qur'an, dikhawatirkan proses pembelajarannya tidak berjalan lancar dan malah terjadi kesalahan yang fatal, misal salah baca tajwidnya.

Karena saya tidak mengajar ngaji, saya memilih untuk tidak membaca Al Qur'an (tadarus) ketika saya sedang haid. Kalo saya harus membuka al Qur'an karena sesuatu hal, misal mencari referensi atau lupa hafalan, saya bisa membuka aplikasi Al Qur'an di hp, ato mendengarkan murotal. Dengan demikian saya tidak perlu menunggu saya selesai haid baru membuka Al Qur'an. Kadang kala, ketika penasaran pada sesuatu, saya akan mencari jawabannya pada saat itu juga. Kalo menundanya, besar kemungkinan saya jadi lupa. Jadi plong kan kalo begini..

Contoh lain lagi... Beberapa waktu lalu saya ada tes interview yang mengharuskan saya menyentuh plus membaca Al Qur'an. Nggak mungkin banget saya minta di-skip bagian membaca Al Qur'an. Apalagi inti dari interview tersebut ya untuk mengetahui bisa ato nggaknya saya mengaji Qur'an. Dan saya yakin, yang interviewer pun punya pedoman dan sudah mempertimbangkan ini (soal kemungkinan ada interviewee yang sedang haid) sebelum memasukkan materi "mengaji" dalam tes-nya.

  • Bolehkah wanita haid membaca teks yang ada penggalan ayat Al Qur'an
Menurut pembahasan di atas, wanita haid boleh membaca al Qur'an selama tujuannya jelas, apalagi kalo tujuan membaca teks tersebut untuk mengajar atau justru belajar. Dulu saya pernah berdiskusi dengan ustadz saya tentang persoalan ini. Menurut beliau, jika di dalam teks ada ayat al Qur'an, maka ayat tersebut tidak usah dibaca, dilewati saja. Kemudian, saya bertanya, apabila sedang mengajar dan harus membaca ayat tersebut untuk mendukung pengajaran bagaimana? Jawab beliau tetap sama, tidak usah di baca.

Ketika saya kurang puas dengan jawaban ustadz, saya pun bertanya dengan ustadz yang lain dan jawabannya berbeda. Ustadz lain mengatakan boleh membaca teks yang ada penggalan ayat al Qur'an karena merujuk pada tujuannya, yaitu untuk mengajar atau belajar. Jadi menurut saya nggap papa baca teks yang ada ayatnya. Disini, saya tidak menyalahkan ustadz saya yang pertama lho, karena beliau punya pedoman sendiri dan ustadz kedua juga.


  • Bolehkah wanita haid menghafal Al Qur'an?
Menghafal Al Qur'an termasuk juga menghafal surat-surat pendek yang ada di Juz 30. Di saat sedang haid, karena saya tidak sholat dan tidak membaca al Qur'an, saya mendekatkan diri dengan Allah dengan cara menghafal surat-surat pendek. Saya memilih menghafal dengan mendengarkan murottal dan membaca Juz 'Amma, bukan mushaf. 

Melihat banyak referensi termasuk poin-poin di atas ini, beberapa ulama berpendapat bahwa wanita haid sangat boleh membaca Al Qur'an jika takut hafalannya terlupa. Dengan demikian, saya rasa tidak ada salahnya saya menghafal Al Qur'an saat saya sedang haid. Jika satu minggu saya tidak mengulang hafalan, saya takut hafalan saya hilang. Saat murojaah pun, saya kadang-kadang terlupa sepenggal ayat. Jadi saya harus tetap membuka Al Qur'an dalam bentuk fisik, seperti juz amma dan aplikasi di HP, maupun non fisik seperti mp3 murotal.

Kesimpulan
Akhirnya, sampailah pada kesimpulan bahwa Allah memudahkan dan tidak akan menyulitkan hambanya untuk beribadah. Meski sedang haid, wanita masih boleh kok beribadah. Berdzikir dan menghafal surat-surat pendek termasuk dalam membaca al Qur'an, dan dibolehkan untuk membacanya dengan tujuan tertentu dan syarat tertentu. Jadi jangan takut untuk selalu berdzikir walaupun sedang haid. Jangan sampai, di saat haid, amalan kita justru menurun. 

Begitulah kesimpulan yang dapat saya ambil. Mungkin ada yang berbeda pendapat dengan saya. Nggak apa kok kalo tidak sepaham selama tujuannya kita tetap untuk beribadah, dan kita punya pedoman masing-masing bukan sekedar tidak sreg saja. Perbedaan itu justru akan membuat kita semakin menggali ilmu kan. Walahu allam..

Bila ada pendapatku yang kurang bisa diterima, ayo jangan sungkan-sungkan untuk memberikan pendapatmu thumbs up

- Islam itu mudah namun jangan dimudahkan -



Sources:
http://www.nu.or.id/
http://akhwat.web.id/
http://muslimah.or.id/
http://www.eramuslim.com/
http://www.fiqihwanita.com/
http://www.konsultasisyariah.com/

Selasa, 15 Juli 2014

Problem: Dilema Shaf dan Kiblat

Ramadhan tahun ini..
Malam kemarin, saya dan adikku ingin merasakan suasana ramadhan yang lain daripada yang lain. Kami berdua ingin merasakan sholat tarawih di masjid di luar kampung. Bahasa gaulnya, Safari Tarawih. Kami biasa menjalankan sholat tarawih 11 rokaat (di masjid dalam atau luar kampung), tapi tidak ada salahnya kan kalau kami ingin juga sholat tarawih 23 rokaat.
Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (QS: Ar-Ruum: 31 – 32) 

Foto temen-temen saat di Garut

Masjid yang kami pilih tahun ini adalah masjid di kampung tetangga. Letaknya dipinggir jalan raya, sehingga bisingnya tak terkira. Tapi, kebisingan itu nggak terlalu jadi masalah. Jumlah rokaat dan adat sholat yang berbeda dengan kampungku pun tak jadi masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika kami dihadapkan dengan jamaah yang shaf nya tidak sesuai petunjuk masjid. Saat itu, kami sholat bukan di masjid utama, melainkan di serambi yang letaknya di sebelah kiri masjid utama. Jadi ada lorong antara masjid utama dan serambi. Di serambi ini kebanyakan diisi oleh jamaah yang sudah sepuh dan anak-anak. Shaf depan terdiri dari 3 orang, kemudian jamaah lain berbanjar ke belakang mengikuti arah tikar. Disini, terdapat garis shaf yang arahnya serong ke utara. Saya dan adik datang belakangan dan bagian kami tanpa tikar, sehingga terlihat jelas garis shaf yang menghadap kiblat. Namun, entah kenapa, jamaah di serambi ini sholatnya tidak serong mengikuti garis shaf, melainkan lurus mengikuti arah bangunan.

Selama ini kami sering menjumpai shaf kosong di bagian depan, atau belakang, atau shaf yang dimulai dari kanan dan kiri. Sedang kasus seperti ini kami belum pernah menjumpai sama sekali. Kecuali saat melihat film “Sang Pencerah” dimana diantara jamaah Masjid Kauman, hanya Kyai Ahmad Dahlan saja yang sholatnya serong menghadap kiblat yang diyakininya. Kami jadi bingung sendiri. Padahal sholat sudah dimulai dan tidak cukup waktu untuk menimbang-nimbang apakah kami harus menggelar sajadah sesuai shaf jamaah yang kurang benar atau sesuai kiblat masjid. Maka dengan pengetahuan dangkal, dan dengan pertimbangan kami berada di bagian paling belakang dan pinggir kiri sehingga tidak mengganggu jamaah di samping kiri kami, kami sholat mengikuti petunjuk kiblat Masjid tersebut. Arah sholat kami serong dan jadi berbeda dengan jamaah di sebelah kanan kami. 

Sebenarnya nggak enak juga dengan masyarakat, takut jadi masalah, apalagi kami ini pendatang yang numpang sholat. Walaupun untungnya, jamaah disebelah kami ya tidak komplain.  Tetap, hati kami bergejolak (taelah) karena kami tidak lurus dengan shaf jamaah, padahal lurusnya shaf menjadi kesempurnaan sholat. Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu:

"Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya kelurusan shaf adalah bagian dari kesempurnaan shalat.” [HR Muslim (433)] 

Kemudian, sepulangnya dari masjid, kami mengadu pada bapak. Beliau berkata bahwa syarat sah shalat yang harus dilakukan sebelum melaksanakannya di antaranya adalah menghadap kiblat Dari sumber iniJika suatu jamaah merasa kesulitan mengubah posisi kiblat, karena masjid agak terlalu jauh untuk dimiringkan dan sangat sulit, atau bahkan akan membuat kondisi masjid malah menjadi sempit, maka selama itu masih antara arah utara dan selatan, posisi kiblat tersebut dianggap sah. Akan tetapi, jika mungkin kita mampu mengubah arah kiblat seperti pada masjid yang baru dibangun atau untuk tempat shalat kita di rumah, selama itu tidak ada kesulitan, maka lebih utama kita merubahnya.

Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al Baqarah: 144)

Tadi, seorang guru agama di sekolah pun mengatakan hal yang sama dengan bapak. Permasalahannya, di masjid sudah ada garis shaf yang sesuai kiblat, namun jamaah tidak membuat shaf sesuai arah kiblat. Dengan begitu, maka tidak salah kalau kami sholat mengikuti petunjuk kiblat. Alasannya karena adanya petunjuk kiblat berarti sudah ada kesepakatan antara Takmir dan Jamaah Masjid tentang arah kiblat yang mendekati benar. Adapun jamaah yang tidak mengikuti petunjuk shaf, itu menjadi tanggungjawab Takmir Masjid untuk menyampaikan kesepakatannya.

Jawaban bapak dan teman guru saya tidak serta merta memuaskan rasa penasaranku. Semalam saya juga bertanya pada seorang teman yang lain. Darinya saya diberi pengertian bahwa meluruskan shaf itu lebih utama. Sehingga, meski tidak sesuai dengan petunjuk kiblat masjid, maka lebih baik sholat dengan meluruskan shaf agar tidak menggangu kekhusyukan dan menghindari perselisihan dengan jamaah lain.

Dalam suatu bahasan di sini disebutkan bahwa ketika berada di suatu tempat yang tidak memungkinkan mereka untuk mengetahui arah qiblat, seperti mereka dalam perjalanan sedang cuaca penuh dengan awan dan mereka tidak dapat mengetahui qiblat, maka jika mereka shalat dengan berhati-hati (berusaha agar mereka menghadap arah yang tepat) kemudian (setelah selesai shalat) ternyata mereka tidak tepat pada arah qiblat, maka tidak ada kewajiban apapun bagi mereka, karena mereka telah bertaqwa kepada Allah sesuai dengan kemampuan mereka.

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah, sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmatnya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah : 115)


“Apabila rasa takut lebih dari ini, maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan dengan menghadap kiblat atau pun tidak.” (Ibnu Umar)

Namun, ketika mereka berada di tempat yang memungkinkan mereka untuk bertanya tentang arah qiblat yang tepat akan tetapi mereka lalai dan meremehkan (tidak bertanya), maka dalam keadaan seperti ini mereka wajib mengqadha shalat yang mereka laksanakan dengan tidak menghadap qiblat. Baik mereka mengetahui kesalahan tersebut setelah habisnya waktu shalat itu atau sebelum habisnya waktu sholat. Hal ini dikarenakan mereka salah dan sengaja salah tidak menghadap qiblat serta meremehkan dengan tidak bertanya tentang qiblah tersebut. Meski begitu, perlu diketahui bahwa miring sedikit dari arah qiblah adalah tidak membahayakan
Antara timur dan barat adalah qiblah. (HR.Tirmidzi)

Berdasarkan bahasan tersebut di atas, saya mendapati dua opini yang berbeda yang berkaitan dengan kegusaran saya. Dua opini tersebut punya dasar masing-masing, sedangkan pengetahuan saya terlalu dangkal untuk memilih opini mana yang akan saya ikuti. Lain kali, saya akan memilih sholat selain di masjid itu daripada kebingungan soal shaf dan kiblat ini muncul kembali. Ke depannya, saya masih akan mencari opini lain dari orang yang lebih ahli daripada saya. Dan untuk sementara waktu, jika menemukan kasus yang sama, saya berpedoman bahwa menghadap kiblat lebih utama daripada meluruskan shaf. Dengan catatan saya tetap mengikuti arah kiblat yang disepakati takmir masjid setempat. Wallahualam..

“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak  menghendaki kesukaran bagimu”
(QS. Al-Baqarah: 185)

Refrensi:

PS: saya akan sangat sangat berterimakasih kalau ada yang dengan suka rela berbagi pendapat tentang masalah yang saya temui ini.

Jumat, 26 Juli 2013

Safari Tarawih

Ramadhan tahun ini harus beda dari ramadhan tahun kemarin. Ini salah satu motivasiku agar makin rajin beribadah. Entah kenapa ya, makin tua kok greget ramadhan jadi berkurang. H-1 ramadhan ini saja rasanya so flat. Aku rasa ada yang salah denganku waiting

Sebenernya greget ramadhan itu ada dimananya sih?
Kalau menurutku sih ada di sholat tarawihnya. Hari-hari  biasa, waktu sholat isyak kebanyakan masjid cuma di datangi beberapa jamaah. Namun, saat bulan ramadhan, hampir semua umat islam (yang mau dapat barokahnya ramadhan) berdatangan memakmurkan masjid di sekitarnya. Nggak mau kalah sama muslimin dan muslimat yang rajin sholat tarawih di masjid, aku pun sholat tarawaih di mushola dekat rumah. Ada masjid di daerah belakang rumah, tapi jalan kesana gelappp. Jadi aku putuskan ke Mushola yang di daerah depan rumah yang agak lebih terang jalannya.

E tapi, penasaran juga suasana tarawih di masjid lain seperti apa. Makanya aku pun mulai bersafari tarawih. Sejauh ini sudah beberapa masjid dan mushola yang aku datangi. Opiniku seperti ini:

1. Musholla Ar Ramli (Blawong I)
Karena warganya semua warga Muhammadiyah, maka sholat tarawih disini terdiri dari 11 Rokaat. Tipe sholat nya --> 4 rokaat - 4 rokaat - 3 rokaat.

Review
# Waktu dzikir seusai sholat isyak cukup
# Sholat ba'diyah isyak dan sholat iftitah secara munfarid
# Ada kultum yang bener-bener kultum, kurang tujuh menit.
# Doa sebelum tarawih, seusai witir dan niat puasa dibaca bareng, masing-masing 3x.
# Imam suka baca suratnya pelan-pelan (benernya begini), sayang, pikiranku jadi sering melayang.
# Semua jamaah sholat tarawih secara lengkap.
# Jaraknya deket, 1 menit jalan kaki.
Sejauh ini, mushola tempat favoritku. Jaraknya yang dekat dan doa yang dibaca bersama-sama membuat suasanaa ramadhan makin hidup.

2. Masjid At Taqorrub (Blawong II)
Sholat tarawihnya masih sama dengan mushola Ar Ramli, terdiri dari 11 rokaat (4 - 4 - 3)
Review
# Waktu dzikir cukup banget.
# Ada kultum.
# Sholat Ba'diyah dan iftitah secara munfarid
# Doa sebelum tarawih dan seusai witir dibaca bareng, tapi tidak 3x. 
# Doa niat puasa dibaca sendiri-sendiri.
# Jaraknya deket, 2 menit naik motor.
# Semua jamaah sholat tarawih secara utuh
Ini masjid favorit keduaku. Suasana masjid yang ramai makin mengingatkanku bahwa Ramadhan ini harus beda dari buulan-bulan lainnya.

3. Masjid Al Ikhlas (Grojogan)
Sempat sholat tarawih 2x disini. Kebetulan lewat dan mampir sih. Ternyata, dan kebetulan, sholat tarawih disini 11 rokaat. Bedanya, tipe sholatnya --> 2-2-2-2-2-1
Masjid Al Ikhlas di lihat dari seberang jalan

Review
# Waktu dzikir pendek, harus ngebut dzikir agar bisa sholat sunat.
# Sholat ba'diyah Isyak + Iftitah secara munfarid. Tak banyak yang sholat sunat.
   Kali pertama baru sempat sholat ba'diyah thok, imam sudah memulai sholat tarawih worried
   Kali kedua, ngebut dzikir dan sempet sholat ba'diyah dan iftitah, yeyyy applause
# Tidak ada kultum.
# Gerakan sholat energik, cepet, jadi nggak sempat pikiranku melayang jauh.  
# Doa sebelum tarawih dan seusai witir dituntun oleh imam.
# Doa terakhir di pimpin imam, jamaah tinggal mengamini.
# Jaraknya 10 menit naik motor.
Menurutku, masjid ini lumayan lah. Meski harus ngebut baca dzikir dan ngebut sholat sunat.

4.  Masjid Kanggotan (nama menyusul)
Menyempatkan sholat disini demi merasakan sholat 11 rokaat di daerah tetangga. Tipe sholatnya -- 4 - 4 - 3
Review
# Waktu dzikir cukup, nggak pake ngebut
# Tidak ada kultum
# Sholat iftitah berjamaah
# Doa tarawih dibaca 3x setiap selesai 4 rokaat tarawih dituntun imam
# Doa setelah witir dibaca bareng, tapi doa niat puasa dibaca sendiri
# Jaraknya 5 menit naik motor.
Seru juga sholat tarawih disini. Suasananya masih seperti di Blawong. Petugas parkirnya juga rapi jali dan helpful banget walaupun tidak dibayar.

5.  Masjid Sokopuro (Blawong I)
Masjid ini masih sama dengan masjid di daerah Blawong lainnya. Sholat tarawih terdiri dari 11 rokaat (4-4-3)
Review
# Waktu dzikir cukup
# Sholat ba'diyah + iftitah secara munfarid
# Tidak ada kultum
# Tidak membaca doa setelah tarawih + witir bersama-sama
# Jaraknya 1 menit jalan kaki.
Meskipun banyak yang suka sholat tarawih disini (terkenal karena waktu sholat relatif cepat), tapi aku kurang suka sholat disini. Sering rancu dan tidak cukup waktu berlama-lama membaca doa setelah tarawih karena bacaan doa yang tidak dilafalkan bersama-sama. Jamaahnya pun terkesan tidak serius. Beberapa ibu-ibu memilih sholat di shof paling belakang agar tidak ketahuan kalau mereka tidak sholat tarawih secara lengkap. Bahkan, pengaturan shofnya kacau. Shof yang paling tengah masih kosong, tapi jamaah membuat shof lagi di belakangnya. Kadang-kadang, shof dimulai dari samping kanan dan kiri. Aku jadi bingung mau gabung dengan shof disebelah kiri atau kanan. Ribet pokoknya.

Safari tarawihnya cuma sedikit ya. Maklum, agak nggak wangun anak cewek keluar malam jauh dari rumah. Tapi, masih penasaran juga suasana tarawih di tempat lain seperti apa.
Lain kali ke masjid mana lagi ya?! thinking

*Pe-eR, harus upload foto masjid lagi nih.. 
 
Don't Skip Me Blog Design by Ipietoon