Kamis, 23 April 2015

Yey.. Punya Kebaya..

 

Another April post…
Assalamu’alaikum…

Well, langsung aja ya, kali ini saya masih akan senang bergelut dengan mesin jahit dan kain. Sudah tahu kan kalo di Bantul, tiap tanggal 20 semua pegawai dihimbau untuk memakai baju daerah jawa. Yes, karena Bantul ini masih wilayah Jogja, jadi yang putri memakai kebaya dan jarit, sedang yang putra memakai surjan, jarit plus blangkon. Kebayang kan, tiap tanggal 20, sekolahku penuh dengan ibu-ibu dan bapak-bapak guru yang siap kondangan.

Saya melewatkan bulan Maret lalu tanpa kebaya karena saya tidak punya kebaya, dan kain kebaya yang dibeli kembaran dengan temen-temen pun belum saya jahit, hehehe.. Kayaknya cuma saya seorang yang kain kebayanya masih rapi terlipat di lemari. Khawatir melewatkan tanggal 20 lagi, saya buru-buru mencari ide desain kebaya yang saya mau.

Kebaya yang saya inginkan itu yang tidak terkesan seperti ibu-ibu. Saya memberi potongan kebaya dibagian atas pinggang. Keponakan saya menyebutnya "Kebaya chibi, budhe". Eaaaa... apa-apalah sebutannya. Pertama-tama, saya memotong kain puringnya terlebih dulu, sesuai pola yang saya buat (hasil menjiplak baju jadi). Tiga potong untuk bagian atas: depan kiri, depan kanan dan belakang; tiga potong untuk bagian bawah: depan kanan, depan kiri dan belakang; serta dua potong untuk bagian legan. 
Setelah puringnya selesai dipotong, baru saya memotong kain broklatnya. Ukuran dan jumlah potongan kain broklat sama dengan kain puring. Hanya saja saya melebihkan lebar kain broklat untuk bagian bawah kebaya. Bagian bawahnya agak melebar ke bawah supaya tidak terlalu nempel di badan. Pada bagian bawah kebaya, kain broklatnya lebih panjang dari kain puring. Sedangkan di bagian lengan, kain broklatnya justru lebih pendek dari kain puringnya. Kesannya mungkin aneh, tapi aneh itulah yang saya suka, mbedani, hehe

Saya sama sekali tidak menggunakan pita ukur untuk membuat potongan kain. Hanya mengandalkan pola, jarum penthul, pensil jahit dan gunting. Sok pede lah ceritaya. Menjahit kebaya ini agak tricky. Saya harus menjahit kain boklat dan puringnya secara bersamaan. Karena saya kesulitan menyatukan empat potong kain sekali jahit, maka tiap kain broklat dan puring saya satukan dengan jarum penthul dulu bau kemudian saya jahit. Untuk bagian yang agak susah, misalnya bagian lengan, saya jahit jelujur dulu agar hasilnya lebih rapi. Alhamdulillah setelah dibenerin sana-sini, hasilnya nggak malu-maluin kok.


Ada cerita lucu dibalik pembuatan kebaya ini. Untuk ngepasin kebaya dengan badanku, saya bolak balik nyoba kebaya setengah jadi ini di depan lemari kaca. Kebetulan keponakan saya yang baru berumur 2,5 tahun sedang main di sekitar lemari. Dia mengamati tingkah polah saya sedari tadi. Iseng saya pamer kebaya ke zhafir

Aku : "Bajunya lek Endang bagus nggak?"
Zhafir: "Gak"
- beberapa detik kemudian -
Zhafir: "Walnanya bagus"
*Gubrak... Nyari pujian dari anak kecil susah ternyata, hahahaha
Eh, tapi heran juga, Zhafir bisa punya ide muji warna kebayanya segala 

Oh iya.. Awalnya saya tidak mau kebaya degan kancing. Saya nggak bisa bikinnya bu, susah. Namun, mengingat saya sudah terlalu sering ‘mbedani’ maka saya putuskan menjahit kebaya dengan tetap ada unsur tradisionalnya. Jaman bu Katini dulu resleting belum ngetrend  kan? So, dengan tali sengkelit yang kurang sesuai dengan harapan, jadilah kebaya saya begini..

Nah, begitulah cerita kebaya pertama saya. Seneng banget bisa menyelesaikan jahitan kebaya yang saya pikir susah untuk dijahit. Saya membutuhkan waktu berhari-hari untuk membayangkan bagaimana saya menjahit kain broklat. Dan ternyata, nggak susah-susah amat lho.

Anda tidak akan tahu yang mudah kalo anda belum merasakan yang susah. 
Semangaaaaaaaat..

0 komentar:

Posting Komentar

Your comment, please. Whether it is good or bad... ^_^

 
Don't Skip Me Blog Design by Ipietoon