Tampilkan postingan dengan label Liburan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Liburan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 30 Oktober 2016

Tebing Breksi

Assalamu'alaikum.... 

It's my first post in 2016, and it's NOVEMBER. What a late post, ckckckck....
Mengingat tahun-tahun sbeelumnya paling tidak ada 30 posting, kayaknya tahun ini saya mengalami penurunan poduktifitas. Tapi nggak papa deh ya, daripada enggak ada post sama sekali tahun ini. Sebenarnya ada beberapa post yang masuk di draft, tapi ide yang muncul tak sebanyak mood saya. Mood saya sedang enggak pengen nulis, tapi jalan-jalan, hehe.. Tapi, kali ini saya mau nulis tentang jalan-jalan saya. Biar sekali mendayung, dua tiga pulau di lihat saja.. cool

Kali itu, saya dan Widya melarikan diri dari kegiatan kuliah di hari Ahad ke Tebing Breksi. Anyone knows about it?
Saya denger nama tebing breksi ini pertama kali dari bu Nani, temen ngrumpi dan juga temen arisan (socialita, kaleee) yang rumahnya emang di piyungan. Jaman doeloe, saya dan temen-temen sering dolan di sekitaran piyungan sepeti candi abang, dome teletubies, bukit bintang, apa lagi ya. Tapi, tebing breksi ini kelewatan nggak dikunjungi. Kayaknya sih belum lama ini baru ada, makanya saya jadi kudet, ketinggalan jaman, dan baru bisa kesana baru-baru ini.

Tebing dilihat dari sebelah Timur

Letak tebing ini berada di Jl. Piyungan - Prambanan, kilometernya kurang ngerti deh ya. Agak jauh ke dalam dan naik perbukitan, jadi agak susah dilihat dari jalan utama. Kalau dari arah prambanan, setelah plang Muhammadiyah Boarding School (MBS), belok kiri. Kalau dari arah Jl. Wonosari, setelah melewati SMP 1 Prambanan, belok kanan di perempatan. Disitu sudah ada plang tebing breksi dan candi ijo di pojokan perempatan. Ikuti saja jalan tersebut dan kalau jalannya semakin menanjak, tandanya kamu belum kesasar, masih dijalan yang di ridhoi Allah SWT..

Pintu masuk dilihat dari atas tebing

Sesampainya di tebing breksi, ada beberapa petugas yang siap mencegat. Iya, bayar parkir sama retribusi dulu baru boleh masuk. Parkirnya sih cuma 2 ribu, tapi retribusinya seikhlasnya. Dan kata "seikhlasnya" ini justru bikin saya gimana gitu. Mau dikasih 1 ribu kok nggak lucu, dikasih 100ribu kok enggak ikhlas, hehe.. Kayaknya lebih baik pihak terkait langsung menetapkan tarif retribusi masuk ke area wisata ini. Jadi saya nggak merasa di gantungin gini (cie, curcol.. silly)

Ceritanya lagi curhat
Di sisi timur tebing, terdapat beberapa relief wayang. Ada mini panggung dengan background relief yang nggak kalah menarik buat foto-foto juga. Tapi spotnya udah mainstream, banyak yang share foto di IG dengan lokasi yang itu itu saja. Makanya jangan pernah berharap panggungnya sepi. Yang mau ngantri foto disitu.. buanyaaaaaak... surprise
Saya sih malesan orangnya. Jadi, daripada antri foto, mending nyari spot yang nggak pake antri saja.
Saya dan Widya nyempil disini
Sebenarnya, itu bukan kali pertama saya ke tebing breksi. Sebelumnya saya sudah pernah kesini rame-rame. Ceritanya pulang kondangan terus mampir. Yah, kalo nggak diajakin kesini sama Ria, mana tahu saya lokasi tebing ini, hehe... Tapi tetep sih, kedua kalinya kesini, saya kudu buka GPS dulu buat memastikan lokasinya.
Saya dan Ria
Nah, karena spot foto yang bagus ya itu-itu saja, saya ikutan foto di tempat mainstream lah..
#lupa kalo tadi baru ikutan gerakan anti-mainstream..
Ini sih fotonya malu-malu kutjing, soalnya udah ditunggu peserta kontes foto lainnya sih..
Senyum tanggung
Oke, begitulah liburan tanggung saya di tebing breksi bareng teman-teman. Kali-kali aja ada yang mau kesini, tapi nggak tahu jalan, bisa lah ngajak saya jadi penunjuk jalan.. thumbs up


Senin, 16 Februari 2015

Ketep Pass


What a day..
Minggu kemarin ini tak sengaja ada yang ngajak saya ke Ketep Pass. Padahal cuma karena saya tak sengaja melontarkan kepengenan kesana. Menurut teman-temen, tempatnya bagus karena ada gardu pandangnya jadi bisa melihat gunung Merapi dan Merbabu dalam jarak yang lumayan deket, daripada dari Bantul . Nah, saya ini belum pernah sama sekali ke ketep. Jadi penasaran kan. Banyak yang kesana, tapi aku kok belum pernah.

Sampai disana, beginilah bentuknya..
Tampak Depan
Sebelum masuk lokasi, kami harus membeli tiket masuk seharga 7 ribu/orang dan jasa raharja seribu, belum termasuk parkir motor atau mobil. Nggak mahal sebenarnya, tapi jadi tampak mahal karena dengan harga segitu kita cuma melihat pemandangan gunung saja lewat gardu pandang atau gubug-gubug derita, eh, warung-warung yang ada di tepian objek wisata.
View-nya bagus ya?
Selain gardu pandang, ada juga Ketep Volcano Theater. Bioskop ini menampilkan film berupa sejarah dari Gunung Merapi yang meliputi peristiwa terbentuknya Gunung Merapi, jalur-jalur pendakian, penelitian di puncak Garuda, letusan dahsyat Gunung Merapi, dan berbagai peristiwa yang terjadi dalam rentetan waktu tertentu. Durasi dari film ini cukup pendek, hanya sekitar 25 menit. (source: Wikipedia)
Maap, ini asal jepret, ternyata ketutup orang lewat
Kemarin saya tidak tertarik menonton di bioskopnya, apalagi antriannya panjang dan isinya anak-anak sekolah yang lagi wisata. Males tho nek desek-desekan sama bocah-bocah. Mungkin karena hari libur, jadi isi objek wisata ini kebanyakan anak-anak remaja. Kita mah sudah kelewat kadaluarsa kalo disebut remaja. Karena itu, saya memilih turun ke bawah, foto-foto dan nongkrong di warung.
Yak, itu saya pake gamis ya, bukan daster. hiks..
Setelah mengitari lokasi, sepertinya saya tidak terlalu tertarik dengan Ketep Pass ini. Hawanya memang sejuk, seger, meski ada sinar mataharinya, tapi ya cuma bisa melihat pemandangan saja. Masih bagus kaliurang, ada air terjunnya. Yah, setidaknya saya sudah tidak penasaran lagi dengan yang namanya Ketep. Kalo temen-temen mo membahas Ketep, saya jadi bisa ikut nimbrung, halah..

Kayaknya segini dulu cerita nggak jelas saya soal gardu pandang Ketep. Maaf kalo review nya asal-asalan. Tapi itu jujur lho dari lubuk hati saya yang paling dalam 

Rabu, 31 Desember 2014

Jalan-Jalan Numpak Werkudoro


Yey.. Another liburan was done.
Liburan yang bagaimana yang kalian suka? 
Yang cantik ala koper, atau yang adventuring ala ransel?
Liburan cantik misalnya ke pantai naik mobil, tinggal duduk juga nyampai. Sedang liburan adventuring ala saya adalah jalan-jalan menggunakan angkutan umum atau benar-benar "jalan kaki". Keduanya saya suka, asal nggak salah partner liburan aja tongue

Selasa kemarin saya and the gorgeous Patty (teman semasa kuliah) jalan-jalan ke Solo. Ke Solo? Lagi?? Hehe.. Iya, saya tahu liburan ke Solo bukan sesuatu yang wah. Tapi bagi saya, liburan itu intinya bisa jalan menikmati suasana yang lain dari sekedar halaman rumah. Saya memang berniat untuk bersenang-senang saja kok.


Pagi itu, saya dan Patty berencana naik bus tingkat merk Werkudoro yang pool nya ada di Dishub Solo dekat dengan Stadion Manahan. Tahu Werkudoro kan ya? 
Bukan ngece sih, hehe.. soalnya selepas saya pasang status "numpak Werkudoro", ada 3 teman yang intinya kepengen ikut jalan-jalan. Satu teman mengira saya ikut Patty ke semarang, satu teman lagi menebak saya sedang numpak kereta (mungkin namanya) Werkudoro, dan satu sepupu bertanya "ningdi mbak?". Ooooh.. ternyata tak banyak yang tahu Werkudoro itu apa.

Sayangnya kami sendiri enggak tahu dimana itu Stadion Manahan dan mesti kemana agar bisa sampe Dishub Solo. Tapi tenang, kami kan punya moto Malu Bertanya Sesat di Solo. Karena itu, begitu turun di Stasiun Balapan, kami selanjutnya menuju halte BST (Batik Solo Trans) sambil mengamati peta jalur bis. Dari situ, kami sedikit tahu bahwa BST yang harus kami naiki yang haltenya di seberang jalan. Di dalam BST, kami memanfaatkan waktu untuk bertanya pada kondektur arah menuju stadion Manahan (dia tidak tahu Dishub Solo cyin). 
Tiket Kereta - Tiket BST - Tiket Werkudoro
Selang beberapa menit dari Balapan, kami diturunkan (cieh, kayak diusir aje) di pertigaan jalan setelah Solo Paragon Mall. BST yang kami naiki tidak melewati stadion Manahan, jadi kami benar-benar harus berjalan kaki menuju stadion. Bisa sih naik angkot, tapi kata kondekturnya deket kok, rugi duitnya. Dia juga menunjukkan kemana kami harus berjalan. Baik ya si mas kondektur..
Rute Jalan Menuju Dishub Solo

Untuk menuju Dishub Solo:
  1. Turun dari BST di pertigaan setelah Paragon Mall, Jalan lurus ke arah rel kereta api (utara). Berjalanlah melawan arus.
  2. Setelah melewati rel, tetap ikuti jalan melewati patung yang pose-nya mirip patung Pancoran.
  3. Lurus saja sampai menemukan plang "Pasar Ikan" 
  4. Sebrangi jalan dan putari gedung di sebelah kiri melewati patung kereta kuda, putari terus sampai menemukan bangunan kuno mirip hotel di sebelah kanan jalan. Sampai deh di pool Werkudoro
Oh iya, jauh-jauh hari patty sudah menelpon dishub untuk mem-booking tiket bus Werkudoro jadi kami tidak takut kehabisan tiket. Tak lupa kami absen dulu ke si embak yang jaga untuk menebus tiket. Kami sampai di pool ini 2,5 jam lebih awal dari jam keberangkatan maka dari itu kami sarapan dan jalan-jalan dulu ke sekitar stadion Manahan. Jalan-jalan lho ya, jadi ya memang literally jalan big grin
Bus Tingkat
Sekitar jam 12 siang, bus werkudoro yang kami naiki berangkat. Tiket Bus ini tidak ada nomor seat-nya jadi kami bebas mau duduk dimana saja, asal bukan di seat driver-nya (hayah). Kami memilih tempat duduk di dek atas, dengan harapan dapet pemandangan yang lebih dari sekedar numpak bis gedhe. Solo ini lebih rindang lho dari Jogja, ada pedestriannya juga. Susah lah sekarang nyari jalan di Jogja yang masih ada pohon dan taman di kanan kiri nya. Nah, saking rindangnya, sepanjang jalan si Werkudoro "nyamplak" daun-daun dan ranting pohon yang ada di sepanjang jalan. Kasihan deh patty yang duduknya di pinggir, kudu siap siaga biar gak ikut "kesamplak" pohon, hehe..
Sepanjang Jalan
Setelah 1 jam perjalanan, bus berhenti di sebuah taman (belum jadi) di daerah Jurug. Saya lupa-lupa ingat apakah ini di Taman Makam Pahlawan atau hanya sebuah taman saja. Disini kami berhenti 15 menit untuk istirahat. Setelahnya, kami yang duduk di dek atas harus rela bergantian dengan penumpang lain untuk duduk di dek bawah. Sayang banget lho, di bawah itu pemandangannya terbatas, ditambah saya dan patty dapat tempat duduk di dekat pintu yang mana pintunya tertutup stiker burem. Wew.. pemandangan yang absurd.

Dengan membuang rasa malu (ndableg), kami memutuskan naik ke dek atas dan duduk lesehan di dekat kaca depan. Nah, saya baru merasakan keseruannya disini. Seharusnya sejak awal deh kami memilih lesehan saja deh disini. Pemandangannya lebih jelas, apalagi karena dilihat dari atas. Serasa lagi nonton bioskop. Maksudnya yang nonton pengendara dibawah, nonton kami-kami yang duduk di depan kaca, hihihi..

Oh iya, sewaktu istirahat tadi, saya sempat memanfaatkan waktu untuk rapat tongue dengan sopir bis. Saya bertanya apakah kami boleh turun di tengah jalan yang dekat dengan either stasiun Purwosari atau Balapan. Pak kondektur yang lagi-lagi baik hati bersedia menurunkan kami di daerah pertigaan Masjid Sholihin. Kami, lalu, berjalan kaki sejauh 300m ke arah kanan (demi mengirit ongkos). Jalannya tidak jauh kok. Melewati toko roti Wonder yang terkenal itu, kami lurus saja menthok kemudian belok kanan. Maka sampailah kami di Stasiun Balapan untuk beli tiket - sholat duhur - makan siang - sholat ashar - pulang, Fiuh...whew!yeiy... applause
Thanks Patty
Kalo saya hitung-hitung, kami menghabiskan duit Rp. 218.000 atau Rp.109.000/orang untuk numpak Werkudoro:
  • 2 tiket Joglo Ekspress         RP. 40.000
  • 2 tiket BST                         Rp. 9.000
  • 2 tiket Werkudoro              Rp. 40.000
  • Sarapan dimsum rumahan   Rp. 52.500
  • Jus orange dan Sirsat          Rp. 14.000
  • Nasi Pecel depan RRI          Rp. 22.500
  • 2 tiket Madiun Jaya            Rp. 40.000
Coba pilih kereta Prameks dan skip dimsum-nya, maka kami tidak akan mengeluarkan uang lebih dari 200 ribu rupiah thumbs up

Kesimpulan:
  1. Jangan terlalu berharap sewaktu naik Bus Werkudoro dan lebih baik duduk di atas, atau lesehan dekat kaca depan.
  2. Rute bis melewati jalan tengah kota. Padet... bangunan dan kendaraan.
  3. Tour Guide-nya kurang informatif, irit suara sepertinya. Cuma bilang "sebelah kanan kita ada blah blah blah". Habis itu, udah diem lagi..
  4. Untuk menikmati jalan-jalan ke Solo (yang menurut adik saya tidak menarik dan dia heran kenapa saya sering ke Solo), yang paling penting untuk disiapkan adalah.... partner yang se-visi-misi. Pilihlah partner yang memang niatnya jalan-jalan, nggak mudah mengeluh, nggak takut panas, nggak menghindari angkutan umum bahkan nggak sungkan jalan kaki dan....... nggak perhitungan laughing

Ada yang mau numpak Werkudoro juga? smug

Rabu, 24 Desember 2014

Tour de Taman Kyai Langgeng


Siapa yang tahu kyai langgeng?

Sepertinya cuma saya seorang yang tidak tahu dimana itu kyai langgeng. Padahal dari jaman TK juga sudah pada heboh piknik ke sana. Cuma.. saya belum tertarik saja kalo kesana pake inisiatif sendiri. Kebetulan, study tour tahun ini ke kyai langgeng. Jadi saya punya alasan untuk melihat seperti apa tempat rekreasi yang terkenal di kalangan anak TK. Iyes.. Awal bulan ini saya dan warga sekolah liburan ke kyai langgeng. Taman ini berada di daerah Magelang, dekat dengan Akademi Militer. Jalannya lurus saja mengikuti jalan propinsi. Itu kata teman yang sudah pernah kesana.

Hari itu anak-anak dan guru berangkat menggunakan 2 bis, 1 mobil dan 2 motor. Kenapa harus ada yang naik motor? Karena 1 teman (perempuan) dan 1 teman (laki-laki) mabuk darat jadilah 2 orang  ini naik motor. Saya "boncengan" sama teman perempuan, dan teman satu lagi ditemani sama guru yang lain. Yah, lumayan kan kalo ada 2 motor, kalo terjadi apa-apa bisa saling membantu.

Perjalanan saya (naik motor) dimulai dari jam 7.30 WIB. Kami berangkat melewati rute Jl. Imogiri Timur - Giwangan - Tugu - Jl. Magelang dengan kecepatan 50-60 km/jam. Santai banget. Mumpung rombongan mampir  ke museum Dirgantara, jadi kami nggak mengejar apa-apa. Kami berempat sama sekali tidak tahu pasti lokasi kyai langgeng. Tapi berbekal mulut untuk bertanya, akhirnya sampai juga kami di lokasi. Kalo dihitung-hitung, sekitar 2 jam perjalanan kami. Jauh juga ya. Pantas teman-teman pada heran kami milih naik motor kesana. Pegelnya tuh disini... *nunjuk pergelangan tangan, punggung dan pxxxxx.
Nampak depan
Sesampainya di Kyai langgeng, kami harus berjalan ke arah belakang dari area parkir, melewati jalan raya. Sebelum masuk, kami wajib membeli tiket masuk sebesar 15 ribu, bisa diskon kalo rombongan. Lebih murah daripada ke gembiraloka kan (tetep saya mau ke gembiraloka juga). Tapi, disini cuma bisa lihat sedikit binatang. Ya nggak papa deh, dapat ganti boleh main gratis di 9 permainan kok. Istilahnya tiket terusan. Sebelum masuk, oleh mbak petugas tangan kami di cap dulu biar ketahuan sudah bayar. Bisa dilihat itu di foto capnya (bukan tangan saya lho ya, hehe). Guna capnya juga nggak penting-penting amat sih, karena kita nggak perlu menunjukkan cap kalo mau main di wahana. Dan, capnya (baru beberapa menit) kena telapak tanganku yang berkeringat saja sudah hilang.
Banyak patungnya ya..
Nah, mari dilanjut masuk ke lokasi taman. Namanya juga taman, jadi isinya lebih dipentingkan banyak tanaman dan rumput. Selain itu ada juga beberapa aneka satwa yang dilindungi, contohnya siamang dan merak. Saya kurang ngerti nama hewannya apa saja, jadi tidak berani nyebut big grin
Koleksi satwa
Lanjuut..
Wahana permainan, bukan permainan saja sih, di dalamnya ada banyak. Saya dan teman-teman mencoba beberapa fasilitas gratis. Yang pertama kali saya coba adalah kereta mini. Shelter keretanya ada di ujung jalan, dan saya sedang malas berjalan, hehe.. maka jadilah saya mencegat kretanya di depan tempat kami beristirahat. Rute keretanya sangat pendek, tidak bisa benar-benar mengelilingi lokasi taman. Selanjutnya saya mencoba mobil keliling. Yang ini rutenya lebih panjang, mengelilingi area taman sebelah utara. Sayangnya, saya fokus groupie dengan teman-teman, jadi lupa untuk memperhatikan pemandangan, aduh.. whew!
Wahana Gratisan
Terakhir saya mencoba perahu air (iyalah namanya perahu pasti di air). Perahunya kecil-kecil dan sambung menyambung. Jalannya pelaaaan banget. Pernah menonton film "Mr. Bean versi Holiday" di adegan dia merebut motor orang dan ternyata jalannya motor tidak lebih cepat dari orang berjalan? Yah, seperti itulah jalanya. Rutenya sangat sangat mengecewakan. Pendek sangat. Tapi, kayaknya taman berikut wahananya ini untuk anak-anak deh, jadi orang dewasa dilarang protes silly
Ini.. Narsis aja sih, hehe
Nah, menyadari ketidak cocokan saya bermain di area ini, maka saya memutuskan berhenti bermain. Saya tidak mencoba bianglala atao komedi putar, apalagi kolam renangnya. Biarlah anak-anak itu saja yang main. saya cukup sadar diri sama umur rolling on the floor.

Mari saya simpulkan hasil saya touring ke Taman Kyai Langgeng ini.
  1. Udaranya masih segar, sejuk.
  2. Tamannya luas, cocok untuk "ngumbar"  anak-anak. 
  3. Bisa bermain sepuasnya dari pagi sampe sore hanya dengan 15rebu
  4. Nggak cocok untuk orang dewasa, kecuali kalo cuma pengen nyari tempat nonkrong lama-lama.
Begitulah sedikit review saya soal kyai langgeng. Sejauh ini saya belum tertarik ke sana lagi. Tapi, mungkin kalo bawa anak sendiri bisa dipertimbangkan lagi.

Sayang anak... sayang anak..
*colek bapaknya anak-anak (yang belum ketahuan siapa, hihihihi)

Kamis, 16 Oktober 2014

We've been in Surabaya

Surabaya.. here I come.. party
(Eh, nggak ding, wong sudah berlalu, harusnya pake past tense. Aih… sok grammar police

Kota Surabaya kota yang totally strange bagi saya. Asli saya belum pernah kesana. Nggak tahu moda transportasi dari stasiun menuju lokasi tujuan. Dan muka saya langsung kecut saat saya tahu bahwa saya harus mengadu nasib ke Surabaya. Kali pertama ke Surabaya, saya sendirian naik travel sampe lokasi. Jadi semua saya serahkan pada sopir travel. Saya mah tinggal tidur tahu-tahu sampe tujuan. Pulangnya saja yang kudu tanya angkot menuju stasiun Gubeng ke bapak-bapak yang nongkrong di sekitar lokasi. 

Sebelum berangkat saya sudah membekali diri saya dengan banyak hal tentang Surabaya. Dimulai dari booking kereta PP Jogja-Surabaya dari jauh-jauh hari. Penting ini, soalnya kalo mendekati hari H kereta biasanya fullbooked. Tinggal kereta mahal yang tersisa. Selanjutnya saya googling peta Surabaya yang di printscreen, daftar penginapan murah dan navigasi dari penginapan-penginapan menuju lokasi aduan nasib, halah.. Semunya saya simpan di HP. Bahkan saya menghafalkan nama jalan di sekitar lokasi biar nggak sewot saat GPS nggak jalan atau hape tiba-tiba lola. 

Lanjutkan ya.. 

At the train
Kali kedua, berbekal informasi yang tersimpan di HP dan tentunya ijin orang tua, Senin sore kemarin  saya dan Ria (teman SMPku) jalan-jalan ke Surabaya. Kami berangkat dengan kereta pukul 16.50 dan sekitar pukul 23.30 malam kami sampai di stasiun Gubeng. Hotel pertama yang saya cari adalah Hotel Gubeng yang ada di depan Hotel Sahid. Hotelnya murah meriah, apalagi dilihat dari bentuknya yang jadul. Sayang, kamar disini penuh. Pengen sih pindah ke Hotel Sahid di depannya, tapi dompet saya nggak kuat, pake bingitz lagi. Jadi saya mengalihkan tujuan ke Family Guest House di Jl. Gubeng Kertajaya VIIIC. Tentunya saya sudah telpon dulu untuk memastikan ada tidaknya kamar. 

Guest house ini ada di dalam komplek perumahan. Jadi agak susah dicari. Memang harus mengandalkan GPS kalau baru pertama ke penginapan ini. Naik taksi ke Guest House ini tidak lama, hanya sekitar 10 menit saja, dan argonya sekitar 20 - 25 ribu. Tarif kamar disini 300ribu/malam  (lumayan nggak murah, hiks) untuk twin maupun double bed dengan fasilitas AC, wifi, kamar mandi dalam dan breakfast. Hotelnya sih lumayan, kecuali TV yang cuma ada 1 chanel dangdut doang, ya ampon thumbs down

Hari Selasa, setelah urusan saya selesai, pukul 12.45 siang kami checkout. Jadwal checkout memang sampai jam 12 siang saja, tapi ada toleransi sampai jam 1 siang. Selebihnya akan dikenai charge 50%. Selanjutnya, kami menuju ke Delta Mall sambil menunggu jadwal kereta kami jam 7 malam. Yeah, I know pasti pada mencibir, jauh-jauh ke luar kota kok masuknya Mall lagi big grin

Perjalanan dari Guest House ke Delta Mall juga tidak lama, cuma 10-15 menit. Lokasi Mall nggak jauh dari stasiun Gubeng. Kami bisa jalan kaki sambil mampir ke Museum Kapal Selam. Mo apalagi ke Museum kalo nggak mau narsis coba? Bisa ditebak kan kalo saya tidak terlalu tertarik sama yang namanya Museum, maafkeun.. Tapi ya daripada nunggu lama di stasiun, mending jalan-jalan dulu kan. Bayar 8 ribu (museum dijogja cuma antara 1 ribu - 4 ribu saja) sudah bisa keliling kapal selam dan foto-foto disekitarnya. Suasana di dalam kapal tidak panas karena ada banyak AC terpasang. Sayangnya, saya agak nggak suka dengan ruangan tertutup. Belum bisa disebut claustrophobia, hanya kurang nyaman saja berada di ruangan sempit dan tertutup.

Ini dya bukti kenarsisan kami di Museum ... 
At Museum Kapal Selam
Itu yang pojok kiri hotel Sahid tuh :D
Sekitar pukul 5 sore kami berjalan menuju stasiun Gubeng Lama. Namun, karena kami harusnya naik kereta dari Stasiun Gubeng baru, maka kami memutuskan naik becak dari Gubeng Lama dengan ongkos 10 ribu. Bisa sih bilang ke penjaga tiket untuk masuk ke Gubeng Baru, dan akan diantar pak satpam menerobos lewat tengah rel. Tapi, kami harus bersabar menunggu sekitar 1 jam sebelum keberangkatan kereta baru bisa di antar. Ribet ya aturan baru sekarang...

Sebenarnya Gubeng Lama dan Gubeng Baru itu di lokasi yang sama, tapi beda fungsi. Gubeng Lama untuk kelas ekonomi dan komuter, sedang Gubeng Baru untuk kelas Bisnis dan Eksekutif. Sepertinya penumpang kereta Ekonomi Sri Tanjung bisa juga naik dari sini. 
At Gubeng Baru
Oh iya, selama perjalanan pulang kami ditemani Agnes Monica lho, hihihi..
Too bad, I'm not her fans. I guess that was the reason why I slept quit early that night rolling on the floor
Maap, bukannya iklan ye..

Senin, 11 November 2013

Narsis At Ngobaran

Dalam rangka memperingati hari Pahlawan, haish… 
Bukan bukan… Dalam rangka bosan setelah seminggu sibuk bekerja saja, hehe... 
Ahad 10 November kemarin, saya, Ita dan Indri dengan tekad bulat jalan-jalan menuju Pantai. Pantai mana yang akan kami singgahi? Kami baru memutuskannya 5 menit sebelum berangkat. Setelah membolak-balik Guide Book Pariwisata Gunungkidul pemberian pak lik, maka diputuskan: Pantai Ngobaran Gunugkidul Handayani lah tujuan kami. 

Sekitar jam 8 pagi kami melajukan motor dengan kecepatan 60km/jam melalui rute Blawong – Siluk – Panggang - Saptosari. Sengaja kami nggak ngebut karena memang ingin santai-santai saja. Jalanan yang naik turun dengan kanan kiri jurang memang berbahaya. Sekalinya rem blong, bablas sudah nyemplung ke sawah/kebon dibawahnya. Ngeriii.. Tapi karena sudah mendapat restu dari orang rumah (wajib nih) dan tak lupa berdoa sepanjang jalan, Alhamdulillah kami selamat sampai tujuan.
View Selama perjalanan

Setelah 1 jam 30 menit, sampailah kami ke TPR pantai Ngrenehan dan Ngobaran. Yes, sekali masuk TPR, kami bisa mengunjungi pantai Ngrenehan atau Ngobaran. Konon katanya (habis cuma denger-denger cerita sih), pantai Ngrenehan ini pantainya para nelayan (agak genit gitu deh). Bisa sih berenang, hampir kayak kolam malah. Tapi pantai nya masih kurang cantik. Maka kami memutuskan langsung menuju Ngobaran saja. Jarak 1 km menuju pantai Ngobaran, serentak kami teriak takjub saat laut terlihat diantara bukit dan pepohonan. Nggak heran sih, karena pantainya ada dibawah bukit, sedangkan pos TPR berada agak di atas bukit.
View Ngobaran dari area sekitar parkiran
Mencuri-curi dengar obrolan para pengunjung, sepertinya banyak pengunjung yang tidak tahu bahwa pantai Ngobaran tidak cuma bisa dinikmati dari atas. Apa pasal? Karena pantainya lagi-lagi berada dibalik bukit. Dari area parkir hanya terlihat pura buatan (atau apa ya sebutannya) dan view laut dari atas tebing. Mungkin ini cocoknya buat para pemancing deh. Padahal, kalau saja mau naik turun melewati jalan berbatu, maka pantainya terlihat seperti ini, tadaaaa..
View Ngobaran yang tersembunyi

Kami sangat excited untuk segera terjun ke laut. Tak banyak pengunjung yang mandi di pantai, rata-rata mereka hanya melihat-lihat pantai dari kejauhan, atau sekedar foto-foto di bibir pantai. Duh, rugi amat kalau jauh-jauh ke sini cuma nongkrong dari jauh. Dan beginilah aksi kami di pantai.
Waktunya main air
Eits, karena kami gadis-gadis yang tidak nyaman main air sambil dilihat banyak orang, maka kami memutuskan untuk "sembunyi" di pantai di balik karang. Pantainya agak tersembunyi, dan hanya bisa dilewati melalui jalur air, maksudnya mesti jalan di airnya. Di sini, tidak banyak pengunjungnya, karena mungkin mereka malas kalau harus berbasah-basah ria. Bahkan, walau ada beberapa kelompok pengunjung usia muda, hanya kami bertiga yang tanpa malu-malu nyemplung ke pantai. What a great experience.. 

Yak, sekitar jam 12.30 kami bergegas pulang. Kami sudah kelaparan, dan rencananya mau hunting mi ayam rasa Gunungkidul, hihihi.. Tapi, saat melewati jalan baru yang datar dan super lapang (untuk ukuran Siluk-Gunungkidul), tak kuasa kami untuk tidak berhenti dan mengeluarkan kamera. Tentu saja dengan mengesampingkan malu karena jadi tontonan para pengendara yang lewat. Sesekali kami melambaikan tangan pada para pengendara yang menyapa kami dan melemparkan senyum manis saat mereka memandang heran pada kami. Yasudlah nggak usah malu, nggak kenal ini 
Norak di jalan baru

Sesampainya di rumah, saya merekap ongkos yang sudah kami keluarkan:
  1. # 12 ribu -> bensin full tank (karena bensinku masih ada ½ dan minus bensin Indri lho ya)
  2. # 9 ribu -> tiket masuk untuk 3 orang
  3. # 18 ribu -> pop mie 3 cup (mahalnyo)
  4. # 20 ribu -> ongkos sewa gazebo
  5. # 9 ribu -> ongkos mandi
  6. # 24 ribu -> Mi ayam + es jeruk
Total pengeluaran kami adalah Rp. 92.000. Setelah dibagi 3, berarti pengeluaran 1 orang minus bensin adalah Rp. 80.000 : 3 = Rp. 27.000. Voila.. What a cheap and great experience we get. Yey..

Well, this won't be our last trip. Wanna join us? 
 
Don't Skip Me Blog Design by Ipietoon