Minggu, 25 Mei 2014

Saya dan FD..

Saya..
Saya pecinta Female Daily. Kalo laki-laki demennya Ka*kus, kalo perempuan, biasanya demen FD.  Saya nggak demen forum agan-agan karena nggak ngerti cara "pakai"-nya. Pernah beberapa kali mencoba betah main disana, tapi give up . Agak susah nyari info penting-nya, ato mungkin karena saya-nya saja yang madet, alias males update .

Di forum agan itu saya banyak menemukan, instead of berbagi info, kebanyakan member cuma ngasih sundulan ato cendol. Nah, kalo di FD, no cendol apalagi cuma nyundul. In other words: No uninformative post is allowed. Forumnya rapih, nggak ada deh yang berbau-bau gosong ato amis, halah..
Taken from this site

Berawal dari kegundah gulanaan (istilah apah inih! ) saya saat menemui gerombolan jerawat di pipi dan dagu. Saat itu, saya justru terjerembab di forum ini. Saya asal signing up biar bisa nyuri banyak informasi. Meloncat dari thread satu ke thread lainnya. Yes, so much information I've gotten till today. One thread leads to another one Sampai-sampai saya tidak bisa berhenti browsing. HereI learn about life and face, of course. Selanjutnya, saya mulai enjoy bergaul dengan teman-teman di forum ini. Saya seperti punya lahan untuk ditanami sayur mayur, dan punya kebun lain yang buahnya bisa saya petik kapan saja. Ealah, perumpamaan apa ini.. 

Di dunia maya ini, saya seperti memiliki keluarga baru. Beberapa member juga sudah pernah kopi darat dengan saya. Tapi saya kurang tau, mereka lupa atau tidak denganku, hihi..
By the way, kalian udah pernah ngintip Female Daily belum? Udah pernah join disana kan? Buruan di intip dan cepet-cepet daftar supaya bisa dapet privilege yang tentunya sangat bermanfaat bagi cewek-cewek.

Nah..
Kalo udah join, jangan lupa tebak ID saya. Clue-nya, saya sudah berada di level Beryl. Err.. itu saja dulu contekannya, hehe... Jangan lupa, kalo ketemu saya di sana, sapa saya ya.... 

Sabtu, 24 Mei 2014

Stay in PKU Muhammadiyah Bantul

Alhamdulillah..
Berkat doa teman-teman dan kerabat semua, akhirya, Ibu sudah selesai di operasi dan sedang dalam proses penyembuhan.

Pasti pada tanya, "memangnya operasi apa?"
Sini saya jawab, "operasi pengangkatan batu empedu".
Tenang tenang.. Bukan karena Ibu kesakitan, lemah kemudian buru-buru dilakukan operasi, tapi murni karena baru tau ada batu di dalam perut Ibu. Jadi selama waktu pemeriksaan awal sampai menjelang operasi, Ibu masih bisa aktivitas seperti biasa. No one knows (except my family) juga kalo kita pagi itu pergi untuk check in ke PKU.

Eh, pos kali ini bukan untuk menjelaskan apa penyakit Ibu lho, melainkan step-step yang harus di lakukan pada saat pemeriksaan ataupun pendaftaran operasi di Rumah Sakit. Saya benar-benar buta soal yang beginian apalagi saya pontang panting sendirian saja, hihihi..
Syukurlah, dokter pengirim dan dokter perujuk operasi tempat saya menggali informasi ini ramah sekali dan saya sangat terbantu. Karena itulah, boleh kan saya berbagi ilmu dan cerita juga?
Siapa tau ada yang membutuhkan seperti saya dulu.

Here is my story:
Sebentar, penting untung diingat bahwa pasien, apalagi yang sudah sepuh tidak perlu ikut repot mengurus pendaftaran dan lain-lain. Jadi, biarkan duduk manis saja sampai saatnya masuk ke poli.

Rawat Jalan


  • Sebelum pemeriksaan, saya memastikan dulu poli apa yang akan dituju. 
  • Pendaftaran PKU Bantul di buka mulai jam 5 pagi dan hanya di layani di hari yang sama, no booking di hari sebelumnya. 
  • Saya memilih membooking via telpon terlebih dahulu, meski belum pernah sama sekali terdaftar sebagai pasien PKU. Untuk poli Urologi, dokter Zulfan hanya menerima 20 pasien. Ketika saya menelpon pukul 6.30 pagi, Ibu sudah ada di antrian nomer 17. Weleh.. 
  • For your information, no telpon pendaftaran PKU Bantul (0274) 8332525 atau (0274) 367437


  • Kami datang dan registrasi ulang di ruang pendaftaran pada jam yang telah ditentukan (sesuai jadwal dokter). Karena Ibu belum pernah periksa disini, maka saya wajib memberikan kartu identitas  untuk dicatat oleh petugas. Jika sudah terdaftar, tunjukkan kartu pasien dan sebutkan nomer antrian yang diberikan saat membooking via telpon.
  • Kemudian, kami diarahkan ke Poli Bedah Urologi dan menunggu panggilan.
  • Saat dipanggil, tancapkan nomer antrian di papan yang telah disediakan (di samping pintu masuk poli).
  • Setelah konsultasi, saya membawa map (yang berisi surat pengantar dll) ke Loket 2 untuk menerima bill. Bila ada resep obat, bawa map ke farmasi untuk mendapat nomer antrian. Setelah itu, baru membawanya ke loket 2.
  • Bawa bill ke Loket 1 dan bayar sesuai jumlah yang di minta.
  • Karena Ibu tidak diberikan obat, maka tahapan sudah selesai. Namun, bila ada obat, tahap selanjutnya adalah menunggu panggilan di ruang 11 (masih di bagian farmasi tapi di bilik kecil samping penerimaan resep)
  • Selesai...


Rawat Inap dan Operasi

Oh iya, opname ibu ini kan karena kemauan sendiri. Jadi mendaftarnya pun agak ribet. Yang pasti, kami harus datang pada hari yang sudah dijadwalkan oleh dokter bedah. Dokter Zulfan menjadwalkan pembedahan pada Selasa malam. Maka selasa pagi sekitar pukul 9 pagi kami sudah sampai di PKU untuk persiapan dan pengodisian pra-operasi.

  • Mendaftar di bagian pendaftaran dengan membawa surat rujukan operasi dan kartu pasien. Saya menyebutkan pula asuransi apa yang akan dipakai.
  • Setelah mendaftar, kami menunggu panggilan di poli umum. Poli ini ada di belakang ruang pendaftaran, sebelah timur Farmasi.
  • Setelah dipanggil dan diperiksa, perawat juga akan bertanya asuransi yang akan dipakai. Kemudian, saya selaku pendamping diminta untuk menandatangani berkas rawat inap.
  • Perawat meminta ibu untuk di rongent, dan memberikan 2 surat. Satu surat di serahkan ke Radiologi, satu lagi ke ruang pendaftaran.
  • Selanjutnya, saya mengantar Ibu ke ruang radiologi menunggu panggilan rongent. Kalau sudah selesai, Ibu akan dipanggil petugas untuk menerima hasil rongent. Karena ibu akan di operasi, maka hasil rongent tidak diberikan pada kami. 

  • Kemudian, saya mendaftar rawat inap ke bagian pendaftaran lagi. Lagi-lagi saya diminta untuk menandatangani berkas. Ruang rawat inap tidak diisi karena asuransi yang akan menentukan Ibu akan diterima di ruang kelas berapa.
  • Petugas kemudian memberikan saya Surat Rawat Inap untuk dibawa ke poli persiapan rawat inap dan lembaran kecil yang isinya syarat-syarat pengajuan asuransi.
  • Sebelum membawa Ibu ke Poli Persiapan, saya memilih untuk mengurus asuransi terlebih dahulu. Err.. Lebih tepatnya bapak yang mengurus, saya hanya mengantar beliau sampai loket yang dimaksud. Untuk Askes, syarat yang diperlukan adalah Surat Rawat Inap, Surat Rujukan Puskesmas asli (boleh di copy dulu), 2 lembar fotokopi KTP dan fotokopi Kartu Askes Pasien. Masukkan berkas ke loket yang sesuai dengan asuransi. Selanjutnya menunggu panggilan.
  • Lalu, saya mengantar ibu ke Poli Persiapan. Tunggu panggilan dan pasien akan diperiksa dan di infus.
  • Selanjutnya, Ibu di bawa ke ruang yang telah disediakan. Sayangnya, ruangan di PKU ini sangat terbatas. Ruang yang seharusnya di dapat Ibu adalah kelas 1. Tapi karena 4 ruang kelas 1 sudah penuh, maka Ibu di masukkan di ruang kelas 2. Kalau mau, kami boleh memilih ruang VIP yang jumlahnya jelas lebih banyak dari ruang kelas 1. Tapi, biaya operasi nya akan menjadi biaya operasi VIP juga. No thanks deh..

Mom and Me

Nah, setelah 4 hari 3 malam di rumah sakit, akhirnya Ibu diperbolehkan pulang. Dan... saya bingung lagi bagaimana cara check out-nya. Untungnya seorang Ibu yang ada di ruang sebelah mau mentraining saya. Paling tidak ada gambaran yang bisa saya cerna. Dan setelah mengalami sendiri, ternyata tidak sulit kok.

Check out
Untuk check out ini, sepertinya harus dilakukan oleh pendamping pasien yang menandatangani persetujuan rawat inap, which is saya. No problemo, memang hanya saya yang free dan bisa mengurus proses ini dari awal sampe akhir.

  • Menunggu Surat Keterangan Pulang diberikan oleh petugas ruangan.
    Surat Pulang
  • Menyerahkan Surat ke loket 4 yang ada di sebelah selatan bangunan, dekat pintu selatan.
Kasir Rawat Inap
  • Menunggu panggilan.
  • Petugas akan menunjukkan rincian biaya yang harus saya bayar. Biaya operasi yang diperkirakan dokter mencapai 10 - 20 juta, ternyata kemarin sekitar 7 juta saja. Karena biaya operasi dan rawat inap di cover oleh asuransi, maka saya tidak perlu membayar. Tapi, karena ada alat yang perlu disewa  untuk pembedahan kemarin, maka kami harus membayar sewa alat tersebut. Alhamdulillah, masih affordable, tidak sampai 1 juta rupiah.

  • Membawa dan menyerahkan bill sewa dari loket 4 ke loket 1 (di dekat pintu utama)
  • Setelah membayar, saya menyerahkan kembali kuitansi ke loket 4.
  • Saya diminta menandatangani berkas dari asuransi dan surat keterangan pulang.
  • Menerima surat keterangan pulang yang telah disetujui kasir rumah sakit.
  • Kembalikan surat tersebut ke perawat jaga ruangan. Perawat menjelaskan kapan Ibu harus kontrol lagi, menyerahkan obat apa saja yang harus diminum, hasil rongent dan surat untuk kontrol.
  • Bereskan barang-barang yang dibawa dan pastikan tidak ada barang yang tercecer. Lucky me, punya travelling pouch (lupa nama aslinya) yang saya beli secara online di Market Plaza. Review dikit ya, pouch ini membuat baju saya dan Ibu lebih rapi. Pakaian kotor juga bisa rapi, tidak asal di uwel-uwel dimasukkan ke kresek. Lebih hemat tempat kan. Besides, kalau malam, pouch ini jadi bantal tidurku lho, hohoho..
Love the travelling pouch
  • Pencet bel, atau panggil perawat jika pasien sudah siap pulang. Perawat membawakan kursi roda dan mengantar Ibu sampai ke loby.
  • Pulang....

Alhamdulillah, bisa tidur di rumah dengan kasur yang luas lagi empuk. Pengennya sih...
Tapi saya harus menunda tidur siangku. Beberapa jam setelah kepulangan Ibu, rombongan ibu-ibu kampung silih berganti menjenguk Ibu. Bahkan sampai malam pun masih ada tamu. Kami memang sengaja tidak mengabarkan ke tetangga mengenai operasi Ibu. Tapi mereka sangat peka ya.. Saya sampai terharu..

Last but not least, semoga kalian dalam keadaan sehat selalu ya. Aamiin..

Jumat, 16 Mei 2014

Mana Kerudungmu??


Di suatu pagi saat wajahku sedang berseri-seri..
"Ahad wingi kondangan ten kidul. Putrane mbak **** 
 tekno sumuk nopo pripun kok milih mboten nganggo krudung niku ?"

Jleb jleb jleb... 
Speechless beberapa detik saat Bapak Guru SD-ku yang sekarang menjadi rekan kerjaku itu memprotes salah satu anggota keluargaku yang tidak berjilbab. Sempat terbersit rasa kesal kenapa beliau tidak bertanya pada si anak atau ibunya sekalian sehingga saya tidak harus menjawab pertanyaan yang sebenarnya bukan pertanyaan ini. Saya justru akan berterimakasih pada beliau kalau saja beliau memprotes langsung pada yang bersangkutan. Tapi kenapa harus beliau bertanya pada saya. Terus terang saya bingung, pak. Kalau ada fasilitas call a friend, pasti saya sudah menelpon kakak-kakak untuk membantu memilihkan jawaban yang paling tepat.

Dan akhirnya dengan menahan malu dan sangat sangat tidak bangga sekali saya menjawab:
"Inggih pak, niku sampun mboten saged dikandani kalih ibune"

Yes, saya menjerumuskan anggota keluarga saya sendiri, membuka aib keluarga serta mempermalukan orangtuaku selaku orang yang dianggap paling bertanggungjawab atas anak cucunya. Sungguh malu rasanya saat ada orang lain yang menegur anggota keluargaku dan saya tidak bisa apa-apa. Apalagi keluarga saya dianggap religius. Ah... Seperti orang munafik. Kami (anak-anak ibu) tak henti-hentinya menyelipkan materi kewajiban berjilbab pada murid-murid perempuan di sekolah maupun di pengajian anak-anak tapi keluarga sendiri ada yang tidak berjilbab 

يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59). (Dikutip dari sini)

Andai dya ini adek kami, sudah pasti kami akan mati-matian memaksanya memakai jilbab. Kami tidak perduli kalau orang bilang memakai jilbab itu harus menunggu hidayah. Kami pun tidak mau tahu kalau bapak Quraish Shihab menafsirkan jilbab bukan suatu kewajiban tapi hanya anjuran. Bagi kami, namanya jilbab itu kewajiban yang tidak bisa ditunda dengan alasan apapun. Lebih baik terpaksa memakai jilbab tapi terlambat sadar bahwa kewajiban muslimah itu berjilbab daripada sadar akan kewajiban berjilbab tapi tak kunjung berjilbab. 

Sekarang kami tidak mau kecolongan. Keponakan yang masih SD dan TK menjadi target pemaksaan kami walaupun hanya di waktu-waktu tertentu. Alhamdulillah, mereka nggak protes bahkan mereka dengan suka rela mencari jilbab sendiri saat hendak diajak pergi keluar kampung. Soal yang di atas, memang masih jadi Pe-eR banget. Tapi ponakan krucil-krucil ini yang jadi fokus utama kami. 
Buku punya ponakan

Anyway... Saya dan adek produk keterpaksaan memakai jilbab sejak SMP. Dan kami tidak pernah menyesal kalau dulu terpaksa berjilbab. Kalau kalian bagaimana? Kerudungnya masih dipakai kan? 


PS: Kalau setelah membaca post ini ada yang tersinggung, bersyukurlah.. Jarang lho ada yang merasa tersinggung, kalau cuma pura2 tidak tahu saja itu sih biasaaa..

Kamis, 24 April 2014

Ruqyah Live


Siang itu rasa kantuk melanda hebat. Tapi, belum menyentuh bantal, mbak Ana sudah tergopoh-gopoh mendatangiku. Dya memintaku mengantar seorang anak tetangga ke tempat ruqyah di Baitur Ruqyah Kotagede. Sang anak yang dulu mantan muridku di SD dan mantan murid ngaji mbak Ana, disebut-sebut ketempelan jin di sekolahnya dari hari senin sampe Jumat kemarin. Jinnya tidak menguasai tubuh si anak 24 jam, tapi datang dan pergi saja. Meski segala cara sudah dilakukan orang tua si anak, tapi jinnya tak mau pergi.

Skip it..

Pintu Ruang Ruqyah (cuma brani foto pintunya)
Sesampainya di BRH, tetangga saya ini segera diminta wudhu, mengenakan mukena dan berdzikir menhadap kiblat. Badannya lemas, tapi dya dalam keadaan sadar. Di dalam ruangan ruqyah, sudah ada 1 orang ibu yang hendak di ruqyah. Aku dan mbak Ana hanya menunggu di luar, mengintip lewat jendela yang terbuka lebar lebih tepatnya. Kami agak deg-deg-an, jangan-jangan nanti kami ikut ter-ruqyah juga, hehe..

Saat ruqyah baru saja dimulai, bulu kuduk saya berdiri. Merinding mendengar lantunan ayat suci yang dibacakan secara lantang oleh Ustadz Fadlan. Belum ada 1 menit, si anak sudah muntah-muntah dan pingsan. Selama kurang lebih satu jam, badannya lemas dan tak henti-hentinya muntah. Tandanya ada reaksi positif, penolakan akan hal-hal negatif dari dalam tubuhnya. Ustadz (dengan sarung tangannya) sesekali menepuk punggung dan memijit tengkuknya. Saya tetap mengamati, walaupun rasa ngantuk tiba-tiba muncul lagi. Kepala saya menjadi berat, saking ngantuknya. Well, sepertinya setan dalam diri saya tidak ingin mendengar lantunan ayat suci al Qur’an, hmmm..

Ketika sesi ruqyah berakhir, saatnya Ustadz memberikan tausiah. Saya sedang mendengarkan dengan khidmad ketika hp tiba-tiba berbunyi dan saya harus menjauhi ruangan ruqyah. Setelah itu saya tidak terlalu mendengar nasehat ustadz. Yang saya ingat, ketika ibu tetangga menanyakan perihal apa benar jin itu ada yang menyuruh, ustadz menasehati untuk berkhusnudzon. Cara termudah untuk sembuh dari gangguan jin adalah IKHLAS dan mendekatkan diri kepada Allah.

Saya jadi malu sendiri. Saya sepertinya belum mengikhlaskan kejadian di masa itu. Cenderung menyimpan benci malah. Saat saya dulu berapi-api penuh emosi menceritakan tentang seorang Psikopat pada ustdaz ngaji saya dulu, beliau hanya menasehatiku untuk ikhlas memaafkan perbuatan orang tersebut. Beliau memang mendoakan dan menyembuhkan saya, tapi kunci utamanya ada si saya. Saya harus ikhlas agar proses penyembuhan berjalan baik.

Sepanjang perjalan pulang, ibu si anak bertanya kepada mbak Ana tentang apa saja yang diperintahkan ustadz tadi. Mbak Ana mengulang kembali apasaja yang harus dilakukan untuk Ruqyah mandiri. Tetangga saya yang sepertinya 100 kali lebih baik daripada saat berangkat tadi mengiya-iyakan. Saya pun diam-diam mendengarkan. Sedih pengen nangis kalau melihat diri saya sendiri, tapi saya tahan. Saya mungkin terlalu sombong sampai-sampai saya lupa untuk tidak melakukan ritual ruqyah mandiri lagi. Kenapa harus menunggu kejadian seperti ini untuk mengingatkan saya. Astagfirullah..

Senin, 31 Maret 2014

Tack It.. Just Take It

Sebagai guru bahasa Inggris, penting banget untuk mengenalkan anak kosa kata bahasa Inggris kepada anak-anak. Biasanya saya suka membawa media kartu bergambar saat mengajar. Tinggal saya tempel, saya sebutkan kosakata nya, dan tanpa perlu saya translate, anak-anak mengerti kata apa yang sedang saya sebutkan. Repotnya, saya tidak bisa memegang banyak gambar dan menunjukkan kesemuanya pada anak-anak. Gimana ya caranya?

Aha..
Solusi pertama adalah dengan menempel gambar-gambar ini ke whiteboard dengan isolasi. Tapi, kok ribet ya kalau harus menempel dan memotong isolasinya. Belum lagi kalau gambarnya mau digeser, harus mengganti dengan isolasi baru lagi karena isolasi hanya menempel kuat pada saat pertama kali dipakai saja. Minus lainnya, saat gambar dicabut dari whiteboard, isolasi meninggalkan bekas yang agak susah dihilangkan. Nah, repotkan? Wasting time banget..

Sebagai solusi mujarabnya, perkenalkan.. jeng jeng..
Taken from officeoneuae (left) - qsupplies (right)
Ini namanya Tack It.
Ada yang sudah tau?
Atau malah belum pernah dengar?

Apa sih Tack It itu?
Jadi Tack It adalah multipurpose removable and reusable adhesive (Fabercastell), atau perekat serba guna yang dapat diambil dan digunakan kembali. Fabercastell dan UHU sama-sama punya koleksi adhesive tac ini. Satu merk terdapat beberapa varian warna, tergantung penggunaannya. Yang biasa digunakan untuk kertas adalah Tack It hijau atau UHU Tac putih. Perekat ini tentu saja berbeda dengan isolasi biasa. Selain bisa diambil dan dipakai berulang-ulang, perekat ini tidak meninggalkan sisa di whiteboard. Kalo di blackboard, bisa jadi cat-hitamnya justru ikut tercabut. Memang kudu hati-hati kalau mau memakainya di papan yang tidak solid.

Saya mengenal Tack It ini semasa saya PLPG oleh Bu Nuri (dosen EFC jaman kuliah dulu). Beliau memang concern banget soal pengajaran EFC, makanya beliau semangat sekali saat menjelaskan betapa pentingnya benda ini. Waktu itu, saya terkagum-kagum karena benda hijau mirip permen karet ini bisa memecahkan solusi tempel menempel di kelas. Sejak saat itulah saya selalu sedia Tack It di tempat pensil atau di laci meja kantor. Satu pack Tack It ini bisa saya gunakan lebih dari 2 tahun. Hemat sekali bukan?

Gimana sih cara pakainya?
Preparation
Ambil perekat secukupnya. Tarik - ulur - gulung - tarik - gulung (dan seterusnya) perekat ini sampai agak liat. Bisa juga dibulatkan seperti saat kita membuat adonan roti. Kalau baru di tarik ulur beberapa kali, kadang Tack It kurang bisa menempel kuat.

Itu kuku itemnya punya ponakan (hayah)
Setelah itu, ambil sedikit Tack It sesuai kebutuhan dan bulatkan kecil. Tempelkan di balik kertas atau benda yang hendak ditempel. Sebaiknya, lapisi kertas yang akan ditempel tac dengan isolasi. Setelah itu, tempelkan di papan dengan cara menekan bagian yang ada Tack It-nya. Apabila sudah tidak akan digunakan lagi, ambil Tack It dan kumpulkan dengan Tack It lain yang sudah digunakan.

Berapa harganya?
Murah bingitz.. Yang saya beli harganya sekitar 14 ribu per pack, isi 6 baris dan tiap baris terdiri dari 18 kotak. Karena saya tipe irit, jadi satu kotak saya gunakan untuk banyak kartu, hehe 

Beberapa kali sharing dengan guru bahasa Inggris di sekolah lain, saya jadi tahu bahwa Tack It ini sungguh sangat menyedihkan keberadaannya. Tak banyak yang tahu dan memanfaatkan benda ini di kalangan sekolah. Padahal banyak gunanya banget lho, nggak cuma untuk mengenalkan gambar dan kosa kata saja, tapi bisa juga digunakan untuk pengenalan susunan kalimat. Lain kali akan saya post salah satu contoh permainan menggunakan tac ini. Nggak hanya di kelas, saya juga menggunakannya di English Club ato sekedar les private biasa lho.

Mengajar tanpa media (apapun bentuknya) itu bagai memasak sayur tanpa garam, hambaaaar.. dan nggak ada istimewanya sama sekali. Iya kan?

Semoga sharing kali ini berguna bagi yang membutuhkan, terutama para guru Bahasa Inggris yang mau susah payah mengajar dengan bantuan media. Semangat ya bapak ibu guru 

Selasa, 25 Maret 2014

Two-day project: Gamis lagi

Assalamu’alaikum..
Apa kabar kawanku sekaliaaaan..
*loh, kok jadi Raihan mode on ini 

Akhirnya nyeplok telur juga nih. Udah di akhir maret baru bikin post baru. Ide menulisnya sih buanyak ya. Sayang, modem sedang tak bersahabat, wifi cuma ada di sekolaan. Nggak sempet juga kalo nulis di kantor, selain ntar dikira korupsi jam kerja sih, hihihi

Well, oke, let’s start writing..
Post bulan Maret ini diawali dari gamis baru yang juga baru saya pakai kemarin Ahad.
Meski hoby jahit menjahit, tapi saya jarang beli kain lho. Kain batik ini pun bukan karena saya yang beli, tapi karena pemberian. Hampir tiap tahun, mahasiswa PPL yang praktik di SD memberiku kain batik sebagai kenang-kenangan. Saya tinggal membeli kain polosannya saja. Itu pun cuma sekitar 1 meter dengan harga tak lebih dari 20rb/m. Jadi murah kan harga produksi gamis ini, hehe

Nah nah, pola baju ini saya ambil dari pola gamis yang pernah saya upload sebelumnya. Pertama tama saya print pola gamis ku. Saya potong kertas mengikuti garis pola. Kemudian saya beri lem pada bagian yang seharusnya di lem. Dan seperti inilah hasilnya. 
Cut and join the patterns

Setelah pratek dengan pola buatan sendiri, ada yang missing ternyata. Dulu saya memotong pola bagian atas beberapa belas (eh, ato puluh ya) centi. Saya lebih suka sambungan gamis ada di atas perut bukan pas di perut. Makanya saya memotong pola bagian atasnya. Nah, kalau mau memakai pola gamis itu, jangan lupa potong bagian atas atau bagian roknya. Pilih salah satu ya. Kalo milih memotong bagian atasnya, bagian rok tidak perlu dipanjangkan lagi karena memang potongan roknya sudah saya naikkan di atas perut. Setelah itu, jiplak pola di atas kain. Jiplak lagi 1-2 cm di luar garis jiplakan pertama. Potong kain sesuai garis terluar.
Draw and sew the fabric

Biasanya saya mengobras baju ke tempat teman. Tapi kali ini saya pengen buru-buru menyelesaikan baju, dan tidak sempat kalau harus ke tukang obras. Maka saya menggunakan pitterban (yang warnanya putih dan biasa digunakan sebagai tali guling) untuk membungkus sisa kain yang tidak terjahit. Lumayan buanget lho, bisa menghemat 2ribu rupiah, secara ongkos obras 3ribu dan harga pitterban cuma seribu peraksaja per gulung. 
Here it is..

Detail:

  • Biasanya saya memasang resleting jepang di bagian punggung. Tapi kali ini mau yang agak lain. Saya pasang resletingnya dibagian depan. 
  • Untuk menutupi ketidak rapian sambungan resleting, saya menambahkan ornamen sederhana. Ornamen ini, ehem, sebenernya totally accident. Kain yang tidak seharusnya ada malah ikut terjahit, ya sudah lah ornamennya jadi lurus-lurus saja.
  • Dibagian kanan di bawah sambungan, saya memasang saku yang agak tersembunyi. Lumayan kan, kalau tidak mau repot bawa tas, tinggal masukkan hape ke kantong.
  • Di bagian lengan, saya buat kerutan. Lebih enak lengan dengan kerutan karena tidak kemana-mana terbawa angin kalo sedang naik motor.

Selesai sudah post jahitan saya kali ini. Terimakasih ya sudah menyempatkan membaca dan mengamati hasil karya amateur tailor ini. Silahkan lho kalo mo dipuji ato dicela, hihihi 

Minggu, 23 Februari 2014

Sewing Pouch


Foto pouch ini sebenernya diambil sudah lama, saat saya masih rajin-rajinnya menjahit. 
Pouchnya kurang rapih ya.. *malu
Berawal dari hobi menjahitku yang (liburan kemarin) menjadi-jadi, rasanya semua pernik-pernik jahit harus saya punya. Tiap kali mampir ke toko alat jahit, ada saja alat jahit yang belum diperlukan tapi ikut dibeli. Sampai di rumah saya jadi kewalahan karena pernik-pernik tersebut cuma diplastik saja atau di taruh di box benang. Harga barangnya sih nggak seberapa, tapi kegunaannya luar bisa (ceile). Sayang banget kan kalau sampai ada yang hilang. Repot juga kalau sudah mood menjahit, tapi alat dan bahannya kurang lengkap. Maka saya buatlah sewing pouch, tempat saya menaruh alat-alat jahit dan pernik-perniknya. Dengan begitu, saat mau menjahit, sekali grab, yang saya butuhkan ada disitu. 

Pouch ini terdiri dari 2 lipatan dengan 1 kantong di tengahnya. 
Sebelah kiri, ada dua kantong transparan dengan satu resleting panjang. Di situ saya menaruh jarum jahit, jarum pentul, spull, sepatu jahit dan printilan kecil lainnya yang rawan hilang. Di bawah kantong ini (double decks critanya), saya letakkan gunting kecil dan pensil jahit. 

Di bagian tengah, kantong transparan dengan perekat velcro, saya menyimpan resleting, sepotong velcro, brisban dan benang jelujur (kalau-kalau saya sedang pengen menjahit dengan tangan). 

Sebelah kanan, ada 3 kantong tanpa resleting ataupun perekat. Di kantong paling kecil, saya letakkan pita ukur dan di sebelahnya lagi tempat saya menyimpan gunting khusus jahit. 
Kantong paling gedhe adalah tempat saya menaruh buku kecil, untuk mencatat ukuran baju etc.
Terus, kalau ada  buku, dimana kah pulpennya? 
Tenang, di samping kantong transparan, saya membuat cantelan pulpen. 
Lengkap kan?

Seneng banget pouch ini akhirnya bermanfaat. Tiap kali menjahit, saya nggak perlu repot-repot mencari perlengkapan jahit. Daaaan.. kalau orang rumah bingung mencari jarum atau gunting punya ibu dan tidak ketemu, mereka pasti nyari pouchku. Nah, berguna kan pouch ku? hihihi..
Alhamdulillah ya, sesuatu..
 
Don't Skip Me Blog Design by Ipietoon