Selasa, 04 April 2023

TIPS BERCLODI - Harus Punya Berapa? Merk Apa?

Halo.. Assalamu'alaikum..

Pagi ini saya memutuskan untuk kembali menulis di blog setelah sekitar 7 tahun hiatus. Saya mau agak banting setir dari tema utama blog.

Bulan Januari kemarin saya melahirkan anak kedua. Setelah semedi agak lama saya memutuskan untuk memakaikan clodi untuk si baby girl daripada menggunakan popok sekali pakai. Memang awalnya agak maju mundur mengingat butuh banyak effort kalau mau full pakai clodi. Tetapi, saya memutuskan untuk mengambil jalan tengah. Memakaikan clodi dan popok sekali pakai (pospak) juga. Kenapa begitu?

Pertimbangannya banyak, diantaranya:

  • Anak pertama saya full pakai pospak. Sampah popoknya menggunung. Sebulan bisa membuang 2-3 kresek besar yang isinya pospak.
  • Dalam sebulan, saya harus membeli 3-4 ball pospak yang kisaran harganya bisa 40-60 ribu/ ball. Selama 1 tahun, saya akan menghabiskan 2 juta lebih. Masih terlihat sedikit  ya. Tapi kalau pospak habis di tanggal tua, sedih nggak tuh..
  • Untuk anak kedua ini, saya membayar pengasuh setengah hari. Sebulannya saya membayar upah pengasuhan 1 juta lebih. Pengeluaran saya sebulan akan membengkak jika memutuskan memakai pospak. Apalagi si kakak juga sudah sekolah yang per bulannya harus membayar SPP.

Sebelum memutuskan berteman dengan clodi, saya banyak-banyak membaca review clodi dan menonton reviewnya di youtube. Semakin banyak review yang saya dapatkan, semakin mantab lah saya. Saking mantebnya, saat ini saya sudah punya 24 cover (outer) clodi, 28 insert bamboo dan microfiber, 10 liner biasa dan 2 liner pocket PUL type (lipop). Here they are, my baby diapers..

Koleksi Clodi dari hasil menonton review

Minggu, 30 Oktober 2016

Tebing Breksi

Assalamu'alaikum.... 

It's my first post in 2016, and it's NOVEMBER. What a late post, ckckckck....
Mengingat tahun-tahun sbeelumnya paling tidak ada 30 posting, kayaknya tahun ini saya mengalami penurunan poduktifitas. Tapi nggak papa deh ya, daripada enggak ada post sama sekali tahun ini. Sebenarnya ada beberapa post yang masuk di draft, tapi ide yang muncul tak sebanyak mood saya. Mood saya sedang enggak pengen nulis, tapi jalan-jalan, hehe.. Tapi, kali ini saya mau nulis tentang jalan-jalan saya. Biar sekali mendayung, dua tiga pulau di lihat saja.. cool

Kali itu, saya dan Widya melarikan diri dari kegiatan kuliah di hari Ahad ke Tebing Breksi. Anyone knows about it?
Saya denger nama tebing breksi ini pertama kali dari bu Nani, temen ngrumpi dan juga temen arisan (socialita, kaleee) yang rumahnya emang di piyungan. Jaman doeloe, saya dan temen-temen sering dolan di sekitaran piyungan sepeti candi abang, dome teletubies, bukit bintang, apa lagi ya. Tapi, tebing breksi ini kelewatan nggak dikunjungi. Kayaknya sih belum lama ini baru ada, makanya saya jadi kudet, ketinggalan jaman, dan baru bisa kesana baru-baru ini.

Tebing dilihat dari sebelah Timur

Letak tebing ini berada di Jl. Piyungan - Prambanan, kilometernya kurang ngerti deh ya. Agak jauh ke dalam dan naik perbukitan, jadi agak susah dilihat dari jalan utama. Kalau dari arah prambanan, setelah plang Muhammadiyah Boarding School (MBS), belok kiri. Kalau dari arah Jl. Wonosari, setelah melewati SMP 1 Prambanan, belok kanan di perempatan. Disitu sudah ada plang tebing breksi dan candi ijo di pojokan perempatan. Ikuti saja jalan tersebut dan kalau jalannya semakin menanjak, tandanya kamu belum kesasar, masih dijalan yang di ridhoi Allah SWT..

Pintu masuk dilihat dari atas tebing

Sesampainya di tebing breksi, ada beberapa petugas yang siap mencegat. Iya, bayar parkir sama retribusi dulu baru boleh masuk. Parkirnya sih cuma 2 ribu, tapi retribusinya seikhlasnya. Dan kata "seikhlasnya" ini justru bikin saya gimana gitu. Mau dikasih 1 ribu kok nggak lucu, dikasih 100ribu kok enggak ikhlas, hehe.. Kayaknya lebih baik pihak terkait langsung menetapkan tarif retribusi masuk ke area wisata ini. Jadi saya nggak merasa di gantungin gini (cie, curcol.. silly)

Ceritanya lagi curhat
Di sisi timur tebing, terdapat beberapa relief wayang. Ada mini panggung dengan background relief yang nggak kalah menarik buat foto-foto juga. Tapi spotnya udah mainstream, banyak yang share foto di IG dengan lokasi yang itu itu saja. Makanya jangan pernah berharap panggungnya sepi. Yang mau ngantri foto disitu.. buanyaaaaaak... surprise
Saya sih malesan orangnya. Jadi, daripada antri foto, mending nyari spot yang nggak pake antri saja.
Saya dan Widya nyempil disini
Sebenarnya, itu bukan kali pertama saya ke tebing breksi. Sebelumnya saya sudah pernah kesini rame-rame. Ceritanya pulang kondangan terus mampir. Yah, kalo nggak diajakin kesini sama Ria, mana tahu saya lokasi tebing ini, hehe... Tapi tetep sih, kedua kalinya kesini, saya kudu buka GPS dulu buat memastikan lokasinya.
Saya dan Ria
Nah, karena spot foto yang bagus ya itu-itu saja, saya ikutan foto di tempat mainstream lah..
#lupa kalo tadi baru ikutan gerakan anti-mainstream..
Ini sih fotonya malu-malu kutjing, soalnya udah ditunggu peserta kontes foto lainnya sih..
Senyum tanggung
Oke, begitulah liburan tanggung saya di tebing breksi bareng teman-teman. Kali-kali aja ada yang mau kesini, tapi nggak tahu jalan, bisa lah ngajak saya jadi penunjuk jalan.. thumbs up


Selasa, 08 Desember 2015

Ngalor Ngidul Tentang Sahabat

Don’t sweat the small stuff..

Have you ever heard this idiom before?
Sudah dong ya, kan ini idiom yang umum dipake orang. Kalo yang belum pernah denger, arti idiom ini ialah “jangan memusingkan hal-hal kecil”. 

Tulisan saya kali ini akan jalan-jalan jauh dulu sebelum nyambung ke idiom tersebut. Ceritanya soal persahabatan yang bagaikan kepompong. Iya, macam lagunya sind3ntosca (thank google I found who the singer was) jaman kapan lupa yang mengisahkan liku-liku persahabatan. Dimulai dari temenan akrab sampe ikrib kemudian musuhan terus baekan lagi. Mirip kan kayak siklus hidupnya kepompong? #maksa

Dari dulu, I do love making friend, saya seneng banget temenan sama orang. Entah sekedar temenan atau sahabatan. Temen bagi saya ya temen aja gitu. Kalo sahabat lebih naik lagi tingkatannya, yang akrab sampe kayak sodara, kenal sama keluarganya. Dan saya percaya, sahabat nggak akan menusuk dari belakang as long as itu sahabat yang beneran tulus. Kalo sampe ada yang tusuk-tusukan, berarti saya salah nyebut dia “sahabat”. Udah, anggep aja itu bonus dari hidup saya yang indah, hihihi

Biasanya sahabat itu cerminan diri sendiri kok. Kalo sifatku baek hati lemah lembut dan suka menolong (halah), maka sahabatku juga kurang lebih sama atau setidaknya melengkapi kekuranganku. Maka dari itu, saya beruntung punya sahabat yang sampe sekarang masih ada untuk saya. Saya juga sih, ada untuk mereka. Cieeee.. Kalo sama temen SMA, kami bisa setiap bulan meet up karena kami berlima masih sama-sama tinggal di Jogja. Sedangkan dengan temen kuliah sewaktu S1 dulu, kami jarang bisa kumpul bareng, chat juga nggak setiap hari. Meskipun begitu, kami sama-sama mengerti kok kalo esensi persahabatan bukan pada kuantitas tapi kualitas-nya.

Terus.. Saya baca di forum khusus perempuan, ada beberapa orang yang nggak percaya dengan yang namanya sahabat. Mereka lebih suka temenan biasa aja nggak perlu deket-deket amat. Awalnya, saya agak-agak gimana gitu ya. Masak ada orang yang nggak punya sahabat. Menurut saya, nggak perlu punya banyak sahabat, minimal 1 ato 2 ada lah. Saya nggak bisa hidup tanpa sahabat, jadi nggak bisa bayangin hidupnya orang yang nggak punya sahabat. 

Sampai pada akhirnya saya ketemu satu temen yang cerita soal dia yang susah sahabatan sama orang. Dia mengakui kalo dia emang susah temenan sama orang. Misalnya seharian ini dia jalan sama saya, mungkin besoknya dia bisa tidak bertegur sapa dengan saya. Yah, secara saya udah terbiasa punya sahabat segambreng yang sifatnya beda-beda, jadi saya nggak musingin hal itu. Yang pasti kita temenan lah, nggak ada yang berubah. Tapi, teman saya punya pandangan yang berbeda. Dia sengaja melakukan itu agar dia nggak terlalu punya ikatan dengan saya. Dia takut kalo kami terlalu dekat, suatu saat ada masa dimana saya akan menyakiti dan meninggalkannya.

Wow banget.. 
Saya nggak pernah kepikiran sama sekali soal ketakutan itu. Bagi saya, kalo udah temenan ya gimana caranya saya nggak nyakiti temen saya. Kalo sampe ada yang tersakiti, ya let’s fix it. Dan selama belasan tahun berinteraksi dengan sohib-sohib saya, kami bisa melewati gunung, lembah, hutan bahkan gurun pasir dengan mudah. Udah cocok belum ya perumpamaannya? Hehe

Setelah teman saya tadi bercerita soal pengalaman nggak mengenakkan yang membuatnya trauma, saya jadi sedikit mengerti kenapa ada orang-orang yang nggak bisa percaya dengan yang namanya teman atau sahabat. Saya maklum lah kalo membangun kepercayaan dengan teman itu tidak gampang. Saya sendiri bisa menyebut teman-teman saya sahabat, karena kami sudah kenal tahunan sampe belasan tahun. Tahun pertama dan kedua itu baru adaptasi dengan sifat mereka. Tahun-tahun selanjutnya, alam akan menyeleksi siapa yang pantas disebut sahabat dan yang bukan.
I should be grateful having them

Prinsip yang saya dan sahabat-sahabat terapkan dalam pertemanan adalah “don’t take it personally”, jangan terlalu diambil hati. Mungkin kalo minjem bahasa anak gaul jaman sekarang artinya bisa jadi “jangan baper (bawa perasaan)” begitu kali ya. Setelah mengerti dengan sifat masing-masing, kita bakal tahu yang dilakukan atau diucapkan teman kepada kita itu sengaja atau tidak disengaja. Yah, intinya don’t sweat the small stuff lah. Jangan terlalu mikirin hal yang remeh temeh yang malah bakal bikin persahabatan jadi runyam. Nah, udah nyambung ke idiomnya kan sekarang? Hihihi..

Another cliché idiom says "a friend indeed is a friend in need". Temen sejati bakalan ada setiap kita butuh. Kalo temen cuma butuhin kita, tapi selalu nggak ada sewaktu kita butuh, think twice to call them friends

Minggu, 01 November 2015

A Quick Post of The Fourth Project - Kemeja Centil

It's been a while since I could write the last post. Are you still there checking this blog? hihihi

Di sela-sela nulis paper as a take home exam, saya menyempatkan diri ngepost "hutang" project saya. Project keempat saya baru bisa saya publish malem ini, jauh banget kan dari deadline yang seharusnya. Tapi namanya juga hutang, wajib dipenuhi no matter what. Tapi nyicil yang ke-4 dulu ya (yang ke-5 malah nyasar di antara tumpukan kain padahal belum difoto). Fiuh..

Baju yang saya buat ini nggak seratus persen buatan saya. Bukan soal menjahitnya sih, tapi pada tahap preparation. Dulu, saya lupa tepatnya, waktu lagi asyik mengukur-ukur kain sesuai desain, Ibu menginterupsi dan mengkritisi pola baju yang saya buat. Kata beliau, polanya nggak standar. Padahal memang sengaja nggak saya buat sesuai pola baju pada umumnya. Ya wis, daripada berdebat dan jadinya durhaka (halah) saya membiarkan ibu turun tangan menggambar pola di atas kain. 
Polaku di modifikasi sama Ibu
Sebelum dijahit, di jelujur dulu biar rapi
Ready to be worn
Kemeja ini kemeja kedua yang saya jahit. Lubang kancingnya saya buat manual dengan tangan juga. Tetapi, saya menggunakan teknik yang berbeda dari kemeja yang pertama. Saya melubangi kainnya terlebih dahulu baru membalutnya dengan tusuk festoon, seperti yang ada di post  ini  lho.

Nah, karena hutang post sudah terbayar dan saya mo lanjut nulis yang lain lagi, maka see you in the next post....

Minggu, 20 September 2015

Hand Copy - Solusi Manual Memfotokopi

September is gonna be end
Belum sempat memposting project ke-4 dan 5 , saya malah memposting yang nggak jelas. Ceritanya saya belum sempet ngobras bajunya, jadi belum pantes saya pajang di blog, hehe hot

Nah, kali ini saya mo sharing kepuyenganku saat malem-malem lupa menggandakan worksheet untuk esok hari. Biasanya, saya menggandakan worksheet dengan cara memfotokopi atau mencetaknya dengan printer. Berhubung di rumah tidak ada printer, nggak sempet ngeprint di sekolah dan saya lagi males keluar malem-malem untuk fotokopi, maka saya memutar otak untuk mendapatkan worksheet sejumlah anak tanpa perlu memfotokopi atopun nge-print thinking

Setelah mikir dan mikir, akhirnya nyala juga emoticon lampu di otak saya. Yes, akhirnya saya memilih untuk menggandakan worksheet dengan tangan. Worksheetnya pun saya pilihkan yang nggak repot, cukup satu gambar saja. Perintahnya juga nggak tertulis, besok saya diktekan lisan saja di kelas  *huh, dasar guru pemales, eh, kreatif, aamiin..

Buat kalian yang juga tidak punya printer dan nggak sempat ke copy center, let's check what you can do:
Buat master gambar dan ditebalkan dengan spidol
Letakkan selembar kertas di atas master gambar
Jiplak gambar dengan spidol
Tereeeng.. Saya dapet 28 lembar gambar
Kalo kata adekku, saya terlalu "selo" sampe-sampe memilih menggambar berlembar-lembar daripada membawanya ke tukang fotokopi. Ya memang sih, malem itu saya lagi nyantai banget. Makanya 3 jam menggambar nggak bikin saya kerasa capek. Apalagi sambil nonton S.W.A.T, makin betah dah 

Senin, 24 Agustus 2015

Moment Wew Si Bocil

Bergaul dengan keponakan yang segambreng itu sesuatu banget. Saya mengikuti perkembangan mereka dari sejak lahir sampe sekarang ada yang sudah kuliah. Banyak kejadian mengagetkan, menakjubkan, lucu, sampe menyedihkan juga ada. Tapi, kebanyakan yang saya ingat tinggal moment yang membuat saya takjub atau ketawa aja sih. Itu juga terbatas saat mereka masih dibawah 10 tahun. Soalnya, di atas itu, mereka udah nggak terlalu lucu, hihihi... *maafkan

Kalo di iklan susu ada moment wow, di saya ada momen wew, hehe.. Ada beberapa momen yang saya inget banget. Itu juga kebanyakan ponakan yang itu-itu saja.
Ki-Ka: Zhafir, Fia, Hanif, Naura

Suatu pagi saat saya siap-siap berangkat ke sekolah, tapi Zhafir (2 th 7 bulan) justru mengikuti saya kemana-mana.
Me      : Aping di rumah saja ya, sama lek Ita.
Zhafir : Lek Ita pulang mana? (maksudnya, rumahnya dimana)
Me      : Nggak kemana-mana. Kan rumahnya lek Ita disini.
Zhafir : Rumah bapak siapa? (menurutnya, rumah itu yang punya selalu seorang bapak)
Me     : Rumah Mbah Kung.
Zhafir : Lek Ita bapaknya mbah Kung? (= Mbah Kung itu bapaknya lek Ita?)
Me     : Pinter.. Iya, bapaknya lek Ita mbah Kung.

----------------------------------
Zhafir makan coklat sampai tangannya belepotan. Kemudin dya menjilati jarinya satu persatu sampai coklat ditangannya berkurang.
Ibu     : Ih, tangannya coklat thok. Cuci tangan dulu ya.
Zhafir : Aku udah cuci tangan pake mulut.

----------------------------------

Lagi-lagi Zhafir bikin saya tepok jidat. Saat itu,  ada residu susu dan ludah yang bercampur jadi satu menjadi iler meleleh di ujung bibirnya, hiyek... 
Me     : Ping, mulutnya dibersihkan dulu. Belepotan. *menyodorkan tisu
Karena gengsinya yang gedhe, dya menggeleng sambil teriak.
Zhafir : Gak
Me     : Iiiiih, jorok. Tuh ilernya.. *sambil berusaha melap mulutnya.
Zhafir menghindar. Dya, lalu, menjulurkan lidah dan melap liurnya dengan lidahnya.
Zhafir  : Ni uda bersih. Ga ada  lagi.

----------------------------------

Minggu lalu, Naura wisuda TK. Saat di panggil namanya, dya maju ke depan sambil meneriakkan cita-citanya. Beberapa hari kemudian, gantian Ibunya akan diwisuda.
Fia  : Ibu, Ibu. Kalo Naura kemarin teriak "Bismillah, jadi dokter". Kalo ibu besok apa ya.
         Aku tahu, "Bismillah, jadi nenek"
Ibu : Heh.. kok doanya gitu.
Fia : Ya apa dong. Kan ibu udah jadi guru, nggak punya cita-cita lagi.

----------------------------------

Ketika itu Lutfia sedang belajar PKn sambil bermain, dan diberikan pertanyaan oleh ibunya.
Ibu   : Apa semboyan negara Indonesia?
Fia   : Bhineka Tunggal Ika
Ibu   : Semboyan tersebut terdapat dalam buku apa?
Fia   : Buku PKn
Saya dan Ibunya spontan tertawa. Fia cuma mlongo karena belum tau apa yang salah.

----------------------------------

Suatu hari, Ibunya Zhafir memberinya Jaket.
Ibu    : Jaketnya dipake biar nggak masuk angin.
Zafir : Gak mau.
Dalam perjalanan naik motor, Zhafir membuka mulutnya lebar-lebar.
Ibu    : Aping ngapain?
Zafir : Bial masuk Angin.
Gubrak.. 
Ibu    : Itu namanya angin masuk, bukan masuk angin.

----------------------------------

Naura  :  Aku tahu kenapa ust Rika adiknya (baca: anaknya) banyak.
Fia       : Kenapa?
Naura  : Soalnya ust Rika suka minum susu.
Gara-gara iklan susu ibu hamil nih

----------------------------------

Ibunya Zhafir sibuk geser-geser motor di garasi (sebut-saja-begitu).
Zhafir : Ibu mau metu-kan apa?
Kami yang denger otomatis tertawa denger bahasa "mekso"-nya.
Ibu      : Metu-kan ki bahasa opo. Mau mengeluarkan motor.
Zhafir : Aaaa... metu-kan apaaa? *nangis gengsi diketawain
Ibu      : Metu-kan motor.
Dan Zhafir pun berhenti merengek, hehehe

----------------------------------

Hanif dan Zhafir lagi main bareng, entah main apa.
Zhafir   : Nip.. Nip..
Hanif    : Gak Nip.. Hanip..
Zhafir   : Nip.. Nip.. (zhafir gak gubris protes si hanif tadi)
Hanif    : Hanip..
Bisa-bisanya si Hanif protes soal nama. Eyke aja nggak kepikiran Nif, hihihi

Minggu, 23 Agustus 2015

Membuat Lubang Kancing Dengan Jarum Tangan

Membuat lubang kancing itu sesuatu yang nggak gampang bagi penjahit pemula seperti saya. Yang punya sepatu lubang kancing saja belum tentu bisa, apalagi saya yang baru punya alat jahit yang seadanya. Iya, saya belum beli button sewing presser foot. Ada yang mau beliin? Buat hadiah my upcoming birthday juga boleh, huehehehe.. 
Salah satu contoh sepatu jahit untuk lubang kancing
Gambar dari Rumah Jahit Haifa
Kalo belum punya sepatu lubang kancing macam saya, nggak usah galau nggak perlu risau. Kita bisa lho menjahitnya dengan tangan. Untuk membuat lubang kancing secara manual, ada dua cara yang saya tahu. Yang pertama (yang saya temukan di web) yaitu dengan cara melubangi kain terlebih dahulu, baru kemudian lubang dibalut dengan tusuk festoon. Langkahnya kurang lebih seperti ini:
Teknik membuat lubang kancing dengan tangan
Gambar dari Fitinline
Tetapi, ibuku punya teknik tusukan lubang kancing yang berbeda dengan cara diatas. Caranya yaitu kain dijahit terlebih dahulu baru kemudian diberi lubang. Kalo saya sih terlanjur bisa dengan cara yang kedua ini, maka saya tidak jadi menggunakan teknik yang pertama. Selengkapnya bisa dibaca di bawah ini ya.

Langkah-langkah menjahit lubang kancing :
  • Ukur diameter kancing yang akan digunakan. Beri tanda pada kain sepanjang diameter kancing. Kancing yang saya gunakan berdiameter 2 cm.
  • Buatlah kotak persegi panjang dengan cara menjahit jelujur sepanjang garis lubang kancing. Ukuran lubang 2 cm x 0.1 cm. Jangan lupa, gunakan 1 benang saja agar lebih rapi.
Jahit jelujur
  • Jahit sekeliling jelujur menggunakan tusuk roll (katanya) ala-ala bordir seperti gambar dibawah. Ehm, maaf ya, saya kurang ngerti nama-nama tusukan. cuma tahu tusuk sate sama tusuk konde. 
Jahit ala bordir
  • Siapkan pendedel atau gunting kecil yang ujungnya lancip.
Siapkan pendedel
  • Tusuk ujung lubang kancingnya dan buat lubang sepanjang garis jelujur. Pastikan jahitannya tidak ada yang terpotong.
Tusuk lubang kancingnya
  • Rapikan serat kain yang mengganggu pemandangan. 
Done
Nah, itulah cara saya membuat lubang kancing dengan tangan. Mudah bukan?
Cara yang saya gunakan mungkin terbilang kuno, masih menggunakan jarum tangan bukan jarum jahit. Tapi, saya ambil hikmahnya saja deh. Salah satunya, saya jadi bisa menjahit sambil tetap konsen nonton Master Chef, hihihihi
 
Don't Skip Me Blog Design by Ipietoon