Rabu, 23 Juli 2014

Being Bossy Via "Klakson"


Klakson.. Iya klakson..
Seberapa sering kamu memencet tombol klakson?
Skuter ini ada klaksonnya juga lho

Saya lumayan jarang lho. Bagi saya, klakson hanya dibunyikan kalau… ada kendaraan yang kemungkinan tidak melihat keberadaan saya dan memungkinkan terjadi kecelakaan, memperingatkan kendaraan dari arah berlawanan yang melewati garis marka dan memasuki jalur saya atau menyapa teman yang ketemu di jalanan. Itu fungsi klakson bagi saya. Tapi, pantangan bagiku untuk meng-klakson sepeda atau becak meski mereka berada di situasi yang saya gambarkan tadi. Kasian men, kalo kaget kan bisa berabe. Mending saya saja yang bersabar dan memperlambat laju motor 

Sedangkan menurut mas Wiki, klakson adalah terompet elektromekanik yang gunanya untuk membuat pendengarnya waspada. Biasanya klakson dibunyikan untuk menunjukkan eksistensi sebuah kendaraan, contohnya sepeda motor, mobil, bus, truck bahkan kereta. Di Negara maju, klakson digunakan untuk memperingati pengendara yang kurang tertib atau jika pengendara lain diprediksi akan menyebabkan kecelakaan. Sedang di negara berkembang seperti negara kita ini, klakson fungsinya untuk memberi tahu pendengarnya bahwa ada kendaraan yang datang, mengingatkan akan kemungkinan bahaya yang terjadi, ingin mendahului, atau menyatakan perasaan emosional (termasuk tidak sabar kalau ada kendaraan yang jalannya pelaaaaan banget). Makanya sering kan ada kejadian tidak mengenakan di jalanan, lalu kendaraan tersebut saling berbalas klakson.

Nah, soal klakson ini, saya suka terganggu kalau dibunyikan di malam hari di tengah kampong. Kalau di Jakarta, ada tukang sate yang tidak menggunakan lonceng untuk menarik massa, melainkan menggunakan klakson. Bunyinya? Brisiiiiiik.. Tapi karena keadaan yang seperti ini sudah wajar, maka tidak ada masyarakat yang protes. Dan beberapa malam selanjutnya saya sudah terbiasa dengan soundtrack sate itu. Ah.. Klakson sudah beralih fungsi ternyata 
Di sinetron atau film Indonesia misalnya (kalo film Hollywood jarang terjadi), kebanyakan orang membunyikan klakson di depan pintu gerbangnya. Maksudnya, agar pembantu yang di dalam rumah bisa keluar dan membukakan pintu gerbang untuknya. Apa pintu gerbangnya terkunci sehingga perlu dibukakan?
Bukaaaaan.. manja saja sepertinya. Orang Indonesia kan mental bos nya tinggi. Buat apa susah-susah turun dari mobil atau motor untuk membuka pintu kalau ada orang yang mau membuka pintu untuknya. Sok nge-bos-i kan? 

Sekarang, kembali ke Jogja, di kampong saya. Tiap malam, saya selalu “nyepadake” tentang disfungsi klakson yang dilakukan oleh 2 tetangga saya. Di atas jam 9 malam, selalu ada suara klakson sepeda motor di depan rumah tetangga kiri dan depan saya. Di sebelah kiri saya, seorang bapak yang pulang larut malam dan sering kali istrinya sudah tidur jadi beliau membunyikan klakson agar sang istri membukakannya pintu garasi. Di depan rumah saya, seorang remaja putri yang kerja sampai jam 10 malam dan membunyikan klakson dengan maksud yang sama. Adu du duh.. masih muda kok malah memerintah orang tua nak nak.. 
Lalu, pertanyaan saya, apa susahnya membuka engkel pintu sendiri ya? Kalaupun pintunya terkunci, bisa mengetuk pintu rumah juga kan?

Ada lagi nih, satu teman bapak yang sudah sepuh (tapi masih sepuh bapak sih). Setiap kali beliau berkunjung ke rumah dan hendak mencari bapak, beliau tidak pernah turun dari motor kemudian mengetuk pintu. Yang beliau lakukan adalah, menggeber motor dan membunyikan klakson berkali-kali sampai si tuan rumah keluar. Capek deh..
Alhamdulillah ya, si bapak ato ibu hanya sedikit ngomel dan tetap dengan sopan menyapa sang tamu. Lah, anaknya memang kemana? Anaknya males keterlaluan kayaknya!
Saya selalu tidak paham dengan orang-orang yang menyalahgunakan klakson dengan maksud memerintah, sok ningrat bingitz. Hayo.. sekarng diinget-inget, pernah nggak nge-bossy dengan cara mencet-mencet klakson sembarangan?
Please be wise menggunakan klakson ya.. 

Selasa, 15 Juli 2014

Problem: Dilema Shaf dan Kiblat

Ramadhan tahun ini..
Malam kemarin, saya dan adikku ingin merasakan suasana ramadhan yang lain daripada yang lain. Kami berdua ingin merasakan sholat tarawih di masjid di luar kampung. Bahasa gaulnya, Safari Tarawih. Kami biasa menjalankan sholat tarawih 11 rokaat (di masjid dalam atau luar kampung), tapi tidak ada salahnya kan kalau kami ingin juga sholat tarawih 23 rokaat.
Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. (QS: Ar-Ruum: 31 – 32) 

Foto temen-temen saat di Garut

Masjid yang kami pilih tahun ini adalah masjid di kampung tetangga. Letaknya dipinggir jalan raya, sehingga bisingnya tak terkira. Tapi, kebisingan itu nggak terlalu jadi masalah. Jumlah rokaat dan adat sholat yang berbeda dengan kampungku pun tak jadi masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika kami dihadapkan dengan jamaah yang shaf nya tidak sesuai petunjuk masjid. Saat itu, kami sholat bukan di masjid utama, melainkan di serambi yang letaknya di sebelah kiri masjid utama. Jadi ada lorong antara masjid utama dan serambi. Di serambi ini kebanyakan diisi oleh jamaah yang sudah sepuh dan anak-anak. Shaf depan terdiri dari 3 orang, kemudian jamaah lain berbanjar ke belakang mengikuti arah tikar. Disini, terdapat garis shaf yang arahnya serong ke utara. Saya dan adik datang belakangan dan bagian kami tanpa tikar, sehingga terlihat jelas garis shaf yang menghadap kiblat. Namun, entah kenapa, jamaah di serambi ini sholatnya tidak serong mengikuti garis shaf, melainkan lurus mengikuti arah bangunan.

Selama ini kami sering menjumpai shaf kosong di bagian depan, atau belakang, atau shaf yang dimulai dari kanan dan kiri. Sedang kasus seperti ini kami belum pernah menjumpai sama sekali. Kecuali saat melihat film “Sang Pencerah” dimana diantara jamaah Masjid Kauman, hanya Kyai Ahmad Dahlan saja yang sholatnya serong menghadap kiblat yang diyakininya. Kami jadi bingung sendiri. Padahal sholat sudah dimulai dan tidak cukup waktu untuk menimbang-nimbang apakah kami harus menggelar sajadah sesuai shaf jamaah yang kurang benar atau sesuai kiblat masjid. Maka dengan pengetahuan dangkal, dan dengan pertimbangan kami berada di bagian paling belakang dan pinggir kiri sehingga tidak mengganggu jamaah di samping kiri kami, kami sholat mengikuti petunjuk kiblat Masjid tersebut. Arah sholat kami serong dan jadi berbeda dengan jamaah di sebelah kanan kami. 

Sebenarnya nggak enak juga dengan masyarakat, takut jadi masalah, apalagi kami ini pendatang yang numpang sholat. Walaupun untungnya, jamaah disebelah kami ya tidak komplain.  Tetap, hati kami bergejolak (taelah) karena kami tidak lurus dengan shaf jamaah, padahal lurusnya shaf menjadi kesempurnaan sholat. Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu:

"Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya kelurusan shaf adalah bagian dari kesempurnaan shalat.” [HR Muslim (433)] 

Kemudian, sepulangnya dari masjid, kami mengadu pada bapak. Beliau berkata bahwa syarat sah shalat yang harus dilakukan sebelum melaksanakannya di antaranya adalah menghadap kiblat Dari sumber iniJika suatu jamaah merasa kesulitan mengubah posisi kiblat, karena masjid agak terlalu jauh untuk dimiringkan dan sangat sulit, atau bahkan akan membuat kondisi masjid malah menjadi sempit, maka selama itu masih antara arah utara dan selatan, posisi kiblat tersebut dianggap sah. Akan tetapi, jika mungkin kita mampu mengubah arah kiblat seperti pada masjid yang baru dibangun atau untuk tempat shalat kita di rumah, selama itu tidak ada kesulitan, maka lebih utama kita merubahnya.

Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al Baqarah: 144)

Tadi, seorang guru agama di sekolah pun mengatakan hal yang sama dengan bapak. Permasalahannya, di masjid sudah ada garis shaf yang sesuai kiblat, namun jamaah tidak membuat shaf sesuai arah kiblat. Dengan begitu, maka tidak salah kalau kami sholat mengikuti petunjuk kiblat. Alasannya karena adanya petunjuk kiblat berarti sudah ada kesepakatan antara Takmir dan Jamaah Masjid tentang arah kiblat yang mendekati benar. Adapun jamaah yang tidak mengikuti petunjuk shaf, itu menjadi tanggungjawab Takmir Masjid untuk menyampaikan kesepakatannya.

Jawaban bapak dan teman guru saya tidak serta merta memuaskan rasa penasaranku. Semalam saya juga bertanya pada seorang teman yang lain. Darinya saya diberi pengertian bahwa meluruskan shaf itu lebih utama. Sehingga, meski tidak sesuai dengan petunjuk kiblat masjid, maka lebih baik sholat dengan meluruskan shaf agar tidak menggangu kekhusyukan dan menghindari perselisihan dengan jamaah lain.

Dalam suatu bahasan di sini disebutkan bahwa ketika berada di suatu tempat yang tidak memungkinkan mereka untuk mengetahui arah qiblat, seperti mereka dalam perjalanan sedang cuaca penuh dengan awan dan mereka tidak dapat mengetahui qiblat, maka jika mereka shalat dengan berhati-hati (berusaha agar mereka menghadap arah yang tepat) kemudian (setelah selesai shalat) ternyata mereka tidak tepat pada arah qiblat, maka tidak ada kewajiban apapun bagi mereka, karena mereka telah bertaqwa kepada Allah sesuai dengan kemampuan mereka.

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah, sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmatnya) lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah : 115)


“Apabila rasa takut lebih dari ini, maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan dengan menghadap kiblat atau pun tidak.” (Ibnu Umar)

Namun, ketika mereka berada di tempat yang memungkinkan mereka untuk bertanya tentang arah qiblat yang tepat akan tetapi mereka lalai dan meremehkan (tidak bertanya), maka dalam keadaan seperti ini mereka wajib mengqadha shalat yang mereka laksanakan dengan tidak menghadap qiblat. Baik mereka mengetahui kesalahan tersebut setelah habisnya waktu shalat itu atau sebelum habisnya waktu sholat. Hal ini dikarenakan mereka salah dan sengaja salah tidak menghadap qiblat serta meremehkan dengan tidak bertanya tentang qiblah tersebut. Meski begitu, perlu diketahui bahwa miring sedikit dari arah qiblah adalah tidak membahayakan
Antara timur dan barat adalah qiblah. (HR.Tirmidzi)

Berdasarkan bahasan tersebut di atas, saya mendapati dua opini yang berbeda yang berkaitan dengan kegusaran saya. Dua opini tersebut punya dasar masing-masing, sedangkan pengetahuan saya terlalu dangkal untuk memilih opini mana yang akan saya ikuti. Lain kali, saya akan memilih sholat selain di masjid itu daripada kebingungan soal shaf dan kiblat ini muncul kembali. Ke depannya, saya masih akan mencari opini lain dari orang yang lebih ahli daripada saya. Dan untuk sementara waktu, jika menemukan kasus yang sama, saya berpedoman bahwa menghadap kiblat lebih utama daripada meluruskan shaf. Dengan catatan saya tetap mengikuti arah kiblat yang disepakati takmir masjid setempat. Wallahualam..

“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak  menghendaki kesukaran bagimu”
(QS. Al-Baqarah: 185)

Refrensi:

PS: saya akan sangat sangat berterimakasih kalau ada yang dengan suka rela berbagi pendapat tentang masalah yang saya temui ini.

Sabtu, 12 Juli 2014

Berbeda itu Menyenangkan


Dari dulu saya hanya tahu bahwa persamaan pendapat itu sesuatu yang bagus. Ketika saya dan teman memiliki kesamaan pendapat, kami hanya membahas kenapa seharusnya begini dan begitu. Tapi lupa untuk menilik dari sudut pandang yang lain. Kadang-kadang malah kami hanya diam setelah saling tahu bahwa pendapat kami sama. Lha mau ngomong apa lagi? Kan sama..

Saya dan kebanyakan teman berbeda aliran (ya keles aliran sungai). Tradisi di masing-masing aliran itu berbeda. Yang penting kami saling menghargai kok. Mereka tahu kalau saya tidak tahu menahu dan tidak menjalankan tradisi mereka, tapi mereka tidak memaksakan kehendak. Meski demikian, saya cenderung diam saja ketika berbagai pertanyaan muncul di kepala saya berkaitan dengan perbedaan tradisi ini. Yet, we do agree to disagree.

Memangnya kalo berbeda pendapat kami harus bermusuhan?
Nggak juga.  Harus pintar-pintar membawa hati saja.  Saya justru tidak pernah menyangka lho kalau berbeda pendapat itu akan semenyenangkan ini.
Kok bisa?

Suatu saat saya terlibat pembicaraan soal agama dengan seorang teman. Muncullah berbagai pertanyaan yang dulu saya pendam. Saya dengan pendapat A dan dya dengan pendapat B. Masing-masing pendapat kami utarakan dari sudut pandang masing-masing, dan voila..
Saya jadi tahu kenapa muncul pendapat B. Memang saya masih belum menerima perbedaan pendapat ini, namun saya jadi tahu dari sudut pandang yang lain kan.

Ilmu saya jadi makin berkembang dengan adanya perbedaan ini. Coba kalo pendapat saya dan teman sama, mana mungkin saya akan buka buku ato internet untuk mempertahankan pendapat. Pasti saya hanya puas dengan ilmu yang segitu saja. Makanya kalau di kelas, guru akan menyuruh kami mengeluarkan pendapat kami masing-masing. Dari Pendapat kami inilah pembahasan di mulai. Itu baru permulaan dari pengetahuan yang akan kami pelajari lho. Masih banyak harta karun yang belum digali..

Dulu saya terlalu picik, menyangkal adanya perbedaan pendapat dan sengaja mencari-cari dukungan dari orang sekufu. Seiring waktu berjalan, dilihat dari segi bertambahnya ilmu pengetahuan yang akan saya dapat, saya jadi sadar bahwa berbeda itu menyenangkan.
Saya suka perbedaan..

"Perbedaan itu bukan untuk dipersamakan tapi untuk dipersatukan"


#Eh, kecuali perbedaan pilihan Capres ini. Too much Black Campaign, jadi saya milih lari dari perbedaan saja. Nggak mau tahu..

Minggu, 25 Mei 2014

Saya dan FD..

Saya..
Saya pecinta Female Daily. Kalo laki-laki demennya Ka*kus, kalo perempuan, biasanya demen FD.  Saya nggak demen forum agan-agan karena nggak ngerti cara "pakai"-nya. Pernah beberapa kali mencoba betah main disana, tapi give up . Agak susah nyari info penting-nya, ato mungkin karena saya-nya saja yang madet, alias males update .

Di forum agan itu saya banyak menemukan, instead of berbagi info, kebanyakan member cuma ngasih sundulan ato cendol. Nah, kalo di FD, no cendol apalagi cuma nyundul. In other words: No uninformative post is allowed. Forumnya rapih, nggak ada deh yang berbau-bau gosong ato amis, halah..
Taken from this site

Berawal dari kegundah gulanaan (istilah apah inih! ) saya saat menemui gerombolan jerawat di pipi dan dagu. Saat itu, saya justru terjerembab di forum ini. Saya asal signing up biar bisa nyuri banyak informasi. Meloncat dari thread satu ke thread lainnya. Yes, so much information I've gotten till today. One thread leads to another one Sampai-sampai saya tidak bisa berhenti browsing. HereI learn about life and face, of course. Selanjutnya, saya mulai enjoy bergaul dengan teman-teman di forum ini. Saya seperti punya lahan untuk ditanami sayur mayur, dan punya kebun lain yang buahnya bisa saya petik kapan saja. Ealah, perumpamaan apa ini.. 

Di dunia maya ini, saya seperti memiliki keluarga baru. Beberapa member juga sudah pernah kopi darat dengan saya. Tapi saya kurang tau, mereka lupa atau tidak denganku, hihi..
By the way, kalian udah pernah ngintip Female Daily belum? Udah pernah join disana kan? Buruan di intip dan cepet-cepet daftar supaya bisa dapet privilege yang tentunya sangat bermanfaat bagi cewek-cewek.

Nah..
Kalo udah join, jangan lupa tebak ID saya. Clue-nya, saya sudah berada di level Beryl. Err.. itu saja dulu contekannya, hehe... Jangan lupa, kalo ketemu saya di sana, sapa saya ya.... 

Sabtu, 24 Mei 2014

Stay in PKU Muhammadiyah Bantul

Alhamdulillah..
Berkat doa teman-teman dan kerabat semua, akhirya, Ibu sudah selesai di operasi dan sedang dalam proses penyembuhan.

Pasti pada tanya, "memangnya operasi apa?"
Sini saya jawab, "operasi pengangkatan batu empedu".
Tenang tenang.. Bukan karena Ibu kesakitan, lemah kemudian buru-buru dilakukan operasi, tapi murni karena baru tau ada batu di dalam perut Ibu. Jadi selama waktu pemeriksaan awal sampai menjelang operasi, Ibu masih bisa aktivitas seperti biasa. No one knows (except my family) juga kalo kita pagi itu pergi untuk check in ke PKU.

Eh, pos kali ini bukan untuk menjelaskan apa penyakit Ibu lho, melainkan step-step yang harus di lakukan pada saat pemeriksaan ataupun pendaftaran operasi di Rumah Sakit. Saya benar-benar buta soal yang beginian apalagi saya pontang panting sendirian saja, hihihi..
Syukurlah, dokter pengirim dan dokter perujuk operasi tempat saya menggali informasi ini ramah sekali dan saya sangat terbantu. Karena itulah, boleh kan saya berbagi ilmu dan cerita juga?
Siapa tau ada yang membutuhkan seperti saya dulu.

Here is my story:
Sebentar, penting untung diingat bahwa pasien, apalagi yang sudah sepuh tidak perlu ikut repot mengurus pendaftaran dan lain-lain. Jadi, biarkan duduk manis saja sampai saatnya masuk ke poli.

Rawat Jalan


  • Sebelum pemeriksaan, saya memastikan dulu poli apa yang akan dituju. 
  • Pendaftaran PKU Bantul di buka mulai jam 5 pagi dan hanya di layani di hari yang sama, no booking di hari sebelumnya. 
  • Saya memilih membooking via telpon terlebih dahulu, meski belum pernah sama sekali terdaftar sebagai pasien PKU. Untuk poli Urologi, dokter Zulfan hanya menerima 20 pasien. Ketika saya menelpon pukul 6.30 pagi, Ibu sudah ada di antrian nomer 17. Weleh.. 
  • For your information, no telpon pendaftaran PKU Bantul (0274) 8332525 atau (0274) 367437


  • Kami datang dan registrasi ulang di ruang pendaftaran pada jam yang telah ditentukan (sesuai jadwal dokter). Karena Ibu belum pernah periksa disini, maka saya wajib memberikan kartu identitas  untuk dicatat oleh petugas. Jika sudah terdaftar, tunjukkan kartu pasien dan sebutkan nomer antrian yang diberikan saat membooking via telpon.
  • Kemudian, kami diarahkan ke Poli Bedah Urologi dan menunggu panggilan.
  • Saat dipanggil, tancapkan nomer antrian di papan yang telah disediakan (di samping pintu masuk poli).
  • Setelah konsultasi, saya membawa map (yang berisi surat pengantar dll) ke Loket 2 untuk menerima bill. Bila ada resep obat, bawa map ke farmasi untuk mendapat nomer antrian. Setelah itu, baru membawanya ke loket 2.
  • Bawa bill ke Loket 1 dan bayar sesuai jumlah yang di minta.
  • Karena Ibu tidak diberikan obat, maka tahapan sudah selesai. Namun, bila ada obat, tahap selanjutnya adalah menunggu panggilan di ruang 11 (masih di bagian farmasi tapi di bilik kecil samping penerimaan resep)
  • Selesai...


Rawat Inap dan Operasi

Oh iya, opname ibu ini kan karena kemauan sendiri. Jadi mendaftarnya pun agak ribet. Yang pasti, kami harus datang pada hari yang sudah dijadwalkan oleh dokter bedah. Dokter Zulfan menjadwalkan pembedahan pada Selasa malam. Maka selasa pagi sekitar pukul 9 pagi kami sudah sampai di PKU untuk persiapan dan pengodisian pra-operasi.

  • Mendaftar di bagian pendaftaran dengan membawa surat rujukan operasi dan kartu pasien. Saya menyebutkan pula asuransi apa yang akan dipakai.
  • Setelah mendaftar, kami menunggu panggilan di poli umum. Poli ini ada di belakang ruang pendaftaran, sebelah timur Farmasi.
  • Setelah dipanggil dan diperiksa, perawat juga akan bertanya asuransi yang akan dipakai. Kemudian, saya selaku pendamping diminta untuk menandatangani berkas rawat inap.
  • Perawat meminta ibu untuk di rongent, dan memberikan 2 surat. Satu surat di serahkan ke Radiologi, satu lagi ke ruang pendaftaran.
  • Selanjutnya, saya mengantar Ibu ke ruang radiologi menunggu panggilan rongent. Kalau sudah selesai, Ibu akan dipanggil petugas untuk menerima hasil rongent. Karena ibu akan di operasi, maka hasil rongent tidak diberikan pada kami. 

  • Kemudian, saya mendaftar rawat inap ke bagian pendaftaran lagi. Lagi-lagi saya diminta untuk menandatangani berkas. Ruang rawat inap tidak diisi karena asuransi yang akan menentukan Ibu akan diterima di ruang kelas berapa.
  • Petugas kemudian memberikan saya Surat Rawat Inap untuk dibawa ke poli persiapan rawat inap dan lembaran kecil yang isinya syarat-syarat pengajuan asuransi.
  • Sebelum membawa Ibu ke Poli Persiapan, saya memilih untuk mengurus asuransi terlebih dahulu. Err.. Lebih tepatnya bapak yang mengurus, saya hanya mengantar beliau sampai loket yang dimaksud. Untuk Askes, syarat yang diperlukan adalah Surat Rawat Inap, Surat Rujukan Puskesmas asli (boleh di copy dulu), 2 lembar fotokopi KTP dan fotokopi Kartu Askes Pasien. Masukkan berkas ke loket yang sesuai dengan asuransi. Selanjutnya menunggu panggilan.
  • Lalu, saya mengantar ibu ke Poli Persiapan. Tunggu panggilan dan pasien akan diperiksa dan di infus.
  • Selanjutnya, Ibu di bawa ke ruang yang telah disediakan. Sayangnya, ruangan di PKU ini sangat terbatas. Ruang yang seharusnya di dapat Ibu adalah kelas 1. Tapi karena 4 ruang kelas 1 sudah penuh, maka Ibu di masukkan di ruang kelas 2. Kalau mau, kami boleh memilih ruang VIP yang jumlahnya jelas lebih banyak dari ruang kelas 1. Tapi, biaya operasi nya akan menjadi biaya operasi VIP juga. No thanks deh..

Mom and Me

Nah, setelah 4 hari 3 malam di rumah sakit, akhirnya Ibu diperbolehkan pulang. Dan... saya bingung lagi bagaimana cara check out-nya. Untungnya seorang Ibu yang ada di ruang sebelah mau mentraining saya. Paling tidak ada gambaran yang bisa saya cerna. Dan setelah mengalami sendiri, ternyata tidak sulit kok.

Check out
Untuk check out ini, sepertinya harus dilakukan oleh pendamping pasien yang menandatangani persetujuan rawat inap, which is saya. No problemo, memang hanya saya yang free dan bisa mengurus proses ini dari awal sampe akhir.

  • Menunggu Surat Keterangan Pulang diberikan oleh petugas ruangan.
    Surat Pulang
  • Menyerahkan Surat ke loket 4 yang ada di sebelah selatan bangunan, dekat pintu selatan.
Kasir Rawat Inap
  • Menunggu panggilan.
  • Petugas akan menunjukkan rincian biaya yang harus saya bayar. Biaya operasi yang diperkirakan dokter mencapai 10 - 20 juta, ternyata kemarin sekitar 7 juta saja. Karena biaya operasi dan rawat inap di cover oleh asuransi, maka saya tidak perlu membayar. Tapi, karena ada alat yang perlu disewa  untuk pembedahan kemarin, maka kami harus membayar sewa alat tersebut. Alhamdulillah, masih affordable, tidak sampai 1 juta rupiah.

  • Membawa dan menyerahkan bill sewa dari loket 4 ke loket 1 (di dekat pintu utama)
  • Setelah membayar, saya menyerahkan kembali kuitansi ke loket 4.
  • Saya diminta menandatangani berkas dari asuransi dan surat keterangan pulang.
  • Menerima surat keterangan pulang yang telah disetujui kasir rumah sakit.
  • Kembalikan surat tersebut ke perawat jaga ruangan. Perawat menjelaskan kapan Ibu harus kontrol lagi, menyerahkan obat apa saja yang harus diminum, hasil rongent dan surat untuk kontrol.
  • Bereskan barang-barang yang dibawa dan pastikan tidak ada barang yang tercecer. Lucky me, punya travelling pouch (lupa nama aslinya) yang saya beli secara online di Market Plaza. Review dikit ya, pouch ini membuat baju saya dan Ibu lebih rapi. Pakaian kotor juga bisa rapi, tidak asal di uwel-uwel dimasukkan ke kresek. Lebih hemat tempat kan. Besides, kalau malam, pouch ini jadi bantal tidurku lho, hohoho..
Love the travelling pouch
  • Pencet bel, atau panggil perawat jika pasien sudah siap pulang. Perawat membawakan kursi roda dan mengantar Ibu sampai ke loby.
  • Pulang....

Alhamdulillah, bisa tidur di rumah dengan kasur yang luas lagi empuk. Pengennya sih...
Tapi saya harus menunda tidur siangku. Beberapa jam setelah kepulangan Ibu, rombongan ibu-ibu kampung silih berganti menjenguk Ibu. Bahkan sampai malam pun masih ada tamu. Kami memang sengaja tidak mengabarkan ke tetangga mengenai operasi Ibu. Tapi mereka sangat peka ya.. Saya sampai terharu..

Last but not least, semoga kalian dalam keadaan sehat selalu ya. Aamiin..

Jumat, 16 Mei 2014

Mana Kerudungmu??


Di suatu pagi saat wajahku sedang berseri-seri..
"Ahad wingi kondangan ten kidul. Putrane mbak **** 
 tekno sumuk nopo pripun kok milih mboten nganggo krudung niku ?"

Jleb jleb jleb... 
Speechless beberapa detik saat Bapak Guru SD-ku yang sekarang menjadi rekan kerjaku itu memprotes salah satu anggota keluargaku yang tidak berjilbab. Sempat terbersit rasa kesal kenapa beliau tidak bertanya pada si anak atau ibunya sekalian sehingga saya tidak harus menjawab pertanyaan yang sebenarnya bukan pertanyaan ini. Saya justru akan berterimakasih pada beliau kalau saja beliau memprotes langsung pada yang bersangkutan. Tapi kenapa harus beliau bertanya pada saya. Terus terang saya bingung, pak. Kalau ada fasilitas call a friend, pasti saya sudah menelpon kakak-kakak untuk membantu memilihkan jawaban yang paling tepat.

Dan akhirnya dengan menahan malu dan sangat sangat tidak bangga sekali saya menjawab:
"Inggih pak, niku sampun mboten saged dikandani kalih ibune"

Yes, saya menjerumuskan anggota keluarga saya sendiri, membuka aib keluarga serta mempermalukan orangtuaku selaku orang yang dianggap paling bertanggungjawab atas anak cucunya. Sungguh malu rasanya saat ada orang lain yang menegur anggota keluargaku dan saya tidak bisa apa-apa. Apalagi keluarga saya dianggap religius. Ah... Seperti orang munafik. Kami (anak-anak ibu) tak henti-hentinya menyelipkan materi kewajiban berjilbab pada murid-murid perempuan di sekolah maupun di pengajian anak-anak tapi keluarga sendiri ada yang tidak berjilbab 

يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59). (Dikutip dari sini)

Andai dya ini adek kami, sudah pasti kami akan mati-matian memaksanya memakai jilbab. Kami tidak perduli kalau orang bilang memakai jilbab itu harus menunggu hidayah. Kami pun tidak mau tahu kalau bapak Quraish Shihab menafsirkan jilbab bukan suatu kewajiban tapi hanya anjuran. Bagi kami, namanya jilbab itu kewajiban yang tidak bisa ditunda dengan alasan apapun. Lebih baik terpaksa memakai jilbab tapi terlambat sadar bahwa kewajiban muslimah itu berjilbab daripada sadar akan kewajiban berjilbab tapi tak kunjung berjilbab. 

Sekarang kami tidak mau kecolongan. Keponakan yang masih SD dan TK menjadi target pemaksaan kami walaupun hanya di waktu-waktu tertentu. Alhamdulillah, mereka nggak protes bahkan mereka dengan suka rela mencari jilbab sendiri saat hendak diajak pergi keluar kampung. Soal yang di atas, memang masih jadi Pe-eR banget. Tapi ponakan krucil-krucil ini yang jadi fokus utama kami. 
Buku punya ponakan

Anyway... Saya dan adek produk keterpaksaan memakai jilbab sejak SMP. Dan kami tidak pernah menyesal kalau dulu terpaksa berjilbab. Kalau kalian bagaimana? Kerudungnya masih dipakai kan? 


PS: Kalau setelah membaca post ini ada yang tersinggung, bersyukurlah.. Jarang lho ada yang merasa tersinggung, kalau cuma pura2 tidak tahu saja itu sih biasaaa..

Kamis, 24 April 2014

Ruqyah Live


Siang itu rasa kantuk melanda hebat. Tapi, belum menyentuh bantal, mbak Ana sudah tergopoh-gopoh mendatangiku. Dya memintaku mengantar seorang anak tetangga ke tempat ruqyah di Baitur Ruqyah Kotagede. Sang anak yang dulu mantan muridku di SD dan mantan murid ngaji mbak Ana, disebut-sebut ketempelan jin di sekolahnya dari hari senin sampe Jumat kemarin. Jinnya tidak menguasai tubuh si anak 24 jam, tapi datang dan pergi saja. Meski segala cara sudah dilakukan orang tua si anak, tapi jinnya tak mau pergi.

Skip it..

Pintu Ruang Ruqyah (cuma brani foto pintunya)
Sesampainya di BRH, tetangga saya ini segera diminta wudhu, mengenakan mukena dan berdzikir menhadap kiblat. Badannya lemas, tapi dya dalam keadaan sadar. Di dalam ruangan ruqyah, sudah ada 1 orang ibu yang hendak di ruqyah. Aku dan mbak Ana hanya menunggu di luar, mengintip lewat jendela yang terbuka lebar lebih tepatnya. Kami agak deg-deg-an, jangan-jangan nanti kami ikut ter-ruqyah juga, hehe..

Saat ruqyah baru saja dimulai, bulu kuduk saya berdiri. Merinding mendengar lantunan ayat suci yang dibacakan secara lantang oleh Ustadz Fadlan. Belum ada 1 menit, si anak sudah muntah-muntah dan pingsan. Selama kurang lebih satu jam, badannya lemas dan tak henti-hentinya muntah. Tandanya ada reaksi positif, penolakan akan hal-hal negatif dari dalam tubuhnya. Ustadz (dengan sarung tangannya) sesekali menepuk punggung dan memijit tengkuknya. Saya tetap mengamati, walaupun rasa ngantuk tiba-tiba muncul lagi. Kepala saya menjadi berat, saking ngantuknya. Well, sepertinya setan dalam diri saya tidak ingin mendengar lantunan ayat suci al Qur’an, hmmm..

Ketika sesi ruqyah berakhir, saatnya Ustadz memberikan tausiah. Saya sedang mendengarkan dengan khidmad ketika hp tiba-tiba berbunyi dan saya harus menjauhi ruangan ruqyah. Setelah itu saya tidak terlalu mendengar nasehat ustadz. Yang saya ingat, ketika ibu tetangga menanyakan perihal apa benar jin itu ada yang menyuruh, ustadz menasehati untuk berkhusnudzon. Cara termudah untuk sembuh dari gangguan jin adalah IKHLAS dan mendekatkan diri kepada Allah.

Saya jadi malu sendiri. Saya sepertinya belum mengikhlaskan kejadian di masa itu. Cenderung menyimpan benci malah. Saat saya dulu berapi-api penuh emosi menceritakan tentang seorang Psikopat pada ustdaz ngaji saya dulu, beliau hanya menasehatiku untuk ikhlas memaafkan perbuatan orang tersebut. Beliau memang mendoakan dan menyembuhkan saya, tapi kunci utamanya ada si saya. Saya harus ikhlas agar proses penyembuhan berjalan baik.

Sepanjang perjalan pulang, ibu si anak bertanya kepada mbak Ana tentang apa saja yang diperintahkan ustadz tadi. Mbak Ana mengulang kembali apasaja yang harus dilakukan untuk Ruqyah mandiri. Tetangga saya yang sepertinya 100 kali lebih baik daripada saat berangkat tadi mengiya-iyakan. Saya pun diam-diam mendengarkan. Sedih pengen nangis kalau melihat diri saya sendiri, tapi saya tahan. Saya mungkin terlalu sombong sampai-sampai saya lupa untuk tidak melakukan ritual ruqyah mandiri lagi. Kenapa harus menunggu kejadian seperti ini untuk mengingatkan saya. Astagfirullah..
 
Don't Skip Me Blog Design by Ipietoon