Kamis, 06 November 2014

Dua Senin Dalam Setahun


Menjadi pembina upacara bukan hal yang langka bagi saya. Sejak tahun 2012, sekolah kami menerapkan sistem sama rata sama rasa (aih istilahnya cyin...)
foto idem yang pertama yak...
Pokoknya semua guru di sekolah wajib mendapat giliran menjadi pembina upacara (beruntunglah para karyawan). Tidak satu guru pun yang boleh mangkir dengan alasan apapun. Misal saya tidak bisa menjadi pembina upacara pada senin ini, maka tugas saya diganti pada senin depan. Gilirannya pun ditentukan urut dari yang paling tua ke yang paling muda. Kebetulan meski jumlah guru nambah, saya tetap di urutan terakhir. Alhamdulillah, ada untungnya jadi yang paling kecil meski masih ada 3 karyawan yang lebih kecil dari eyke  big grin. Saya jadi punya waktu lebih untuk menentukan tema amanat yang akan saya sampaikan. Errr.. bukan amanat sih,  kulpum saja ya disebutnya. Soalnya selalu dibawah 10 menit saja,  hihihi...

Saat pertama kali menjadi pembina upacara, saya ingat betul saat itu saya masih takut dan grogi. Ngajar di depan ratusan pasang mata itu biasa, tapi kalo di depan puluhan guru dan wali murid (yang lagi nunggu anaknya) rasanya mak jedeeeer... pengen menghilang saja. 

Seminggu sebelum hari upacara saya sudah pusing mencari topik amanat. Saya bukan orang bertipe spontan, makanya saya merasa perlu mencatat kalimat apa yang akan saya ucapkan. Bahkan kata "eh" saja harus saya tulis lho, hahaha... rolling on the floor

Nggak papa deh, kan dengan begitu saya jadi bisa menghafal kultum dengan mudah sesuai dengan bahasa saya sendiri. Tentunya, saya jadi bisa sekalian mengedit bahasa mana yang cocok ato nggak bagi anak-anak.

Lucu kalo mengingat-ingat saat itu. Tapi pengalaman adalah guru yang terbaik, pengalaman nekat bertanggungjawab tentunya. Kalo nggak begitu saya nggak bisa nyantai sekarang. Yap, pada giliran saya ke-tiga dan selanjutnya, saya jadi sedikit menyepelekan tugas kenegaraan ini. Nggak pernah lagi saya menyiapkan materi kultum jauh-jauh hari. Paling-paling malam senin sebelum tidur saya browsing nyari inspirasi sebentar. Kemudian cukup menghafal poin-poinya (sekitar 2-3 poin) dan mengembangkan sendiri sesuai bahasa saya.

Materi amanat pun hanya seputar sekolah. Misalnya, kebersihan kelas, tata tertib sekolah atau motivasi belajar yang kesemuanya berdasarkan pengalaman dan masalah yang saya temui selama mengajar. Yes, saya nggak suka tema yang berat-berat semacam makna sumpah pemuda. Ini pilihan saya saja sih. Daripada saya ngomong dengan bahasa nasionalis mending amanatnya ala ngobrol-ngobrol saja. Saya takut anak kelas 1 malah bengong nggak ngerti saya lagi ngomong apa. Mending kalo dengerin tapi nggak ngerti. Kalo nggak dengerin sama sekali kan bikin sedih, sajak e useless banget gitu raised eyebrows

Nah, senin kemarin adalah giliran saya menjadi pembina upacara. Kalo dihitung menggunakan rumus matematika, halah, kira-kira itu tugas saya yang ke enam. Karena ada 18 guru di sekolah dan ada 52 senin dalam setahun, maka masing-masing guru mendapat giliran menjadi pembina upacara sejumlah tiga kali dalam setahun (pembulatan ke atas). Tapi tapi... sebelum giliran saya yang ketiga dalam setahun tiba, tahun pelajaran sudah berakhir. Dan tiap awal tahun ajaran baru, urutan pembina upacara ini akan di reset, diulang dari awal lagi. Praktis, hanya dua senin dalam setahun saya (dan beberapa guru diatasku) berkesempatan menjadi pembina upacara. Beruntung kan saya? tongue thumbs up
Temen-temen sesama guru muda kadang jadi ngiri dengan keberuntungan kami itu, hihihi...

Begitulah kisah saya menjadi pembina upacara. Kalo saya baca-baca di google, banyak juga yang punya pengalaman seperti saya. Nggak sulit dan nggak menakutkan tho? Alah bisa karena biasa. Namun, meski sudah nggak gitu grogi ditunjuk jadi pembina upacara, tapi tetep lho pak (kepsek) saya ogah kalo disuruhnya mendadak it wasn't me

0 komentar:

Posting Komentar

Your comment, please. Whether it is good or bad... ^_^

 
Don't Skip Me Blog Design by Ipietoon